tag:blogger.com,1999:blog-29373307764378613572024-03-08T03:45:35.701-08:00HISTORIA VITAE MAGISTRACakrawala Masa Lalu dan Masa DepanUnknownnoreply@blogger.comBlogger32125tag:blogger.com,1999:blog-2937330776437861357.post-66984286494933716662007-12-08T02:09:00.001-08:002007-12-08T02:41:52.053-08:00RISET SEJARAH<div style="text-align: center;"><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold; font-family: verdana;">Ulama dalam Konstalasi Politik Orde Baru</span><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><o:p><br />(Studi tentang Majelis Ulama Indonesia/MUI)<br />Oleh: In In Kadarsolihin, S.S.<br /><br /><br /></o:p></span></div> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Sejak zaman Kolonial Belanda sampai Pemerintah Orde Baru, para ulama telah mengintegrasikan diri ke dalam berbagai organisasi keislaman sebagai suatu respons terhadap kondisi sosial politik bangsa </span><st1:country-region><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Indonesia</span></st1:place></st1:country-region><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">. </span><st1:city><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Ada</span></st1:place></st1:city><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"> suatu pola sejarah yang mengedepan dari peran ulama tersebut yakni,<span style=""> </span>setiap pemerintah yang berkuasa selalu berupaya untuk<span style=""> </span>memasukkan ulama ke dalam sistem birokrasi. Upaya ini biasanya dilakukan dalam rangka meredam kekuatan umat Islam yang senantiasa bersinggungan dengan negara. Umat Islam dipandang sebagai faktor politik yang membahayakan.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Ketegangan umat Islam dan negara pada dekade tahun 1970-an dan 1980-an adalah perwujudan dari respons balik pemerintah terhadap sikap keras umat Islam yang menginginkan aspirasi sistem politik Islam dalam negara </span><st1:country-region><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Indonesia</span></st1:place></st1:country-region><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">. Pemerintah memandang umat Islam sebagai kelompok yang tidak sepenuhnya bersedia menerima Pancasila sebagai ideologi negara.<span style=""> </span>Kelahiran MUI pada tahun 1975 menjadi tumpuan dua kubu yang bersinggungan, antara pemerintah dan umat Islam. Sebagai organisasi ulama, tentunya MUI adalah merupakan tumpuan umat yang diharapkan mampu membawa pesan maupun keluh kesah umat terhadap pemerintah. Bagi pemerintah,<span style=""> </span>MUI diharapkan mampu menerjemahkan sejumlah kebijakan yang ditujukan<span style=""> </span>kepada umat Islam. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Untuk mengetahui sampai sejauhmana akomodasi kepentingan umat Islam<span style=""> </span>yang dapat disampaikan MUI kepada pemerintah, dan seberapa besar upaya pemerintah melalui MUI dalam mewujudkan harmonisasi hubungan Islam dan negara, perlu dianalisis beberapa permasalahan sebagai berikut, <i>pertama,</i> anatomi organisasi MUI,<span style=""> </span><i>kedua</i>, kinerja MUI, dan<i> ketiga,</i> perspektif politik Orde Baru terhadap umat Islam <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">beserta faktor yang melatarbelakangi ketidakharmonisan hubungan umat Islam dengan<span style=""> </span>pemerintah Orde Baru.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">1 Anatomi Keorganisasian MUI<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6pt; text-align: justify;"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">1.1 Visi dan Misi<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>MUI sebagai sebuah organisasi nasional, keberadaannya tergolong unik karena organisasi ini dibidani oleh pemerintah dengan didahului oleh kelahiran organisasi ulama daerah. Di samping itu juga MUI tidak mempunyai anggota<a style="" href="#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">[1]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>. Pedoman Dasar yang dijadikan pijakan MUI merupakan<span style=""> </span>substansi nilai kompromi antara keinginan kelompok ulama dan umaro (pemerintah). Hubungan antara keduanya<span style=""> </span>pada saat terbentuknya MUI sedang dalam keadaan saling curiga. Kubu pemerintah berpandangan ideologi Islam sebagai kekuatan kedua<span style=""> </span>yang<span style=""> </span>berbahaya setelah komunis bagi eksistensi negara persatuan </span><st1:country-region><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Indonesia</span></st1:place></st1:country-region><a style="" href="#_ftn2" name="_ftnref2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">[2]</span></span><!--[endif]--></span></span></span></a><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">. Pada kubu lain golongan ulama<span style=""> </span>menginginkan<span style=""> </span>pengimplimentasian<span style=""> </span>ajaran<span style=""> </span>Islam dalam<span style=""> </span>kehidupan<span style=""> </span>berbangsa<span style=""> </span>secara lebih utuh<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Kompromi lebih besar dari kehendak dua pandangan yang berbeda itu tampak dari Pedoman Dasar<a style="" href="#_ftn3" name="_ftnref3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">[3]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> MUI lebih mengarah kepada keinginan pemerintah. Ini terbukti dengan adopsi Pedoman Dasar MUI lebih merupakan intisari sambutan dari Pidato Presiden Soeharto pada saat membuka Munas Alim Ulama pada tanggal 23 Juli 1975 di </span><st1:city><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Jakarta</span></st1:place></st1:city><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">. Munas tersebut kemudian menyepakati lahirnya MUI.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Intisari pidato presiden pada Munas Alim Ulama<span style=""> </span>yang dijadikan sebagai orientasi visi dan misi dari MUI itu adalah, <i>pertama </i>tugas ulama adalah <i>amar ma’ruf nahi munkar</i>.<i> Kedua,</i> menjadi penerjemah pesan-pesan pembangunan.<i> Ketiga, </i><span style=""> </span>mendorong, memberi arah, dan menggerakkan umat Islam dalam membangun dirinya. <i>Keempat,</i> memberi masukan tentang kehidupan beragama kepada pemerintah. <i>Kelima, </i>menjadi mediator penghubung ulama dan pemerintah. <i>Keenam,</i> kepengurusan MUI hendaknya menggambarkan keterwakilan unsur-unsur golongan dalam umat Islam, sedangkan pejabat pemerintah bertindak sebagai penasehat atau pelindung.<i> Ketujuh,</i> MUI hanya cukup memiliki pengurus saja, tanpa adanya anggota.<i> Kedelapan, </i><span style=""> </span>MUI tidak perlu mendirikan masjid, madrasah, rumah sakit, dan sebagainya. <i>Kesembilan,</i> MUI tidak perlu melakukan kegiatan politik. <i>Kesepuluh, </i><span style=""> </span>MUI bersama ormas keagamaan lainnya perlu membentuk wadah konsultasi untuk meningkatkan kerukunan umat beragama.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Kesepuluh orientasi tersebut<span style=""> </span>mencerminkan fungsi ideal ulama dalam kehidupan berbangsa. Pengimplimentasian orientasi tersebut<span style=""> </span>ternyata tidak terlepas dari kebijakan pemerintah Orde Baru.<span style=""> </span>Kenyataan tersebut melahirkan asumsi, bahwa MUI mempunyai kecenderungan tidak<span style=""> </span>dapat mengambil sikap tegas pada pemerintah. Pada kenyataan lain, MUI adalah refresentasi kekuatan Islam<span style=""> </span>dan sekaligus harapan umat untuk lebih<span style=""> </span>berperan dalam kehidupan berbangsa, khususnya menyangkut kemerdekaan melaksanakan ibadah. Konsekuensi keadaan tersebut adalah terjadinya tarik ulur dua kepentingan antara pemerintah dan umat Islam tidak dapat dihindari sepanjang sejarah MUI.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Dalam nuansa seperti itu posisi MUI seperti yang dikemukan oleh Ketua Umum MUI pertama, Hamka, bahwa ulama itu ibarat kue bika di atas dan di bawah dibakar dengan api. Hal ini mengingat MUI mempunyai fungsi yang strategis untuk dapat mengontrol kebijakan pemerintah dan menyuarakan keinginan umat Islam. Senada dengan Hamka, KH. Hasan Basri yang pernah menjabat Ketua Umum MUI selama tiga periode<span style=""> </span>1985 - 1998, menandaskan bahwa MUI bertugas sebagai penjaga agar jangan ada undang-undang di negeri ini yang bertentangan dengan ajaran Islam. Tugas lainnya memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai berbagai peraturan lainnya yang memungkinkan<span style=""> </span>kaum muslimin dapat memperbaiki cara hidupnya<span style=""> </span>berdasarkan ajaran Islam.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Kestrategisan fungsi<span style=""> </span>tersebut merupakan<span style=""> </span>sebuah kekuatan dari orientasi yang dimiliki MUI. Kenyataan ini melahirkan pengharapan yang besar dari umat Islam terhadap MUI untuk bisa responsif terhadap segala ketimpangan kebijakan pemerintah, khususnya menyangkut kepentingan umat.<span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 12pt 0cm 6pt;"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">1. 2 Pedoman Organisasi<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span></span><span style="font-size: 10pt; font-family: Garamond;">Sejak berdirinya pada tahun 1975, orientasi tradisional tujuan dari MUI adalah <i>amar ma’ruf nahi munkar</i>. Secara signifikan dalam mengimplimentasikan tujuannya tersebut, digariskan di dalam Pedoman<span style=""> </span>Dasar MUI. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span><span style=""> </span>Pedoman Dasar MUI<span style=""> </span>pertama kali disahkan pada Munas I tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta yang ditanda tangani oleh 53 orang ulama,<span style=""> </span>terdiri dari 26 orang ulama utusan MUI Daerah Tk. I, 10 organisasi Islam tingkat pusat, 4 orang ulama utusan Dinas Kerohanian ABRI, dan 13<span style=""> </span>ulama<span style=""> </span>perorangan.<span style=""> </span>Dalam perjalanannya Pedoman Dasar tersebut mengalami beberapa proses perubahan yang cukup mendasar menyangkut tujuan, pencantuman asas, aqidah, dan penjabaran dari usaha MUI.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Pada Munas I MUI, Pedoman Dasar pasal<span style=""> </span>3, tujuan MUI disebutkan, “<i>Majelis Ulama </i></span><st1:country-region><st1:place><i><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Indonesia</span></i></st1:place></st1:country-region><i><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>bertujuan ikut mewujudkan masyarakat yang aman<span style=""> </span>sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan GBHN”</span></i><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">. Pada Munas II MUI tahun 1980 landasan tujuan MUI berubah lagi menjadi, “<i>MUI bertujuan ikut serta mewujudkan masyarakat yang aman, damai, adil, dan makmur rohaniah<span style=""> </span>dan jasmaniah sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, GBHN yang diridhoi Alloh SWT”.</i><span style=""> </span>Pada Pedoman Dasar MUI yang disahkan pada Munas III 23 Juli 1985 pasal 3, redaksional tujuan berubah lagi menjadi; “<i>MUI bertujuan mengamalkan ajaran Islam untuk ikut serta mewujudkan masyarakat yang aman, damai, adil, dan makmur rohaniah dan jasmaniah yang diridhoi oleh Alloh SWT”.<span style=""> </span><o:p></o:p></i></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Perubahan redaksional tujuan MUI<span style=""> </span>menandakan berubahnya sikap MUI. Sejak Munas I hingga Munas III agaknya MUI menyesuaikan diri dengan nuansa kehidupan sosial politik khususnya periodisasi hubungan Islam dan negara<span style=""> </span>yang berubah-ubah.<span style=""> </span>Pada Pedoman Dasar MUI tahun 1975 hanya disebutkan <i>ikut mewujudkan masyarakat yang aman<span style=""> </span>sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan GBHN, </i><span style=""> </span>Pokok tujuan dari Pedoman Dasar MUI tahun 1975, baru mengarah<span style=""> </span>kepada orientasi tujuan MUI untuk menciptakan tingkat stabilitas keamanan kehidupan berbangsa.<span style=""> </span>Pada<span style=""> </span>Pedoman Dasar MUI tahun 1980 sudah mengarah kepada “<i>ikut serta mewujudkan masyarakat yang aman, damai, adil, dan makmur rohaniah<span style=""> </span>dan jasmaniah sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan GBHN yang diridhoi Alloh SWT</i>”. Pada Pedoman Dasar ini MUI sudah memandang bahwa<span style=""> </span>peran dari orientasi tujuan tidak terbatas pada tingkat partisipasi menciptakan keamanan, tetapi sudah mengarah kepada partisipasi dalam pembangunan. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Perubahan lain yang cukup mendasar dari<span style=""> </span>Pedoman Dasar MUI adalah masalah asas. Pada Munas III MUI 23 Juli 1985 di Jakarta telah menyepakati pencantuman Pancasila sebagai asas organisasi MUI pada pasal 2. Pencantuman asas ini diprakarsai oleh KH. Hasan Basri atas <b><i>petunjuk</i></b> UU No. 8 Tahun 1985 pasal 4 tentang keormasan yang mewajibkan<span style=""> </span>organisasi kemasyarakatan (ormas) mencantumkan asas Pancasila dalam Anggran Dasarnya. UU No. 8 itu sendiri sebenarnya baru diundangkan pada tanggal 17 Juni 1985, kurang lebih satu bulan sebelum Munas III MUI. Penerimaan yang begitu cepat dari MUI terhadap asas tungal<span style=""> </span>Pancasila<span style=""> </span>ini<span style=""> </span>menunjukkan betapa mudahnya MUI menerima <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">kehendak pemerintah untuk penyeragaman asas organisasi.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Dicantumkannya Pancasila dalam Pedoman Dasar MUI<span style=""> </span>tampaknya bukan sesuatu yang membuat sempit kinerja organisasi. Pengertian asas sebagai sesuatu yang menjadi tumpuan berfikir dan berpendapat, dasar cita-cita organisasi, agaknya bagi MUI lebih memilih pengertian asas Pancasila sebagai <b><i>sumber dari<span style=""> </span>segala<span style=""> </span>sumber</i></b><i> </i><span style=""> </span>yang<span style=""> </span>hanya menyangkut hal-hal yang bersifat kenegaraan. Oleh karena itu MUI<span style=""> </span>mempunyai pandangan,<span style=""> </span>bahwa masalah asas bukan merupakan hal yang sangat substansif. Hasan Basri menegaskan ada dua alasan mengapa MUI menerima asas Pancasila. <i>Pertama</i>, MUI dalam prinsip kerja memakai ilmu gula, semua unsur mengerumuninya. MUI mengupayakan diri agar dapat diterima<span style=""> </span>di kalangan masyarakat dan pemerintah. <i>Kedua,</i> agar jangan sampai MUI dibubarkan.<span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span></span></b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Untuk<span style=""> </span>menepis protes umat Islam terhadap MUI<span style=""> </span>atas sikapnya menerima asas Pancasila tersebut, MUI menegaskan komitmen keislaman<span style=""> </span>di dalam Pedoman Dasar dengan mencantumkan pasal<span style=""> </span>Aqidah sebagai landasan berpijak organisasi. Mulai<span style=""> </span>Munas III pada Pedoman Dasar MUI dicantumkan kata<span style=""> </span>Aqidah pada pasal 1 ayat 2. Pasal tersebut berbunyi, “<i>Majelis Ulama beraqidah Islamiyah”. </i><span style=""> </span>Tampaknya pencantuman kata<span style=""> </span>aqidah ini dimaksudkan pula untuk<span style=""> </span>memperjelas pengertian<span style=""> </span>dari kata <b><span style=""> </span><i>ulama</i> </b>sebagai tokoh yang memahi wawasan<span style=""> </span>keislaman. Pengertian ulama itu sendiri sebenarnya cukup komprehensif, pengertian ulama mengacu kepada<span style=""> </span>asal katanya <i>alim</i><span style=""> </span>yang berarti orang yang mengetahui, orang pandai. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent" style="text-indent: 0cm; line-height: normal;"><span style="font-size: 10pt;"><span style=""> </span>Bila mengacu kepada kelaziman bahwa ulama senantiasa identik dengan Islam, maka pencantuman aqidah adalah hal yang mubadzir. Pencantuman kata ulama saja sudah mencerminkan bahwa MUI adalah lembaga Islam. Pencantuman kata <i>aqidah</i> dalam Pedoman Dasar MUI tampaknya sebagai sebuah strategi untuk tetap mengeksistensikan diri bahwa MUI adalah organisasi yang berpegang teguh pada syariat Islam. Pasal aqidah merupakan pencitraan diri MUI, bahwa lembaga ini adalah majelisnya para ulama yang beraqidah Islam, tetap berlandaskan kepada Alquran dan Assunah dalam setiap mengambil kebijakan yang menyangkut kepentingan umat Islam.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="font-size: 10pt;"><span style=""> </span></span></b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Perubahan lainnya tampak pada pasal tentang fungsi.<span style=""> </span>Sebagaimana hasil Munas I dan II<span style=""> </span>pasal yang mencantumkan tentang<span style=""> </span>fungsi dijadikan acuan MUI untuk menjalankan kinerja organisasi. Fungsi MUI dijadikan landasan pokok untuk berpijak tentang apa-apa yang bisa dilakukan oleh MUI. Pada Munas III MUI, pasal fungsi dihilangkan dan dijadikan ayat tersendiri pada pasal 4 tentang usaha. Pada dasarnya pasal 4 lebih mengarah kepada penegasan dari implimentasi kerja yang dapat dilaksanakan oleh MUI. Pasal 4 ayat 1 memberikan gambaran tentang usaha MUI yaitu,<span style=""> </span>“<i>Memberikan bimbingan dan tuntunan kepada umat dalam mewujudkan kehidupan beragama dan masyarakat yang diridhoi oleh Alloh SWT</i>”.<span style=""> </span>Ayat tambahan lainnya menyangkut usaha MUI adalah<i> </i>“<i>Meningkatkan hubungan kerjasama antarorganisasi, lembaga Islam<span style=""> </span>dan cendikiawan muslim</i>”. Perumusan<span style=""> </span>ayat tambahan tersebut semakin menunjukkan sifat operasional yang dilakukan oleh MUI dengan tidak meninggalkan tugas pokok sebagai alat untuk mencapai stabilitas dan ketahanan nasional.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Pada pasal 7 ayat 4 Pedoman Dasar menyatakan bahwa MUI adalah organisasi yang tidak berafiliasi dengan salah satu organisasi sosial politik. Sebuah sikap independen yang ingin ditunjukkan oleh MUI. Pada kenyataannya, kalau diamati gerak program MUI lebih mengarah kepada<span style=""> </span>mendukung status quo. Hal ini tampak dari himbaun secara tidak langsung dan permohonan kepada Soeharto untuk tetap menjadi presiden RI., termasuk himbauan menyukseskan format politik Orde Baru yang mengedepankan stabilitas nasional yang semu.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">1.2 Struktur Organisasi<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span></span></b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Sebagaimana disebutkan tadi, <span style="text-transform: uppercase;">Mui</span> adalah organisasi para ulama dan <i>zu'ama; </i>para cendikiawan.<span class="MsoCommentReference"><span style=""><!--[if !supportAnnotations]--><a class="msocomanchor" id="_anchor_1" onmouseover="msoCommentShow('_anchor_1','_com_1')" onmouseout="msoCommentHide('_com_1')" href="#_msocom_1" language="JavaScript" name="_msoanchor_1">[M1]</a><!--[endif]--><span style="display: none;"><span style=""> </span></span></span></span> Di dalamnya terdapat berbagai latar belakang<span style=""> </span>pemikiran dari berbagai ormas Islam dan juga dari pemerintah. Semua elemen yang ada di MUI terakomodasi di dalam struktur kepengurusan. Sesuai Pedoman Dasar MUI, komposisi kepengurusan MUI terdiri dari:<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">- Pelindung<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">- Dewan Pertimbangan <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">- Dewan Pimpinan.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent" style="text-indent: 0cm; line-height: normal;"><span style="font-size: 10pt;"><span style=""> </span>Di dalam Anggaran Rumah Tangga MUI pasal 2 ayat 1 disebutkan Pelindung berfungsi sebagai pemberi<span style=""> </span>bimbingan dan perlindungan<span style=""> </span>kepada Majelis Ulama sesuai dengan tingkatannya masing-masing. Personil yang menjadi pelindung MUI adalah pimpinan tertinggi pada institusi pemerintahan. Bimbingan dan perlindungan yang dimaksudkan di sini sebagai legitimasi bahwa MUI adalah lembaga formal keagamaan yang referesentatif mewakili kepentingan ulama dan pemerintah.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent" style="text-indent: 36pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 10pt;">Dewan Pertimbangan fungsinya memberikan pertimbangan, nasehat, bimbingan, dan bantuan kepada Dewan Pimipinan MUI. Person yang duduk dalam Dewan Pertimbangan ini adalah jabatan institusi tertinggi di Departemen Agama ditambah beberapa pejabat lain yang berhubungan<span style=""> </span>dengan tugas MUI sebagai anggota. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Dewan Pimpinan adalah pelaksana keputusan-keputusan Munas, Rakernas, Rapat pengurus Paripurna. Kelengkapan Dewan Pimpinan ini terdiri dari Ketua Umum beserta staf Ketua, Sekretaris Umum beserta Staf, Bendahara beserta staf, dan Anggota. Tugas pokok dari Dewan Pimpinan adalah melaksanakan tugas menghubungkan antara Pemerintah<span style=""> </span>dan Ulama serta Umat Islam yang bersifat konsultatif, koordinatif, dan informatif. Sedangkan fungsi dari Dewan Pimpinan Majelis Ulama adalah merumuskan kebijakan hasil Munas, merumuskan fatwa dan nasehat yang akan disampaikan kepada pemerintah dan masyarakat, melaksanakan dan merumuskan implimentasi kerja MUI. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Dewan Pimpinan MUI dalam melaksanakan tugasnya dilengkapi<span style=""> </span>dengan staf Pimpinan Harian, Sekretariat, dan Komisi-komisi. Komisi MUI terdiri dari: Komisi Hukum dan Fatwa, Komisi Ukukhuwah Islamiah,<span style=""> </span>Komisi Hubungan Luar Negeri, Komisi Hubungan Ulama dan Umaro, Komis Dakwah dan Pembangunan, Komisi Pendidikan, Kebudayaan, dan Pengkaderan Ulama, Komisi Pengkajian masalah Keagamaan, Komisi Organisasi, dan Komisi Khusus. Untuk lebih jelasnya tentang struktur Majelis Ulama Indonesia<span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><o:p> </o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><br /><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><!--[if gte vml 1]><v:line id="_x0000_s1029" style="'position:absolute;left:0;text-align:left;z-index:4;" from="297pt,4.95pt" to="318.6pt,4.95pt" allowincell="f"><![endif]--><!--[if !vml]--><span style="position: absolute; z-index: 4; left: 0px; margin-left: 395px; margin-top: 6px; width: 31px; height: 2px;"><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/TU/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image002.gif" shapes="_x0000_s1029" height="2" width="31" /></span><!--[endif]--><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span><span style=""> </span><span style=""> </span></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style=""><table align="left" cellpadding="0" cellspacing="0"><tbody><tr><td height="0" width="222"><br /></td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td><br /></td> </tr> </tbody></table> </span><!--[endif]--><!--[if gte vml 1]></o:wrapblock><![endif]--><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><o:p> </o:p></span></p> <br /> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span><o:p></o:p><br />Pada struktur organigram MUI tersebut tampak dengan jelas bagaimana hubungan MUI dengan pemerintah. Orang akan memandang bahwa MUI hanya merupakan perpanjangan tangan pemerintah, tuntutan untuk bersikap independen agaknya sulit terwujud. Persepsi seperti itu agaknya<span style=""> </span>tidak terlampau obyektif. Perlu diperhatikan pula<span style=""> </span>bahwa untuk memberikan daya tawar, seperti tampak dalam bagan, pucuk pimpinan berbagai ormas Islam mengintegrasikan diri ke dalam MUI. Kenyataan ini yang sebenarnya kondisi yang akan memperkuat daya tawar MUI.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Hubungannnya dengan pemerintah dengan menempatkan<span style=""> </span>Presiden sebagai Pelindung, menurut KH. Ali Yafi karena sudah menjadi kecenderungan bahwa semua organisasi pada zaman rezim Orde Baru, menempatkan posisi pelindung dari kalangan pemerintah. Lebih lanjut Ali Yafi mengatakan, <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent3"><span style="font-size: 10pt;">Bagi MUI tidak menjadi suatu masalah sepanjang independensi menyalurkan aspirasi dan menjalankan program bisa terlaksana dan mampu memenuhi kebutuhan umat. MUI itu pelayan umat yang harus mampu memberikan arahan kepada siapapun dalam koridor menegakan prinsip dasar keadilan berdasarkan wawasan<span style=""> </span>keislaman. Independensi dalam pengertian MUI adalah<span style=""> </span>suatu kebebasan dalam menyalurkan aspirasi kepada pemerintah. Sepanjang berdirinya MUI, umat selalu memandang<span style=""> </span>dari sudut kooperatif ulama dan umaro, pengharapan umat itu terlalu banyak dibanding dengan kemampuan yang riil dimiliki oleh MUI. Keberadaan MUI lebih baik daripada tidak adanya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent3"><span style="font-size: 10pt;"><span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent3" style="margin-left: 0cm; text-indent: 35.45pt;"><span style="font-size: 10pt;">Sikap independen MUI dapat kita telusuri dari struktur kepengurusannya. Struktur kepengurusan MUI dalam kurun waktu tahun 1975 –1990, agaknya tidak begitu memperdebatkan pucuk pimpinan. Tiga kali pergantian pucuk pimpinan MUI tampaknya faktor kapabilitas yang sangat menentukan. Hamka ataupun Syukri Gazali dipilih lebih karena <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent3" style="margin-left: 0cm;"><span style="font-size: 10pt;">kemampuannya, demikian juga dengan Hasan Basri.<span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent3" style="margin-left: 0cm; text-indent: 35.45pt;"><span style="font-size: 10pt;">Suatu hal yang perlu ditelaah disini adalah sikap kooperatif yang ditanamkan pada setiap periode kepegurusan.<span style=""> </span>Melalui sikap organisasi MUI yang seperti disebutkan tadi, rezim Orde tampaknya merancangnya sebagai organisasi korporatis. Hal ini tidak bisa<span style=""> </span>dihindarkan dari<b><i> kebebasan terkendali</i></b> dari rezim Orde Baru terhadap penyusunan kepengurusan.<span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span></span><st1:city><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Ada</span></st1:place></st1:city><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"> kecenderungan setiap hasil Munas pengisian kepengurusan MUI didominasi dari<span style=""> </span>pejabat agama<span style=""> </span>pemerintah (Departemen Agama). Padahal<span style=""> </span>ulama yang lebih independen dan mampu duduk dalam kepengurusan MUI relatif lebih memadai dibanding pejabat agama pemerintah. Sebagaimana<span style=""> </span>dikemukan tadi, pengisian jabatan di MUI<span style=""> </span>berasal pula dari ormas Islam dan bersifat proporsional keterwakilan. Ketua ormas Islam akan menduduki posisi presidium/inti di MUI.<span style=""> </span>Proporsional keterwakilan dari berbagai ormas Islam ini adalah sebagai wahana komunikasi dalam membicarakan masalah keumatan dan refresentasi mewakili suara formal pemerintah. Namun bagi sebagian<span style=""> </span>ormas Islam,<span style=""> </span>agaknya keberadaan MUI lebih sebatas sebuah forum<span style=""> </span>untuk mengakomodir sekian pendapat dari berbagai kelompok Islam .<span style=""> </span>Ditinjau dari segi efektifitas, Keputusan yang diambil dalam forum MUI secara internal akan lebih efektif<span style=""> </span>keputusan ormas yang<span style=""> </span>disampaikan langsung kepada warganya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Berkait dengan keberadaan MUI daerah adalah sesuatu yang unik. Orang pasti akan memandang bahwa MUI adalah sebuah organisasi struktural<span style=""> </span>mulai dari tingkat pusat hingga daerah TK. II dan bahkan kecamatan/desa. Hubungan antara Majelis Ulama pusat dan daerah adalah koordinatif, konsultatif dan informatif serta pengayoman.<span style=""> </span>Sifat ini ditegaskan di dalam Pedoman Dasar MUI hasil Munas I dan II. Dalam perkembangannya, pada Munas III sifat hubungan MUI Daerah dan MUI Pusat<span style=""> </span>tidak ditegaskan lagi. Prinsip yang dikedepankan dalam hubungan MUI Pusat dan Daerah adalah tata aturan tentang kinerja. Tata kerja MUI Pusat dan MUI Daerah disamakan dengan mengacu kepada kondisi daerah masing-masing.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Ketua MUI Daerah Tasikmalaya, KH Dudung Abdurahman menilai bahwa keberadaan MUI Daerah TK. I<span style=""> </span>dan MUI pusat bagi MUI Daerah TK II<span style=""> </span>adalah tidak ada hubungan struktural. </span><st1:city><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Ada</span></st1:place></st1:city><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"> kewajiban moral yang sama untuk<i> amar ma’ruf nahi munkar</i> di dalam memecahkan<span style=""> </span>masalah kemasyarakatan. Sifat hubungan yang dikembangkan antara MUI Pusat dan MUI Daerah adalah<span style=""> </span>informatif, koordinatif, dan konsultatif. Hal ini karena pada dasarnya orang MUI adalah juga sebagian<span style=""> </span>berasal dari ormas Islam seperti NU atau Muhammadiyah, dimana ormas ini mempunyai hubungan struktural pusat – daerah<span style=""> </span>dan juga mempunyai tugas <i>amar ma’ruf</i> juga, yang membedakan terletak pada<span style=""> </span>keanggotaan.<span style=""> </span>Sementara itu sebagaimana diatur oleh Pedoman Dasar MUI, Kepengurusan<span style=""> </span>MUI seyogyanya mencerminkan komunitas plural dari berbagai<span style=""> </span>kelompok Islam. Sementara ada suatu kecenderungan bahwa dalam komunitas lokal, ormas Islam yang tergabung ke dalam MUI<span style=""> </span>adalah berasal dari satu ormas saja.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span><span style=""> </span>Kondisi demikian<span style=""> </span>lebih memungkinkan hubungan Majelis Ulama Daerah dan MUI Pusat bersifat koordinatif.<span style=""> </span>Kondisi seperti itu pula<span style=""> </span>yang menyebabkan<span style=""> </span>terbukanya kemungkinan perbedaan pendapat antara MUI Pusat dan MUI D0aerah. Koridor yang dibangun adalah mengupayakan kontrol moral atas berbagai kebijakan pembangunan dalam tingkatan lokal. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">2 MUI dan Umat Islam<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6pt; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">2.1<span style=""> </span>Kinerja MUI<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoBodyTextIndent2" style="line-height: normal;"><span style="font-size: 10pt;">Pada penjelasan terdahulu telah disinggung bahwa, MUI adalah refresentasi wakil umat Islam untuk dapat menyalurkan aspirasinya terhadap pemerintah. Untuk itu, MUI senantiasa mengupayakan sejumlah usaha<span style=""> </span>yang dapat diterima oleh masyarakat Islam dan organisasi-organisasi Islam, serta berusaha menjaga hubungan yang baik dengan pemerintah, juga menjaga aqidah umat Islam. Oleh karena itu sejumlah program yang di hasilkan dalam setiap Rakernas MUI senantiasa mengakomodir tiga pokok masalah, yaitu:<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">1.<span style=""> </span>Masalah Agama dan Ketahanan Nasional.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">2.<span style=""> </span>Agama dan pembangunan.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">3.<span style=""> </span>Dakwah dan Kerukunan Antarumat beragama.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent" style="text-indent: 0cm; line-height: normal;"><span style="font-size: 10pt;"><span style=""> </span>Ketiga pokok masalah tersebut terimplimentasikan ke dalam setiap program kerja MUI. Program kerja ini akan<span style=""> </span>mencerminkan sampai sejauhmana MUI berperan dalam kehidupan kebangsaan. Sesuai dengan cita awal terbentuknya MUI, baik harapan pemerintah maupun<span style=""> </span>ulama sendiri, keberadaan MUI adalah untuk dapat mewujudkan tatanan masyarakat yang aman, damai, terpenuhi keseimbangan jasmani dan rohani, serta diridhoi Allah SWT. dalam wadah Negara Kesatuan Republik </span><st1:country-region><st1:place><span style="font-size: 10pt;">Indonesia</span></st1:place></st1:country-region><span style="font-size: 10pt;">.<span style=""> </span>Untuk itu<span style=""> </span>MUI senantiasa berupaya ikut ambil bagian dalam setiap kebijakan pembangunan. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent" style="text-indent: 0cm; line-height: normal;"><span style="font-size: 10pt;"><span style=""> </span><span style=""> </span>Secara orientasi kerja, program kerja MUI<span style=""> </span>mengandung empat tujuan sebagai berikut;<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style="">1.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Memantapkan, meningkatkan, dan mendayagunakan Majelis Ulama sebagai organisasi ulama<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style="">2.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Menamamkan kesadaran hidup beragama dalam tatanan masyarakat dalam wadah negara yang berfalsafahkan Pancasila<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style="">3.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Memantapkan dan meningkatkan kesadaran bernegara untuk menggalang persatuan bangsa<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style="">4.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Ikut menyukseskan pembangunan manusia </span><st1:country-region><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Indonesia</span></st1:place></st1:country-region><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"> seutuhnya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Fokus orientasi program kerja MUI tersebut menunjukkan pendirian pokok organisasi agar dapat diterima oleh masyarakat sebagai refresentasi fungsi ulama dalam kehidupan kenegaraan. Untuk maksud yang sama MUI juga<span style=""> </span>selalu memelihara hubungan yang baik dengan pemerintah. Di samping itu MUI berupaya agar menjadi penghubung kepentingan umat Islam dengan senantiasa merespons setiap kebijakan pembangunan yang dilahirkan oleh pemerintah Orde Baru.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Untuk menciptakan hubungan yang kondusif dengan berbagai kalangan, pada tahun-tahun permulaan berdirinya pengurus MUI senantiasa datang berkunjung ke berbagai organisasi Islam. Organisasi Islam yang dikunjungi adalah<span style=""> </span>Muhammadiyah, NU,<span style=""> </span>SI, Persatuan Tarbiyah Islamiah (Perti), Dewan Dakwah Islamiah Indonesia (DDII), Al Irsyad, Al Washliyah, Gabungan Usaha Perbaikan Pendidikan Islam (GUPPI), Perguruan Tinggi Dakwah Islam (PTDI), Pembina Iman Tauhid Islam (PITI), dan sjumlah organisasi wanita Islam serta organisasi mahasiswa/pelajar Islam. Beberapa waktu kemudian MUI mengundang organisasi-organisasi Islam ke sekretariat MUI untuk membicarakan berbagai persoalan kebangsaan yang menyangkut eksistensi umat Islam di Indonesia.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent" style="text-indent: 0cm; line-height: normal;"><span style="font-size: 10pt;"><span style=""> </span>Program penting MUI dalam rangka pelaksanaan <i>syiar</i><span style=""> </span>keagamaan tercermin dari hasil Rapat Kerja Nasional (Rakernas), dan Rapat Paripurna MUI. Pada periode awal kepengurusan, MUI mengadakan tiga kali Rakernas, yakni pada tahun 1976, 1977, 1978. Rapat Kerja pertama berlangsung pada bulan Juli 1976 dan dimaksudkan untuk memantapkan eksistensi MUI dan hubungan kerja dengan MUI Daerah. Hal terpenting dari Rakernas I MUI adalah disahkannya Pedoman Rumah Tangga MUI dan mekanisme kerja kesekretariatan. Rapat Kerja ini memutuskan pula<span style=""> </span>sejumlah sikap MUI tentang memelihara dan membina kesadaran dan disiplin nasional, film-film dan media komunikasi massa , Pemilu 1977, integrasi Timor Timur, musibah di Bali dan Irian Jaya, Masjidil Aqsa di Libanon. Pada Rapat Kerja Nasional yang pertama tersebut, MUI tampak berupaya untuk tidak membicarakan konteks pemahaman keislaman secara sempit dalam arti ibadah semata, tetapi sudah menjangkau dimensi sosial. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent" style="text-indent: 0cm; line-height: normal;"><span style="font-size: 10pt;"><span style=""> </span>Rakernas ke-2 berlangsung pada bulan Agustus 1977 dalam suasana keresahan masyarakat sebagai ekses pemilihan umum. Oleh karena itu Rakernas dititikberatkan pada usaha untuk menciptakan kerukunan nasional. Seperti halnya pada Rakernas yang ke-1, pada Rakernas yang ke-2 masalah organisasi, agama, pembangunan, dan ketahanan nasional menjadi perhatian. Pada bidang agama dibahas<span style=""> </span>pendayagunaan zakat, hukum zakat hubungannya dengan perundang-undangan, Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran, peraturan wakaf dan dakwah Islamiyah di daerah. Pada bidang pertahanan dan keamanan nasional dibahas perananan ulama dalam pembangunan nasional, ulama dan pendidikan non formal, ulama dan penanggulangan narkotika, serta ulama dan trasmigrasi. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent" style="text-indent: 0cm; line-height: normal;"><span style="font-size: 10pt;"><span style=""> </span>Rakernas<span style=""> </span>yang ke-3 dilangsungkan pada bulan Oktober 1978 di Cipayung Bogor membahas pokok permasalahan yang berhubungan erat dengan persiapan Sidang Umum MPR tahun 1978, yaitu mengenai P4, UUD 1945, dan GBHN, dakwah Islamiyah, kerukunan antarumat beragama dan kebijakan umum lainnya yang menyangku tatanan sosial kehidupan bermasyarakat dan bernegara khususnya yang berkaitan dengan kepentingan umat<span style=""> </span>Islam.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Adakalanya untuk memecahkan problem kemasyarakatan, MUI mengadakan kegiatan lokakarya seperti, Lokakarya Dakwah Islam di Masyarakat Kota, Lokakarya Pendidikan Agama di Lingkungan Rumah Tangga, Seminar Kewiraswastaan, Pekan Ulama/Khatib, Diskusi Panel Pembaruan Sistem Pendidikan Nasional, Seminar Mass Media Islam, Seminar Sejarah Islam di Indonesia, dan sejumlah kegiatan fungsional lainnya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Berbagai kegiatan<span style=""> </span>yang dilaksanakan tersebut, tampaknya tidak terlepas dari nuansa politis kebijakan pemerintah, misalnya pelaksanaan Lokakarya Dakwah Islam. Lokakarya ini diselenggarakan berkaitan dengan keterkekangan dakwah Islam yang harus meminta izin terlebih dahulu kepada aparat keamanan. Pekan Khatib dilaksanakan berkaitan dengan isi/ulasan materi para khatib yang berkecenderungan “menyerang” Pancasila yang dipertentangkan dengan nilai-nilai keislaman, begitu pula dengan kegiatan Diskusi Panel Pembaruan Sistem Pendidikan Nasional diselenggarakan berhubungan erat dengan rencana pemerintah untuk membuat sistem perundangan tentang pendidikan nasional.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Apakah kegiatan tersebut murni inisiatif MUI ataukah hanya pesanan pemerintah dalam rangka memberikan pengarahan terhadap umat Islam agar menerima setiap kebijakan yang diterapkan pemerintah?.<span style=""> </span>Ilyas Ruhyat seorang ulama yang berkecimpung mulai dari MUI tingkat kabupaten, propinsi sampai MUI Pusat,<span style=""> </span>mengemukakan<span style=""> </span>argumennya sebagai berikut; <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent3"><span style="font-size: 10pt;">Semua program yang dilaksanakan oleh MUI pada dasarnya untuk mencari nilai manfaat bagi kepentingan umat Islam. Pada konteks kegiatan MUI di daerah, maka pelaksanaannya ditujukan untuk kepentingan masyarakat daerah setempat. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa ada beberapa program yang dilaksanakan oleh MUI<span style=""> </span>tidak terlepas dari keinginan pemerintah untuk <b><i>menggolkan</i></b> kebijakan tertentu agar bisa diterima oleh masyarakat.<span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Kegiatan lainnya<span style=""> </span>yang bersifat insidentil ternyata<span style=""> </span>tidak hanya dilakukan dalam konteks regional maupun dalam negeri semata. Pada periode MUI tahun 1975 – 1980 MUI telah mulai mengadakan kontak<span style=""> </span>dengan umat Islam<span style=""> </span>di luar negeri dan mengikuti kegiatan Islam internasional diantaranya, Kongres Risalatul Masjid di Mekkah pada bulan Sepetember 1976, Festival Kebudayaan Islam di London pada tahun 1975, Konferensi Islam se-Dunia di Kairo pada bulan Oktober 1977, dan konferensi Islam se-Asia di Karachi pada bulan Juli 1978. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Dari semua kinerja MUI pada periode 1975 – 1980 tampak bahwa MUI mencoba untuk mengambil suatu sikap yang kritis dan konstruktif.<span style=""> </span>Realisasi program kerja tidak hanya menyangkut mengupayakan eksistensi MUI di dalam negeri tetapi sudah mengarah kepada membuka jaringan kerjasama dengan ulama-ulama di Timur Tengah.<span style=""> </span>Suatu hal yang perlu dicatat, bahwasannya rentang waktu 1975 -1980, bagi MUI adalah periode penanaman kepercayaan kepada masyarakat dan pemerintah. Keberadaan<span style=""> </span>MUI berada pada periode kritis hubungan Islam dan negara. Konsekuens dari keadaan tersebut mengharuskan organisasi ini berada pada kubu pengharapan pemerintah dan ketidakpercayaan akan independensi penuh para ulama dari komunitas masyarakat muslim. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Munas II MUI pada tahun 1980 di </span><st1:city><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Jakarta</span></st1:place></st1:city><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"> secara aklamasi tetap memilih Buya Hamka sebagai ketua umumnya. Munas ini berhasil pula menyempurnakan Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga MUI, merumuskan program kerja, dan sejumlah rekomendasi.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Pada dasarnya kebijakan dan kegiatan periode ini melanjutkan apa yang telah diputuskan dan dirintis periode sebelumnya. Pelaksanaan Rakernas I dilaksanakan pada tahun 1981 dengan agenda membahas<span style=""> </span>program organisasi, masalah kesekretariatan, penelitian pengembangan, fatwa dan hukum, kerukunan hidup antarumat beragama, pembinaan generasi muda, dan hubungan ulama dan pemerintah, serta hubungan luar negeri.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Rakernas ke-2 dilaksanakan pada tahun 1982. Rumusan yang dilakasanakan dalam Rapat Kerja ke-2 ini tidak ada perubahan yang berarti. Perbedaannya dari segi peserta lebih diperluas dengan mengikutsertakan pimpinan Majelis Ulama Daerah Tingkat II. Diikutserakannya Majelis Ulama Daerah dengan maksud agar program MUI lebih luas jangkauannya sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pada Rakernas ke-2 ini, pucuk pimpinan MUI telah diganti. Buya Hamka diganti oleh Syukri Gazali, seorang ulama konservatif<span style=""> </span>dari NU. Hamka diganti oleh Syukri Gazali karena ia mengundurkan diri sehubungan dengan kasus Fatwa Natal. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Peristiwa ini pula rupanya yang mengilhami Syukri Gazali untuk melibatkan ulama daerah pada Rakernas MUI ke-2. Upaya ini ditempuhnya sebagai langkah awal konsolidasi ulama daerah dengan ulama pusat atas pertimbangan pemerintah.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Menindaklanjuti Rakernas ke-2, pada tahun 1984 diadakan Rakernas MUI ke-3. Rakernas ini menitikberatkan pada upaya pemantapan organisasi, peningkatan peran ulama dan <i>zu’ama</i>, serta umat Islam pada umumnya dalam pembangunan nasional.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Hal menarik yang perlu diungkapkan selama periode II kepengurusan MUI tahun 1980 – 1985 adalah pergantian pucuk pimpinan. Pergantian<span style=""> </span>pucuk pimpinan MUI dari Hamka ke Syukri Gazali tidak berlansung sampai masa akhir kepengurusan. Syukri Gazali meninggal dunia dan digantikan oleh K.H Hasan Basri. Tipologi kepempimpinan dari ketiga tokoh tersebut terdapat perbedaan yang sangat menyolok. Hamka adalah pribadi yang tegas, Syukri Gazali berkecenderungan pendiam, dan KH. Hasan Basri terkesan sangat akomodatif terhadap kepentingan pemerintah.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Kinerja<span style=""> </span>penting yang menandai periode 1980 – 1985<span style=""> </span>adalah dibukanya kerjasama MUI dengan Kopkamtib<span style=""> </span>dalam menangani berbagai masalah ketahanan nasional. Beberapa kasus yang melibatkan sekelompok umat Islam telah memberikan pengertian yang salah bagi pemerintah, bahwa Islam fundamentalis dan merongrong kewibawaan pemerintah RI. Untuk itulah pihak Dephankam menarik MUI untuk terlibat di dalam penyelidikan masalah tersebut.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Kegiatan lain yang cukup penting bagi MUI dan merupakan peletak dasar<span style=""> </span>kekuatan intelektual muslim adalah Pertemuan I Cendekiawan Muslim. Pertemuan ini diadakan pada bulan Desember 1984 bekerjasama dengan LP3ES, PPA, UIA, UIKA dan LSAF. Keputusan dari pertemuan ini dirumuskan perlunya dibentuk tim konsultasi cendekiawan muslim baik tingkat pusat maupun daerah guna menjawab problem umat dalam pembangunan. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Pada tahun 1985, MUI mengadakan kembali pertemuan dengan para cendikiawan Muslim. Hasil dari pertemuan ini merumuskan pendapat bahwa kedudukan MUI harus dipertegas sebagai penghubung antara umat Islam dan pemerintah disamping fungsi lain sebagai penggerak ukhuwah, dakwah dan pendidikan.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent" style="text-indent: 0cm; line-height: normal;"><span style="font-size: 10pt;"><span style=""> </span>Pada tanggal 19 - 23 Juli 1985 di Jakarta berlangsung Munas III MUI.<span style=""> </span>Munas tersebut menghasilkan kepengurusan baru MUI periode 1985 - 1990 di bawah kepemimpinan Hasan Basri. Pada periode ini tampaknya MUI mengambil strategi lebih akomodatif terhadap pemerintah. Hal ini ditandai dengan diterimanya asas Pancasila secara mudah oleh MUI. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent" style="text-indent: 36pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 10pt;"><span style=""> </span>Kinerja MUI pada periode ini<span style=""> </span>berbeda dengan periode sebelumnya yang memfokuskan<span style=""> </span>masalah nasehat dan fatwa. Pada periode ini penekanan fungsi MUI mengutamakan kepada segi pembinaan dan bimbingan umat.<span style=""> </span>Kegiatannya difokuskan kepada dakwah Islamiyah, ukhuwah Islamiyah, konsultasi antar umat beragama, pengkajian dan pemecahan masalah keagamaan serta kemasyarakatan. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent" style="text-indent: 36pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 10pt;">Kinerja MUI yang cukup menonjol pada periode ini adalah dengan dibentuknya lembaga Pengkajian Makanan, Obat-obatan dan kosmetika. Lembaga ini bertujuan untuk mengawasi peredaran makanan dan obat-obatan agar memenuhi standar halal yang ditetapkan MUI. Kehadiran lembaga ini disambut antusias umat Islam.<span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Pada periode ini, kinerja MUI diwarnai pula oleh berbagai kegiatan kerjasama antara MUI dengan instansi pemerintah. Tampaknya MUI pada periode ini memfokuskan diri agar mendapat dukungan dari pemerintah dengan melakukan kerjasama dalam berbagai bidang. Misalnya kerjasama di bidang dakwah, ukhuwah islamiyah, haji, dan pendidikan, MUI bekerjasama dengan Departemen Agama. Kerjasama dengan Departemen Kesehatan meliputi bidang imunisasi, gizi, dan kesehatan anak. Pada bidang hukum, MUI bekerjasama dengan Departemen Kehakiman, serta kerjasama lainnya dilakukan oleh MUI dengan Departemen Transmigrasi, BKKBN, serta Departemen Koperasi. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Sejumlah kinerja tersebut yang menarik untuk dikaji adalah masalah responsi MUI terhadap sejumlah kebijakan yang dinilai publik Islam merugikan umat. Seperti telah di singgung pada bab terdahulu, terdapat sejumlah kebijakan pemerintah Orde Baru yang merugikan umat Islam sehingga menyebabkan ketidakharmonisan hubungan umat Islam dan pemerintah. Fakta responsi MUI terhadap kebijakan pemerintah<span style=""> </span>akan memberikan gambaran terhadap sejumlah sikap ulama dan eksistensi ulama dalam konstelasi politik Orde Baru dalam kehidupan kebangsaan. Hal ini juga akan<span style=""> </span>memberikan sejumlah gambaran tentang peran ulama Orde Baru dalam mewujudkan kondusifitas hubungan umat Islam dan negara. Analisis masalah ini dipaparkan lebih lanjut pada Bab IV. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 7pt; text-align: justify;"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 7pt; text-align: justify;"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">2.2 Fatwa MUI<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Fatwa MUI merupakan bagian akhir dari pendirian ulama terhadap suatu masalah tertentu dan memberikan nasihat kepada pemerintah tentang peraturan hukum agama untuk dipertimbangkan dalam menyusun suatu kebijakan. Fatwa MUI dikeluarkan atas inisiatif sendiri ataupun saran dan masukan dari masyarakat, organisasi keilslaman lainnya, bahkan dari pemerintah. Oleh karena itu karena Fatwa MUI memiliki kekuatan hukum dan moral bagi umat Islam, kekuatan dari<span style=""> </span>eksintensi MUI dinilai dari<span style=""> </span>sikap/pendapat<span style=""> </span>MUI dalam bentuk fatwa.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Sejumlah fatwa dan pernyataan sikap serta implimentasi sejumlah program kerja MUI memperlihatkan sejauhmana hubungan antara ulama dan pemerintah. Sikap dan kebijakan MUI terkadang tarik ulur dengan kepentingan pemerintah. Disatu pihak ada kenyataan bahwa pemerintah senantiasa menunjukkan<span style=""> </span>penghargaan yang tinggi<span style=""> </span>terhadap MUI dan memberikan bantuan keuangan, tetapi dipihak lain MUI selalu berada di bawah tekanan untuk membenarkan politik pemerintah<span style=""> </span>dilihat dari sudut agama<a style="" href="#_ftn4" name="_ftnref4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">[4]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Penyusunan dan pengeluaran fatwa-fatwa<span style=""> </span>MUI dilakukan oleh Komisi Fatwa. Komisi ini diberi tugas untuk merundingkan dan mengeluarkan fatwa mengenai persoalan-persoalan hukum Islam yang dihadapi masyarakat. Persidangan-persidangan Komisi Fatwa diadakan menurut keperluan atau bila MUI diminta pendapatnya oleh umum atau pemerintah mengenai persoalan tertentu.<span style=""> </span>Untuk mengeluarkan suatu fatwa, MUI mengadakan persidangan selama satu kali<span style=""> </span>atau bahkan beberapa kali. Dalam persidangan untuk menghasilkan sebuah fatwa disamping hadir para ketua dan anggota dari Komisi Fatwa juga hadir para ulama bebas dan ilmuan sekular, yang ada hubungannya dengan masalah yang dibicarakan<a style="" href="#_ftn5" name="_ftnref5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">[5]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>.<span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent" style="text-indent: 0cm; line-height: normal;"><span style="font-size: 10pt;"><span style=""> </span>Adanya kecenderungan<span style=""> </span>MUI dalam mengeluarkan fatwanya bersifat pasif, timbul suatu penilaian bahwa, fatwa yang dikeluarkan MUI adalah sebagai alat untuk menjustifikasi kebijakan-kebijakan pemerintah, misalnya fatwa tentang Keluarga Berencana (KB). Sehingga terhadap fatwa semacam ini menimbulkan pertentangan pandangan dalam tubuh MUI yang di dalamnya terdapat elemen-elemen ulama, dan kritikan publik terhadap MUI. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent" style="margin-top: 6pt; text-indent: 0cm; line-height: normal;"><span style="font-size: 10pt;"><span style=""> </span>Mengenai kontroversi sebuah fatwa, Ibrahim Husen<span style=""> </span>mengatakan:<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent" style="margin: 0cm 0cm 6pt 36pt; text-indent: 0cm; line-height: normal;"><span style="font-size: 10pt;">Fatwa yang dikeluarkan oleh MUI itu merupakan hasil pemikiran secara seksama<span style=""> </span>antara ulama yang ada di MUI khususnya Komisi Fatwa. Kalau selanjutnya ada fatwa yang kontroversi, itu lebih karena interpretasi terhadap landasan dalil-dalil yang dijadikan argumen sebuah fatwa. Ulama yang komit terhadap tanggungjawab keumatan, tentu akan lebih mementingkan kebenaran dan kemaslahatan dari fatwa yang dikeluarkan. Tidak bisa dipungkiri sepanjang berdirinya MUI, ada fatwa yang dianggap lebih condong kepada pemerintah. Kenyataan inilah yang sulit difahami<span style=""> </span>keinginan dari pemerintah dan kekhawatiran umat Islam akan<span style=""> </span>dampak yang ditimbulkan<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span><span style=""> </span>Fatwa merupakan simpulan akhir dari pendapat MUI, untuk menghindari<span style=""> </span>kontroversi sebuah fatwa, sebenarnya telah ditetapkan prosedur penetapan fatwa. Menurut prosedurnya fatwa mengenai masalah yang berkenaan dengan kepentingan umat secara nasional ditetapkan oleh MUI Pusat dan mengenai masalah daerah ditetapkan<span style=""> </span>oleh MUI Daerah yang bersangkutan. Ketetapan suatu fatwa<span style=""> </span>ditentukan oleh Dewan Pimpinan MUI<span style=""> </span>setelah dibahas di Komisi Fatwa. Selanjutnya oleh Dewan Pimpinan, fatwa tersebut disampaikan kepada pemerintah atau kepada masyarakat luas<a style="" href="#_ftn6" name="_ftnref6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">[6]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>.<span style=""> </span>Meskipun demikian, karena fatwa yang di keluarkan MUI sifatnya dilakukan oleh lembaga formal tempat berhimpunnya para ulama dari berbagai elemen ormas Islam, kontroversi sebuah fatwa tetap terjadi. Kontroversi Fatwa MUI memperlihatkan sejumlah kepentingan politis pemerintah terhadap umat Islam, juga menggambarkan sampai sejauhmana kekuatan prinsip ulama terhadap keinginan pemerintah dalam melegitimasi suatu kebijakan menyangkut umat Islam. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Prinsip ulama terhadap suatu masalah adakalanya dilakukan tidak menggunakan fatwa, tetapi bersifat keputusan. Hal ini tampaknya dilakukan oleh MUI mengingat kadar sebuah fatwa lebih kuat dan menyangkut masalah ibadah. Biasanya sikap ulama MUI dalam bentuk keputusan ditujukan kepada hal-hal yang erat kaitannya dengan masalah kebangsaan. Rupanya hal ini dilakukan untuk menjaga keharmonisan hubungan MUI dan pemerintah. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Fatwa yang di keluarkan oleh MUI<span style=""> </span>dapat di golongkan ke dalam </span><st1:city><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">lima</span></st1:place></st1:city><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"> bidang masalah yakni, mengenai masalah ibadah, seni-budaya, politik, dan sosial kemasyarakatan, dan faham keagamaan.<span style=""> </span>Berikut ini tabel yang memperlihatkan<span style=""> </span>fatwa-fatwa<span style=""> </span>MUI: <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Tabel 1.<span style=""> </span>Penggolongan dan Produktivitas Fatwa MUI<o:p></o:p></span></b></p> <h1 style="line-height: normal;"><span style="font-size: 10pt;">Tahun 1975 –1990<o:p></o:p></span></h1> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt;"><o:p> </o:p></span></p> <h1 style="line-height: normal;"><span style="font-size: 10pt;"><o:p> </o:p></span></h1> <table class="MsoNormalTable" style="border: medium none ; margin-left: 5.4pt; border-collapse: collapse;" border="1" cellpadding="0" cellspacing="0"> <tbody><tr style=""> <td style="border: 1pt solid windowtext; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.65pt;" valign="top" width="66"> <h3 style="margin-top: 6pt;"><span style="font-size: 10pt;">Tahun<o:p></o:p></span></h3> </td> <td style="border-style: solid solid solid none; border-color: windowtext windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: 1pt 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 2cm;" valign="top" width="76"> <p class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Ibadah<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: solid solid solid none; border-color: windowtext windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: 1pt 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.65pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Seni Budaya<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: solid solid solid none; border-color: windowtext windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: 1pt 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 70.8pt;" valign="top" width="94"> <p class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Kebijakan Politik Pemerintah<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: solid solid solid none; border-color: windowtext windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: 1pt 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 63.75pt;" valign="top" width="85"> <p class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Sosial Kemasyarakatan<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: solid solid solid none; border-color: windowtext windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: 1pt 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 70.85pt;" valign="top" width="94"> <p class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Faham Keagamaan<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: solid solid solid none; border-color: windowtext windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: 1pt 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.7pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Jumlah<o:p></o:p></span></b></p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="border-style: none solid solid; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext; border-width: medium 1pt 1pt; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.65pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 10pt;">1975<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 2cm;" valign="top" width="76"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.65pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 70.8pt;" valign="top" width="94"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 63.75pt;" valign="top" width="85"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 70.85pt;" valign="top" width="94"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.7pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="margin-left: -26.7pt; text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;"><span style=""> </span>0<o:p></o:p></span></p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="border-style: none solid solid; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext; border-width: medium 1pt 1pt; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.65pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 10pt;">1976<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 2cm;" valign="top" width="76"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">2<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.65pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">1<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 70.8pt;" valign="top" width="94"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 63.75pt;" valign="top" width="85"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">3<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 70.85pt;" valign="top" width="94"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.7pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">6<o:p></o:p></span></p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="border-style: none solid solid; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext; border-width: medium 1pt 1pt; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.65pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 10pt;">1977<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 2cm;" valign="top" width="76"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">1<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.65pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 70.8pt;" valign="top" width="94"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 63.75pt;" valign="top" width="85"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">1<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 70.85pt;" valign="top" width="94"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.7pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">2<o:p></o:p></span></p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="border-style: none solid solid; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext; border-width: medium 1pt 1pt; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.65pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 10pt;">1978<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 2cm;" valign="top" width="76"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">1<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.65pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 70.8pt;" valign="top" width="94"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">1<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 63.75pt;" valign="top" width="85"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">1<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 70.85pt;" valign="top" width="94"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">1<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.7pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">2<o:p></o:p></span></p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="border-style: none solid solid; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext; border-width: medium 1pt 1pt; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.65pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 10pt;">1979<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 2cm;" valign="top" width="76"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">3<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.65pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 70.8pt;" valign="top" width="94"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 63.75pt;" valign="top" width="85"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">2<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 70.85pt;" valign="top" width="94"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">1<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.7pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">4<o:p></o:p></span></p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="border-style: none solid solid; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext; border-width: medium 1pt 1pt; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.65pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 10pt;">1980<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 2cm;" valign="top" width="76"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.65pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 70.8pt;" valign="top" width="94"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 63.75pt;" valign="top" width="85"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">5<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 70.85pt;" valign="top" width="94"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">1<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.7pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">6<o:p></o:p></span></p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="border-style: none solid solid; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext; border-width: medium 1pt 1pt; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.65pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 10pt;">1981<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 2cm;" valign="top" width="76"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">3<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.65pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 70.8pt;" valign="top" width="94"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 63.75pt;" valign="top" width="85"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">4<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 70.85pt;" valign="top" width="94"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.7pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">7<o:p></o:p></span></p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="border-style: none solid solid; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext; border-width: medium 1pt 1pt; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.65pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 10pt;">1982<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 2cm;" valign="top" width="76"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.65pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 70.8pt;" valign="top" width="94"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 63.75pt;" valign="top" width="85"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">4<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 70.85pt;" valign="top" width="94"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.7pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">4<o:p></o:p></span></p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="border-style: none solid solid; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext; border-width: medium 1pt 1pt; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.65pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 10pt;">1983<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 2cm;" valign="top" width="76"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">2<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.65pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">1<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 70.8pt;" valign="top" width="94"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 63.75pt;" valign="top" width="85"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">2<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 70.85pt;" valign="top" width="94"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">1<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.7pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">6<o:p></o:p></span></p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="border-style: none solid solid; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext; border-width: medium 1pt 1pt; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.65pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 10pt;">1984<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 2cm;" valign="top" width="76"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">1<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.65pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 70.8pt;" valign="top" width="94"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 63.75pt;" valign="top" width="85"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">3<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 70.85pt;" valign="top" width="94"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">1<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.7pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">5<o:p></o:p></span></p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="border-style: none solid solid; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext; border-width: medium 1pt 1pt; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.65pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 10pt;">1985<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 2cm;" valign="top" width="76"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.65pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 70.8pt;" valign="top" width="94"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 63.75pt;" valign="top" width="85"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 70.85pt;" valign="top" width="94"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.7pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">0<o:p></o:p></span></p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="border-style: none solid solid; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext; border-width: medium 1pt 1pt; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.65pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 10pt;">1986<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 2cm;" valign="top" width="76"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.65pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 70.8pt;" valign="top" width="94"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 63.75pt;" valign="top" width="85"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 70.85pt;" valign="top" width="94"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.7pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">0<o:p></o:p></span></p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="border-style: none solid solid; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext; border-width: medium 1pt 1pt; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.65pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 10pt;">1987<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 2cm;" valign="top" width="76"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.65pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 70.8pt;" valign="top" width="94"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 63.75pt;" valign="top" width="85"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">1<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 70.85pt;" valign="top" width="94"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.7pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">1<o:p></o:p></span></p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="border-style: none solid solid; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext; border-width: medium 1pt 1pt; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.65pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 10pt;">1988<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 2cm;" valign="top" width="76"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.65pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 70.8pt;" valign="top" width="94"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 63.75pt;" valign="top" width="85"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">2<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 70.85pt;" valign="top" width="94"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.7pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">2<o:p></o:p></span></p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="border-style: none solid solid; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext; border-width: medium 1pt 1pt; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.65pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 10pt;">1989<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 2cm;" valign="top" width="76"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.65pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 70.8pt;" valign="top" width="94"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 63.75pt;" valign="top" width="85"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 70.85pt;" valign="top" width="94"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.7pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">0<o:p></o:p></span></p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="border-style: none solid solid; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext; border-width: medium 1pt 1pt; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.65pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 10pt;">1990<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 2cm;" valign="top" width="76"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.65pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 70.8pt;" valign="top" width="94"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 63.75pt;" valign="top" width="85"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 70.85pt;" valign="top" width="94"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">TF<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.7pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">0<o:p></o:p></span></p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="border-style: none solid solid; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext; border-width: medium 1pt 1pt; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.65pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 10pt;">Jumlah<o:p></o:p></span></b></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 2cm;" valign="top" width="76"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">13<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.65pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">2<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 70.8pt;" valign="top" width="94"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">1<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 63.75pt;" valign="top" width="85"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">26<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 70.85pt;" valign="top" width="94"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">4<o:p></o:p></span></p> </td> <td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 49.7pt;" valign="top" width="66"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;">45<o:p></o:p></span></p> </td> </tr> </tbody></table> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Keterangan</span></b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">: TF;<span style=""> </span>Tidak mengeluarkan fatwa .<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Sumber</span></b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">: Data diolah dari Himpunan Keputusan dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Tahun1994. Lebih lanjut tentang<span style=""> </span>permasalahan yang difatwakan<span style=""> </span>lihat lampiran 3 !<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Seperti tampak dalam tabel, fatwa-fatwa yang di keluarkan MUI relatif sedikit dibanding kompleksitas permasalahan kemasyarakatan baik dalam urusan ibadah maupun sosial. Fatwa MUI pada dekade 1970-an dibanding dekade 80-an, fatwa pada dekade 1980-an tampak tidak begitu produktif. Mengapa demikian? Tampaknya MUI ingin menghindari pengeluaran fatwa terlampau banyak. MUI terlampau sering mendapat kritikan dan gagal dalam mengadakan pilihan yang tepat terhadap persoalan-persoalan yang difatwakan, seperti fatwa tentang tinju. Sebab lainnya adalah sifat hubungan antara MUI Pusat dengan MUI Daerah<span style=""> </span>dalam mengeluarkan sebuah fatwa. Kewenangan MUI Daerah untuk dapat mengeluarkan fatwa berdasarkan karakterstik daerah setempat, terkadang berpengaruh secara nasional seperti halnya fatwa kodok<a style="" href="#_ftn7" name="_ftnref7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">[7]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>.<span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Hal yang menarik dari fatwa MUI adalah derajat keterpengaruhan dari pemerintah. Seperti telah disinggung di muka, bahwa fatwa MUI juga berperan sebagai legitimasi formal bagi kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Terhadap kebijakan tertentu khususnya yang melibatkan umat Islam secara khusus, pemerintah meminta bantuan MUI untuk mengeluarkan fatwanya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent" style="text-indent: 0cm; line-height: normal;"><span style="font-size: 10pt;"><span style=""> </span>Tabel berikut menggambarkan derajat keterpengaruhan pemerintah terhadap Fatwa MUI,<o:p></o:p></span></p> <h1 style="line-height: normal;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Times New Roman";"><span style=""> </span>Tabel 2:<span style=""> </span>Derajat Keterpengaruhan Pemerintah<o:p></o:p></span></h1> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 10pt;"><span style=""> </span>Terhadap Fatwa MUI</span></b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><o:p> </o:p></span></p> <h4 style="line-height: normal;"><span style="font-size: 10pt;"><span style=""> </span>F+I <span style=""> </span><span style=""> </span>FO<span style=""> </span><span style=""> </span>F-I<o:p></o:p></span></h4> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span><span style=""> </span>*__________________________*_________________________*</span></b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span><span style=""> </span><u>Keterangan:<o:p></o:p></u></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent" style="margin-left: 36pt; text-indent: -36pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 10pt;">F + I<span style=""> </span>: Tempat kedudukan fatwa dengan pengaruh yang terkuat dari<span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent" style="text-indent: 36pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 10pt;"><span style=""> </span>pemerintah.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">FO<span style=""> </span>: Fatwa yang bersifat netral<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">F – I<span style=""> </span>: Tempat kedudukan fatwa dengan pengaruh pemerintah yang terkecil<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 22.5pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Berdasarkan penelitian Atho Mudhar, sepanjang tahun 1975 – 1988, terdapat 8 fatwa yang mendapat pengaruh besar dari pemerintah, yakni:<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style="">1.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Tempat miqat (berganti pakaian pada saat ibadah haji dengan menggunakan kain ihram/kain putih yang tidak dijahit dan dililitkan ke tubuh)<span style=""> </span>di Jedah dan Bandara Udara.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style="">2.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Penjatuhan talaq tiga sekaligus.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style="">3.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Penyembelihan hewan qurban dengan mesin.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style="">4.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Pembudidayaan dan memakan daging kodok.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style="">5.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Keluarga Berencana.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style="">6.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Penggunaan IUD.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style="">7.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Gerakan Syiah di Iran.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style="">8.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Hukum makan daging kelinci.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 42.55pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Sedangkan fatwa yang relatif sangat kecil mendapat pengaruh dari pemerintah adalah fatwa tentang; (1) haramnya penguguran kandungan, (2) Larangan vasektomi dan tubektomi, (3) larangan bagi kaum muslimin hadir dalam perayaan </span><st1:city><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Natal</span></st1:place></st1:city><a style="" href="#_ftn8" name="_ftnref8" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">[8]</span></span><!--[endif]--></span></span></span></a><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Reaksi masyarakat terhadap fatwa-fatwa tersebut mempunyai kadar responsi yang berbeda. Hal yang paling menyolok mendapat reaksi dari masyarakat antara lain fatwa yang berhubungan erat dengan masalah kependudukan. Masyarakat menganggap bahwa MUI telah terjebak kepada keinginan pemerintah untuk mengeluarkan fatwa yang mendukung lancarnya program<span style=""> </span>keluarga berencana. Terhadap fatwa ini banyak da’i yang melakukan protes keras terhadap MUI dalam khutbah-khutbahnya, seperti yang di lakukan oleh H. Salim Qadar, tokoh Banten yang juga Ketua III KMI<a style="" href="#_ftn9" name="_ftnref9" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">[9]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>.<span style=""> </span>Fatwa lainnya yang mendapat respons<span style=""> </span>besar dari masyarakat adalah mengenai fatwa pembudidayaan dan memakan daging kodok. Fatwa ini menjadi kontroversi karena masalah fatwa<span style=""> </span>masalah kodok ini yang semula di keluarkan oleh MUI Sumatera Barat ternyata menjadi perbincangan umat secara nasional. Kekagetan umat Islam terhadap fatwa ini karena menganggap ketidaklaziman terhadap budi daya kodok. Masyarakat menuding fatwa ini hanya untuk mendukung program pemerintah khususnya Departemen Pertanian tentang budi daya kodok<a style="" href="#_ftn10" name="_ftnref10" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">[10]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>.<span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Dampak secara lebih luas sebagai ekses dari<span style=""> </span>fatwa yang dikeluarkan oleh MUI menimbulkan fluktuatif hubungan antara Islam dan negara sekaligus menggambarkan sejauh mana peran ulama dalam memandang realitas kehidupan berbangsa dan bernegara. Seperti digambarkan tadi, terdapat pula fatwa MUI yang bersifat politis yaitu fatwa tentang Sidang Umum MPR tahun 1978. Ini berarti MUI telah ikut dalam urusan kenegaraan. Alasan yang mendasar bagi MUI untuk mengeluarkan fatwa tentang SU MPR adalah situasi dan kondisi yang menghangat pasca Pemilu 1997 yang untuk kedua kalinya partai politik Islam mengalami kekalahan dan munculnya bermacam-macam pernyataan dari MUI Daerah tentang dampak pemilu dan harapan akan hasil Sidang Umum yang lebih akomodatif<a style="" href="#_ftn11" name="_ftnref11" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">[11]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Kekhawatiran dari umat Islam akan Sidang Umum MPR 1978 ketika munculnya kabar akan di masukkannya Aliran Kepercayaan dalam GBHN, rencana sumpah dan janji para penganut kepercayaan dengan menggunakan tata cara tersendiri, dan dirumuskannya Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Permasalahan ini menjadi kekhawatiran bagi kalangan Islam akan terjadinya sekularisassi agama<a style="" href="#_ftn12" name="_ftnref12" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">[12]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>. Tentu saja bagi MUI permasalahan tersebut merupakan permasalahan yang sangat esensial. Oleh karenanya MUI memandang perlu untuk mengeluarkan fatwa SU MPR 1978. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Adanya fatwa ini bagi pemerintah adalah sesuatu yang sangat menguntungkan. Karena ulama telah menghimbau kepada umatnya untuk dapat menyukseskan Sidang Umum MPR 1978. Apakah dengan dikeluarkannya fatwa ini sebagai respon kritis MUI ataukah sebuah legitimasi ulama untuk lancarnya program pemerintah ?. Tampaknya yang menjadi latarbelakang yang esesnsial dikeluarkannya fatwa ini adalah dampak dari kemenangan Golkar pada pemilu 1977 yang telah mengantarkan golongan non santri duduk di dalam lembaga legislatif maupun eksekutif. Golongan Islam sangat hawatir akan terjadinya sekulerisasi bahkan Kristenisasi dengan adanya bukti akan di masukannnya aliran kepercayaan ke dalam GBHN dan juga masalah P4. Bagi MUI, terciptanya suasana stabil akan dapat mampu lebih mengakomodatifkan kepentingan umat di dalam SU MPR.<a style="" href="#_ftn13" name="_ftnref13" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">[13]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Persoalan lain yang kontroversi<span style=""> </span>menyangkut Fatwa<span style=""> </span>bidang sosial yaitu<span style=""> </span>Porkas;<span style=""> </span>suatu kupon<span style=""> </span>undian yang diharapkan mampu memberikan sumbangan /tambahan bagi pendanaan kegiatan olah raga khususnya sepakbola. Perkembangan selanjutnya Porkas berganti nama menjadi Sumbangan Dana Sosial Berhadiah (SDSB). Pola penjualan kupon ini ternyata mengandung unsur untung-untungan, yang dalam kacamata agama dikategorikan bentuk judi dan hukumnya haram. Oleh karena itu kebijakan SDSB ini mendapat pertentangan keras dari umat Islam. Beberapa ormas Islam telah melakukan sikapnya dengan mengatakan SDSB itu haram. Sikap serupa ditunjukkan pula oleh MUI daerah Jawa Barat, DKI Jakarta, dan </span><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Yogyakarta</span></st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">. Terhadap masalah ini, MUI pusat yang notabene<span style=""> </span>refresentasi wakil ulama Islam tingkat nasional bertindak diam. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Ibrahim Husen salah seorang Ketua MUI komisi Fatwa malahan menilai bahwa Porkas bukan perjudian karena para pembeli kartu undian tidak berada pada satu tempat. Pernyataan ini menimbulkan kontroversial dan caci maki terhadap MUI. Pada saat itu ternyata hubungan MUI dengan pemerintah<span style=""> </span>lebih tampak kooptasi pemerintah terhadap MUI, sehingga MUI berada pada posisi terjepit dan lebih banyak mengambil sikap diam. Hasan Basri Ketua Umum MUI waktu itu mengakui bahwa MUI berada pada posisi sulit apabila nyata-nyata<span style=""> </span>kebijakan pemerintah bertentangan dengan kaidah prinsip nila-nilai keislaman.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span><b><o:p></o:p></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 26.25pt; text-indent: -26.25pt;"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">3<span style=""> </span>Format Kepolitikan Orde Baru<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6pt;"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>3.3.1 Pembentukan Format Baru Politik </span></b><st1:country-region><st1:place><b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Indonesia</span></b></st1:place></st1:country-region><b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">.<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span></span></b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Periodesasi perjuangan bangsa </span><st1:country-region><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Indonesia</span></st1:place></st1:country-region><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"> dalam mengisi kemerdekaan<span style=""> </span>sejak proklamasi hingga kokohnya pemerintah Orde Baru tidak terlepas dari pergumulan idiologi kebangsaan. Ide dasar penciptaan masa depan </span><st1:country-region><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Indonesia</span></st1:place></st1:country-region><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>yang telah mengalami perdebatan ideologis secara aktual tersebut telah melahirkan dikotomik pandangan ideologi. Perdebatan ideologis<span style=""> </span>melahirkan sejumlah “eksperimen” sistem kenegaraan. Tentang eksperimen ini acapkali disebutkan, khususnya dalam berbagai literatur sejarah untuk pendidikan sekolah<span style=""> </span>tingkat dasar hingga menengah senantiasa disebutkan, kegagalan penerapan sitem kenegaraan pada dua dasa warsa pertama kemerdekaan </span><st1:country-region><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Indonesia</span></st1:place></st1:country-region><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>sebagai akibat tidak cocoknya dengan kultur bangsa </span><st1:country-region><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Indonesia</span></st1:place></st1:country-region><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"> yang Bhineka Tunggal Ika.<span style=""> </span>Alasan kultural inilah<span style=""> </span>yang menjadi kekuatan bagi pemerintahan Soekarno untuk menggagalkan sidang konstituante<a style="" href="#_ftn14" name="_ftnref14" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">[14]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> dengan mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menganjurkan sidang konstituante untuk kembali kepada Pancasila dan<span style=""> </span>UUD 1945 ternyata tidak dilaksanakan. Soekarno malah mengedapankan Demokrasi Terpimpin dengan ide Nasakomnya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent" style="text-indent: 36pt; line-height: normal;"><span style="font-size: 10pt;">Puncak penyelewengan cita-cita pelaksanaan Pancasila dan UUD1945 adalah dengan terjadinya tragedi </span><st1:date year="1965" day="30" month="9"><span style="font-size: 10pt;">30 September 1965</span></st1:date><span style="font-size: 10pt;">. Peristiwa ini mengharuskan Presiden Soekarno<span style=""> </span>membuat </span><st1:city><st1:place><span style="font-size: 10pt;">surat</span></st1:place></st1:city><span style="font-size: 10pt;"> perintah kepada Letjen Soeharto sebagai Pangkostrad waktu itu untuk dapat memulihkan keamanan dan gejolak sosial yang menyertainya. </span><st1:city><st1:place><span style="font-size: 10pt;">Surat</span></st1:place></st1:city><span style="font-size: 10pt;"> perintah tersebut selanjutnya terkenal dengan Supersemar<a style="" href="#_ftn15" name="_ftnref15" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">[15]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>.<span style=""> </span>Diterimanya Supersemar oleh Letjen Soeharto menandai babak baru pemerintahan </span><st1:country-region><st1:place><span style="font-size: 10pt;">Indonesia</span></st1:place></st1:country-region><span style="font-size: 10pt;">. Mandat Presiden Soekarno berhasil dilaksankan oleh Soeharto dengan mengkonsolidasikan kekuatannya dan secara bertahap berhasil mengontrol situasi yang akhirnya berhasil mengambil alih kekuasaan dari pemerintah Orde Lama pada tahun 1966. Selanjutnya pada tahun 1967 Soeharto diangkat menjadi Pejabat<span style=""> </span>Presiden melalui Tap MPRS No.<span style=""> </span>/MPRS/1967 dan satu tahun kemudian diangkat menjadi presiden RI kedua.<b><o:p></o:p></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span></span></b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Beralihnya kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto telah melahirkan tatanan pemerintahan baru yang terkenal dengan Orde Baru.<span style=""> </span>Ciri pokok pemerintahan<span style=""> </span>Orde Baru adalah pembangunan politik Pancasila dan perencanaan perubahan masyarakat secara bertahap yang tertuang di dalam konsepsi pembangunan nasional. Pemerintah menetapkan faktor stabilitas nasional, stabilitas politik, penyederhanaan partai, tanggungjawab dan disilipn nasional<span style=""> </span>serta keamanan nasional sebagai faktor<span style=""> </span>terpenting dan esensial bagi pembangunan nasional yang disusun, dirumuskan dan dilaksanakan berdasarkan Pancasila. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span><span style=""> </span></span><st1:city><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Ada</span></st1:place></st1:city><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"> dua hal<span style=""> </span>penting<span style=""> </span>yang dijadikan acuan<span style=""> </span>di dalam merumuskan format politik Orde Baru yakni,<i> pertama,</i> format politik yang hendak dibangun<span style=""> </span>berangkat dari kerangka kerja konstitusional, yakni berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Bangunan politik yang hendak di operasionalkan merupakan manifestasi dari konstitusi yang disepakati bersama. Dengan demikian asas legalitas menjadi acuan pokok dalam berperilaku politik. <i>Kedua, </i>Format politik itu merupakan penopang<span style=""> </span>atau sebagai pra kondisi<span style=""> </span>bagi terlaksananya pembangunan ekonomi. Pembeda yang paling utama antara Orde Lama dan Orde Baru<span style=""> </span>adalah pada masa Orde Baru lebih berkecenderungan menekankan pembangunan ekonomi yang berorientasi ke luar ( <i>out ward looking development </i>), sementara Orde Lama lebih diarahkan ke dalam (<i>in ward looking development) </i>sebagaimana terlihat pada program nasionalisasi ekonomi dan pemberian fasilitas bagi pengusaha pribumi<a style="" href="#_ftn16" name="_ftnref16" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">[16]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Penciptaan format politik baru tersebut bersamaan dengan terbentuknya optimisme masyarakat akan kehidupan baru yang lebih baik dan lebih aman. Format politik yang tercipta telah melahirkan beberapa ciri politik Orde Baru,<span style=""> </span>antara lain<a style="" href="#_ftn17" name="_ftnref17" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">[17]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>:<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style="">1.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Militer umumnya mempunyai peranan yang sangat kuat di dalam eksekutif dan menjadi satu-satunya pemain utama di atas panggung politik nasional. Legitimasi militer dihadirkan melalui konsep Dwi Fungsi ABRI.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style="">2.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Membangun jaringan politik sipil<span style=""> </span>sebagai perpanjangan tangan ABRI melalui<span style=""> </span>Golkar.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style="">3.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Penjinakan radikalisme dalam politik melalui proses depolitisasi </span><st1:city><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">massa</span></st1:place></st1:city><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style="">4.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Pendekatan keamanan lebih dominan dibanding dengan pendekatan kesejahteraan dalam pembangunan politik<span style=""> </span>untuk menciptakan stabilitas politik.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style="">5.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Menggalang dukungan masyarakat melalui organisasi-oragnisasi sosial dalam jaringan korporatis . Korporatisme negara menyerap semua unsur dalam masyarakat, menjadikan birokrasi sebagai yang dilayani masyarakat. Posisi masyarakat sangat lemah, dalam setiap pengambilan keputusan nasional masyarakat hampir belum pernah dilibatkan.<span style=""> </span><span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 42.55pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Terwujudnya politik Orde Baru semacam itu tidak bisa dilepaskan dari ciri patrimonial birokrasi Orde Baru. Birokrasi patrimonial sifatnya dicirikan oleh<span style=""> </span>hubungan kekuasaan<span style=""> </span>yang diatur mengikuti hubungan pribadi antara “bapak”<span style=""> </span>dan “anak buah”. Struktur politiknya<span style=""> </span>mempunyai ciri kekuasaan dan kekayaan dipusatkan<span style=""> </span>pada sekelompok elit penguasa dengan tujuan mempertahankan kekuasaannya di masyarakat seraya membatasi pembagian hak-hak istimewa dalam bidang politik dan ekonomi kepada pihak diluar lingkaran penguasa. Dalam konsepsi seperti ini berdasarkan faktor kultural, maka pilihan elit merupakan mekanisme yang menentukan dalam sistem politik Orde Baru. Melalui pengendalian terhadap kekuatan penekan, elit negara mampu mewujudkan aparatur negara<span style=""> </span>yang sangat taat sehingga<span style=""> </span>tidak menghiraukan keinginan dari kekuatan kelompok sosial termasuk<span style=""> </span>kelompok Islam.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 42.55pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Melalui format semacam itu akhirnya Orde Baru tumbuh sebagai pemerintahan yang kuat.<span style=""> </span>Selama tiga dasa warsa berada di tampuk kekuasaan, ia telah berkembang menjadi keuatan raksasa (<i>leviathan) </i>sosial-budaya, ekonomi dan politik. Orde Baru telah berkembang menjadi aktor independen, mempunyai otonomi untuk mewujudkan kebijakan-kebijakannya kedalam bentuk tindakan-tindakan dengan cara yang diinginkannya. <b><o:p></o:p></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify;"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span><o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">3.2 Umat Islam dalam Dinamika Politik Masa Orde Baru<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">3.2.1 Kearah Terbentuknya Partai Politik Islam<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Pemerintahan Soeharto yang dikenal dengan pemerintah Orde Baru pada awalnya bekerjasama dengan umat Islam sebagai kekuatan anti komunis. Dekatnya hubungan antara umat Islam dengan Orde Baru dapat ditunjukkan dengan<span style=""> </span>dibebaskannya semua tahanan politik eks Masyumi seperti M. Natsir, Syarifudin Prawiranegara, dan Burhanudin Harahap. Mereka adalah<span style=""> </span>tahanan politik Orde Lama selama </span><st1:city><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">lima</span></st1:place></st1:city><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"> tahun<span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Kedekatan hubungan umat Islam dengan pemerintah Orde Baru melahirkan sebuah harapan masa depan cerah bagi kehidupan politik umat Islam. Semangat umum yang mendasari<span style=""> </span>para pemimpin politik umat Islam pada<span style=""> </span>waktu itu adalah mewujudkan demokrasi. Peran penting umat telah membangkitkan rasa percaya diri untuk tampil kepermukaan. Tumbangnya PKI dalam pentas politik nasional merupakan<span style=""> </span>salah satu hasil perjuangan umat Islam.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Kekuatan politik umat Islam di tingkat nasional<span style=""> </span>memperlihatkan usaha-usaha untuk menempatkan kembali posisi politiknya. Sepanjang tahun 1968 dan 1969 partai Islam mensponsori peringatan Hari Piagam Jakarta tiap tanggal 22 Juni. Isu ini mampu merapatkan barisan kekuatan umat Islam baik tradisional (NU) maupun modernis (mantan Masyumi) yang sebelumnya mengalami keretakan <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Usaha-usaha keras memperjuangkan Piagam </span><st1:city><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Jakarta</span></st1:place></st1:city><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"> terus dilakukan oleh para pemimpin politik Islam. Mereka memperjuangkan Piagam </span><st1:city><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Jakarta</span></st1:place></st1:city><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"> ke dalam agenda Sidang Umum MPRS 1968 melalui Komisi II. Akan tetapi usaha ini mendapat tantangan dari PNI, Kelompok Kristen, dan wakil ABRI. Hingga akhirnya pimpinan MPRS memutuskan untuk menunda pembicaraan mengenai GBHN<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Usaha yang dilakukan umat Islam pada SU MPRS 1968 menambah kuat kekhawatiran pemerintah akan timbulnya kembali kekuatan-kekuatan yang meragukan keberadaan Pancasila dan UUD 1945 sebagai falsafah hidup dan dasar Negara Indonesia. Bila pemerintah mengabulkan keinginan umat Islam, bukan tidak mungkin akan muncul kembali kekuatan ideologi lain yang menginginkan perlakuan yang sama. Untuk mengantisipasi masalah ini pemerintah Orde Baru melakukan strategi pembentukan konfederasi Golongan Karya sebagai mimbar politik<span style=""> </span>daripada memihak kepada partai politik yang ada.<span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Keinginan keras umat Islam untuk memperjuangkan Piagam Jakarta -sebagai sebuah simbol dasar keislaman- dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, adalah bagian dari strategi dalam mengartikulasikan kepentingan umat Islam melalui instrumen partai politik. Banyak ormas Islam yang meninggalkan Sekber Golkar sebagai mesin pemilu Orde Baru. Sekitar 13 ormas Islam melepaskan diri dari Sekber Golkar, akibatnya Golkar diisi oleh kelompok nasionalis sekuler dan Kristen<a style="" href="#_ftn18" name="_ftnref18" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">[18]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>. Mereka meninggalkan Sekber Golkar dengan keyakinan penuh bahwa dalam memperjuangkan aspirasi Islam akan lebih tepat melalui wadah partai Islam daripada Golkar yang sangat plural.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Pandangan demikian pada saat itu mencerminkan karakteristik umat Islam. </span><st1:city><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Ada</span></st1:place></st1:city><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"> dua karakteristik umat Islam dalam<span style=""> </span>kehidupan kebangsaan<a style="" href="#_ftn19" name="_ftnref19" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">[19]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>. <i>Pertama, sosialisasi dan institusionalisasi</i>. Pada aspek ini pandangan umat Islam terbagi dua, yaitu Islam kultural dan Islam struktural yang menekankan pada perubahan kesadaran dan tingkah laku umat tanpa keterlibatan negara dan tanpa perubahan sistem nasional menjadi sistem Islami.<i> Kedua,</i> <i>Gerakan Islam</i> bersifat Islam Kultural dan Islam politik. Secara kultural perjuangan Islam dilakukan melalui gerakan non politik, sementara Islam politik perjuangannya diwujudkan melalui parpol Islam yang diidentifikasikan melalui nama, asas, tujuan, ataupun simbol keislaman lainnya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span></span><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Para</span></st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"> pemimpin politik Islam memiliki anggapan kuat, bahwa konstelasi politik waktu itu merupakan momentum yang tepat untuk mengartikulasikan kepentingan umat Islam. Dengan strategi tersebut diharapkan umat Islam mampu bersaing dalam pemilu yang kompetitif.<span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Kebutuhan untuk membangun parpol Islam yang baru merupakan keinginan sejumlah tokoh umat Islam khususnya dari kalangan modernis. Mereka menginginkan dengan dibentuknya partai Islam yang baru dapat mengakomodasikan aspirasi politik Islam di luar tiga partai politik Islam yang telah ada yakni, NU, PSII, dan Perti. Mantan wakil </span><st1:place><st1:city><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Presiden</span></st1:city><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"> </span><st1:state><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">RI</span></st1:state></st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">, Muhammad Hata dan para pendukung muslimnya berinisiatif untuk mendirikan Partai Demokrasi Islam Indonesia (PDII). Untuk menggolkan maksudnya ini, berbagai upaya dilakukan termasuk meminta dukungan terhadap Soeharto. Dukungan ini dimaksudkan agar kemungkinan kecil para pejabat lokal menentang keberadaan PDII .<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Dalam </span><st1:city><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">surat</span></st1:place></st1:city><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"> balasannya atas <i>‘proposal’</i> Hatta untuk mendirikan PDII, Soeharto memberikan komentar:<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">PDII tidak akan dapat menyatukan dan mengakomodasikan semua kekuatan Islam di luar partai-partai Islam yang ada, mengingat sejumlah reaksi terhadap gagasan berdirinya partai itu tidak positif. Semua ini menunjukkan gejala yang bisa menandai kesulitan bagi stabilitas politik....<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Pernyataan Soeharto yang demikian itu membuat kecewa umat Islam. Setelah gagal melalui PDII upaya lain yang dilakukan adalah dengan keinginan menghidupkan kembali Partai Islam Indonesia (PII) yang didirikan oleh para pemimpin Muhammadiyah pada tahun 1938. PII yang dihidupkan kembali ini, tidak mencitrakan Masyumi, melainkan memberi jalan kepada kelompok Muslim modernis lainnya yang menuntut perbaikan Partai Masyumi. Konsekuensi dari sikap ini, keinginan menghidupkan kembali PII gagal. Tokoh Ulama M. Natsir berhasil membujuk para tokoh Muhammadiyah untuk mendukung ide rehabilitasi Masyumi daripada<span style=""> </span>pendirian kembali PII<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Sebagai upaya ke arah rehabilitasi Masyumi, para tokoh Muslim membentuk Badan Koordinasi Amal Muslim (BKAM). Mereka melobi pemerintah dan mengeluarkan pernyataan tentang perlunya rehabilitasi Masyumi. Tetapi ternyata pemerintah masih memandang Masyumi dengan ‘<b><i>dosa-dosanya</i></b>’ pada masa lalu <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Pemerintah dalam </span><st1:city><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">surat</span></st1:place></st1:city><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"> Jawabannya tanggal 6 Januari 1967 yang ditujukan kepada Prawoto Mangkusasmito, mengatakan:<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent" style="margin-left: 35.45pt; text-indent: 0cm; line-height: normal;"><span style="font-size: 10pt;" lang="EN-GB">Pada kesempatan ini, saya juga ingin berterus terang menjelaskan kepada saudara, bahwa baik ABRI keseluruhan angkatan maupun keluarga prajurit-prajurit sungguh-sungguh telah memberikan banyak pengorbanan untuk menumpas pemberontakan itu... saya berharap saudara bisa memahami pemerintah pada umumnya dan ABRI pada khususnya, terhadap bekas partai politik Masyumi . Alasan juridis, ketatanegaraan, dan psikologis telah mebawa ABRI tidak dapat menerima rehabilitasi Partai Masyumi<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Tentu saja dengan penolakan tersebut mengindikasikan pemerintah tetap pada pendirian<span style=""> </span>bahwasannya para pemimpin Masyumi terlibat dalam pemberontakan PRRI tahun 1958. Adanya rehabilitasi Masyumi<span style=""> </span>pemerintah meyakininya akan menghidupkan kembali gerakan Masyumi baru yang merupakan ancaman politik. Sikap pemerintah yang demikian ini membuat para pemimpin dan anggota eks Masyumi terpaksa menerimanya sebagai realitas politik.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Hasrat umat Islam untuk bisa berpartisipasi dalam kehidupan politik kenegaraan melalui upaya-upaya pendirian dan rehabilitasi partai Islam tetap ditolak oleh pemerintah. Pemerintah<span style=""> </span>Orde Baru memilih mengedepankan kelompok kekaryaan karena dianggap lebih menyokong kepentingan pembangunan nasional daripada golongan partai politik yang dianggapanya mementingkan kepentingan ideologi. Padahal terdapat reaksi publik agar pemerintah Orde Baru bisa merehabilitasi parpol yang dibekukan. Reaksi opini teraktualisasi dalam bentuk<span style=""> </span>diadakannya berbagai seminar seperti yang dilakukan oleh UI, KASI, dan LIPI yang pada intinya mendukung rehabilitasi. Bahkan dalam seminar AD II di Bandung dibicarakan hal yang sama. Dua petinggi AD Letjen Soedirman dan A.H Nasution melalui Badan Koordinasi Amal Muslim (BKAM) mendukung upaya ini. Padangan lain berasal dari Persatuan Ahli Hukum </span><st1:country-region><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Indonesia</span></st1:place></st1:country-region><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"> (Persahi) yang menegaskan bahwa pembekuan Masyumi adalah ilegal dan inkonstitusionil. Rehabilitasi Parpol tersebut justru akan memeprkokoh sistem demokrasi Orde Baru.<span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span></span><st1:city><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Ada</span></st1:place></st1:city><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"> dua alasan pokok larangan pemerintah Orde Baru terhadap berbagai upaya dan usaha konsolidasi partai politik Islam.<i> Pertama,</i> terdapat perasaan anti partai yang meluas dikalangan inti koalisi Orde Baru, terutama perwira Angkatan Darat dan kaum intelektual Orde Baru<i>. Kedua</i>, adanya orang-orang disekeliling Soeharto yang didominasi tokoh-tokoh yang tidak simpati terhadap Islam.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span></span><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Para</span></st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"> pemimpin Muslim baru menyadari sikap politik Orde Baru itu sejak tahun 1968. Mereka sadar bahwa mereka tidak dapat diterima<span style=""> </span>sebagai mitra dalam kekuasaan negara<span style=""> </span>dan Islam yang kuat secara politik tidak mempunyai tempat di dalam sistem politik Orde Baru.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Solusi yang diberikan pemerintah terhadap keinginan umat Islam<span style=""> </span>dengan memberikan izin untuk terbentuknya partai baru, yaitu pendirian Partai Muslim Indonesia (Parmusi). Pendirian Parmusi dilakukan oleh kelompok tujuh yang diketuai oleh Prawoto Mangkusaswito (Pemimpin eks Masyumi) dan anggotanya terdiri dari KH. Faqih Usman, Anwar Haryono, </span><st1:place><st1:city><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Agus Sudono</span></st1:city><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">, </span><st1:state><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Ny</span></st1:state></st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">. Samsurizal, Marzuki Yatim, Hasan Basri dan E.Z Mutaqin. Mereka berharap<span style=""> </span>Parmusi sebagai reinkarnasi dari Masyumi.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent" style="text-indent: 0cm; line-height: normal;"><span style="font-size: 10pt;"><span style=""> </span>Niatan untuk menjadikan Parmusi sebagai reinkarnasi dari Masyumi menjadi kendala bagi mekanisme keorganisasiannya. </span><st1:place><span style="font-size: 10pt;">Para</span></st1:place><span style="font-size: 10pt;"> perwira militer yang ikut mengendalikan kekuasaan pada masa awal pemerintahan<span style=""> </span>Orde Baru yang umumnya mempunyai ikatan yang kuat dengan tradisi Jawa yang berlatar belakang kejawen menghendaki legalisasi bagi Parmusi ditunda sampai ada kepastian bukan Masyumi baru.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Pada tanggal 5 Februari 1968 pemerintah menyatakan bahwa Parmusi diizinkan berdiri dengan syarat tidak ada seorangpun mantan pemimpin Masyumi yang memegang peranan penting dalam<span style=""> </span>Parmusi. Pada Kongresnya di Malang tanggal 4-7 November 1968 tokoh penting Masyumi, Moh. Roem terpilih sebagai Ketua<span style=""> </span>Umum. Terpilihnya Roem ditolak oleh pemerintah. Setelah beberapa kali melobi, akhirnya keluar SK Presiden No. 70 Tahun 1968 yang menetapkan Djarnawai<span style=""> </span>dan Kusumo sebagai Ketua dan Sekretaris. Akan tetapi meski telah di SK-kan oleh presiden sebagai pengurus Parmusi definitif, muncul kubu<span style=""> </span>lain yang dimotori oleh H.J Naro dan Imran Kadir mempermasalahkan kepemimpinan Djarnawi. Djarnawi dianggap memusuhi ABRI. Manuver ini melahirkan konflik internal hingga keluar SK Presiden No. 77 yang menunjuk H.M.S Mintaredja seorang tokoh Muhammadiyah untuk memimpin Parmusi.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Konflik<span style=""> </span>internal Parmusi agaknya tidak terlepas dari kepentingan pemerintah. Sebuah manajemen konflik yang cukup bagus dijalankan oleh pemerintah agar partai Islam tidak siap dalam menghadapi pemilu 1971. Adanya konflik di dalam tubuh parpol Islam yang diidentikan sebagai kelanjutan Masyumi melahirkan citra bagi parpol Islam sebagai kekuatan politik yang tidak siap dengan program pembangunan. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Pada pemilu 1971, memang parpol Islam yang ikut tidak hanya satu partai, akan tetapi ada empat partai, yaitu: Partai NU, PSII, dan Perti, semula ketiga partai ini bergabung dalam Masyumi,<span style=""> </span>dan peserta lainnya adalah<span style=""> </span>Parmusi. Jumlah partai seluruhnya yang ikut dalam pemilu tahun 1971 adalah sepuluh partai.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Pelaksanaan pemilu tersebut merupakan strategi pemerintah Orde Baru<span style=""> </span>untuk dapat merubah sistem kepartaian guna mewujudkan stabilitas politik. </span><st1:city><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Ada</span></st1:place></st1:city><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"> dua fungsi pelaksanaan pemilu yaitu simbul demokratisasi dan legitimasi rezim Orde Baru. Karenanya dilakukan berbagai upaya agar tongkat komando yang telah berada ditangan ABRI/AD tidak lepas begitu saja lantaran pemilu yang belum matang. Pemerintah Orde Baru saat itu menyadari bahwa legitimasi pemerintah yang dipegang militer bagaimananpun juga harus mendapatkan dukungan sipil. Umat Islam sebagai mayoritas masyarakat sipil adalah harus dapat dikuasai . Oleh karenanya<span style=""> </span>dengan membentuk partai baru; Parmusi , pemerintah menciptakan asumsi bahwa aspirasi umat Islam tetap diperhatikan. Tampaknya<span style=""> </span>upaya menciptakan Parmusi sebagai kekuatan umat Islam tidak berhasil sehingga penguasa Orde Baru menjatuhkan pilihan untuk membenahi kembali Sekber Golkar.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Mencermati fenomena awal kepolitikaan Orde Baru tersebut suatu hal yang perlu dicatat, bahwa kebijakan dan otoritas yang dijalankannya sangatlah kuat dalam mengayomi berbagai kekuatan politik yang akan dan telah ada. Pembentukan Parmusi menunjukkan bahwa partai baru ini tidak lepas dari kepentingan pemerintah. Independensi partai ini tidak ada, Parmusi tidak dapat mengatur dan menentukan persoalan-persoalan sendiri tanpa intervensi dan kontrol dari pemerintah. Pembentukan Partai baru harus dengan keputusan presiden menyebabkan adanya kontrol moral antara pemerintah dengan partai yang dibentuknya. Akibatnya partai menjadi pelayan kepentingan-kepentingan pemerintah bukan memenuhi kebutuhan masyarakat.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><o:p> </o:p></span></p> <h2 style="margin-left: 90pt; text-indent: -54pt; line-height: normal;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 10pt;"><span style="">3.3.2.2<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 10pt;">Kecurigaan Rezim Orde Baru Terhadap Komitmen Sejarah<span style=""> </span><o:p></o:p></span></h2> <h2 style="margin-left: 0cm; line-height: normal;"><span style="font-size: 10pt;"><span style=""> </span>Umat<span style=""> </span>Islam<o:p></o:p></span></h2> <p class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Setelah berhasil memenangkan pemilu secara mayoritas pada tahun 1977 dengan mengalahkan kekuatan partai Islam, rezim Orde Baru terus memperkokoh diri melalui jalur ABRI – Birokrasi- Golkar (ABG). Kekalahan partai Islam pada pemilu tahun 1977 terus berlanjut hingga Sidang Umum MPR tahun 1978. Pada SU MPR tersebut telah berhasil dirumuskan beberapa kebijakan<span style=""> </span>pemerintah Orde Baru yang diwarnai beberapa ketegangan antara umat Islam dan pemerintah. Masalah aliran kepercayaan dan P4 telah menyita perhatian<span style=""> </span>para ulama dan menuduh pemerintah mendiskreditkan umat Islam. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 35.45pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Sikap <i>walk out</i> para ulama Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dalam beberapa pembicaraan materi persidangan dipandang sebagai penghinaan terhadap pemerintah dan ideologinya. Refleksi kemarahan pemerintah terhadap perilaku PPP dapat dilihat dari pidato Presiden Soeharto di luar teks, 27 Maret 1980 di Pekanbaru. Presiden Soeharto<span style=""> </span>mengatakan:<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: -35.45pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span><span style=""> </span>... dari perkembangan pembentukan Undang Undang<span style=""> </span>Kepartaian dan Golongan Karya sampai kepada pelaksanaan SU MPR masih membuktikan akan keragu-raguan akan pancasila, terutama proses Ketetapan MPR No. II mengenai Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), sampai pada <i>walk out . </i>Begitu pula dari penyelesaiaan UU Pemilu –yang terakhir ini juga belum merupakan usaha bersama dan kesepakatan kita dan ada yang <i>walk out. </i>Karena itulah …Kita harus meningkatkan kewaspadaan memilih patner, kawan, teman yang benar-benar mempertahankan Pancasila dan tidak sedikitpun ragu-ragu terhadap Pancasila …. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent" style="text-indent: 0cm; line-height: normal;"><span style="font-size: 10pt;"><span style=""> </span>Pandangan Presiden Soeharto yang demikian itu sebagai penguat kecurigaan pemerintah terhadap kekuatan sosial masyarakat yang menghendaki adanya kemerdekaan berekpresi dan<span style=""> </span>berdemokrasi di dalam wadah negara kesatuan Repbulik </span><st1:country-region><st1:place><span style="font-size: 10pt;">Indonesia</span></st1:place></st1:country-region><span style="font-size: 10pt;">. Pemerintah dengan kekuatan militernya acapkali memandang suatu prinsip musyawarah mufakat dengan<span style=""> </span>tidak menghiraukan partai-partai di luar Golkar melakukan penentangan terhadap setiap kebijakan pemerintah seperti<span style=""> </span>RUU. Begitu pula yang terjadi pada PPP yang mencoba menyampaikan sikapnya dipandang menentang Pancasila. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Untuk menguatkan persepsi yang sama terhadap masyarakat terhadap bahaya yang merongrong Pancasila, juru bicara rezim Soeharto tidak jemu-jemunya mengingatkan orang bahwa terdapat dua kelompok ekstrim; <i>pertama</i>, kelompok ekstrim kiri yaitu, sisa-sisa pengikut PKI setelah pemberontakan tahun 1965 beserta organisasi pendukungnya. <i>Kedua</i>, ekstrim kanan, yaitu kelompok Islam yang fundamemtalis.<span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Pada awal<span style=""> </span>dekade tahun 1980-an ada dua kelompok Islam yang dituduh sebagai ekstrim kanan. <i>Pertama,</i> Kelompok Warman<span style=""> </span>yang dituduh melakukan banyak pembunuhan. Namun penyelidikan terhadap kelompok ini tidak ada bukti yang memberatkan, sebab Warman telah di bunuh oleh ABRI ketika<span style=""> </span>berada di tempat persembunyiannya pada tahun<span style=""> </span>1981. <i>Kedua</i>, Kelompok Imron bin Muhammad Zein yang dituduh melakukan serangan terhadap salah satu Markas Polisi Cicendo Bandung dan menewaskan tiga orang petugas. Kemudian kelompok ini membajak pesawat pada bulan Maret 1981. Penyelidikan terhadap kasus ini tidak pernah tuntas karena </span><st1:city><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">lima</span></st1:place></st1:city><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"> orang yang dituduh pelaku ditembak di tempat. Dalam persidangan terungkap bahwa kelompok Imron hanya diperalat oleh Badan Intelejen dalam usaha pihak militer mendiskreditkan umat Islam.<span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Kecurigaan pemerintah terhadap umat Islam<span style=""> </span>di arahkan pula pada para ulama. Pemerintah khawatir akan isi-isi khutbah atau ceramah keagamaan<span style=""> </span>yang dilakukan oleh para da’i menghujat pemerintah. Melalui Kopkamtib pemerintah mengekang dakwah Islam dengan mengharuskan meminta izin terlebih dahulu.<span style=""> </span>Dakwah Islam dikerangkai agar tidak membicarakan masalah-masalah yang menyangkut Pancasila dan UUD 1945 atau Ketetapan MPR, membicarakn masalah politik, mengkritik pemerintah, mengecam dan menjelek-jelekan pejabat pemerintah, para pegawai dan aparat pemerintah. Terhadap mereka yang melanggar, tidak segan-segan pemerintah melakukan tindakan keras melalui jalur hukum dan dijerat dengan UU Subversif<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 42.55pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Tindakan pemerintah seperti itu antara lain<span style=""> </span>dilakukan terhadap para ulama Jawa Timur, mereka menjadi sasaran penculikan yang<span style=""> </span>dibekingi<span style=""> </span>oleh militer. Kasus lainnya adalah Gerakan usrah di Jawa Tengah. Gerakan ini dijiwai oleh semangat reformasi mengajak kembali kepada ajaran Islam secara holistik. </span><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Para</span></st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"> pengikutnya melakukan kegiatan berdakwah secara <i>halaqah,</i> berkelompok 5 – 7 orang. Pada dasarnya kelompok ini tidak berbicara masalah politik. Cita-cita mereka melaksanakan <i>syiar</i> Islam secara lebih sempurna, sehingga menimbulkan asumsi bahwa prinsip pengamalan ajaran Islam kelompok ini dianggap berseberangan dengan pemerintah. Mereka dianggap menentang Pancasila karena tidak mau menjadikan Pancasila sebagai landasan falsafah hidup.<span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 42.55pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Kecurigaan pemerintah terhadap Kelompok pengajian ini, tampaknya hanya merupakan kekhawatiran yang sangat berlebihan dari pihak militer. Pandangan Pangdam IV Diponegoro Mayen TNI H. Hartas di dalam pembicaraannya dengan Muspida, Muspika, Babinsa, dan Babinmas, Lurah, dan Camat se-Kodya Semarang menganjurkan aparat pemerintah mewaspadai segala bentuk pengajian Kelompok Usroh. Pihak militer tampaknya sangat <i>Islam phobi</i>. Militer<span style=""> </span>mencurigai<span style=""> </span>kelompok ini sebagai kelompok yang akan mempengaruhi sikap masyarakat terhadap Pancasila. Sedangkan dari pihak Departemen Agama melalui Humasnya, Drs. H. Shodiq berpandangan lebih hati-hati dalam menyikapi permasalahan kelompok pengajian Usrah ini. Shodiq mengatakan:<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Kegiatan pengajian kelompok atau <b><i>Usrah</i></b> bukan sesuatu yang perlu dicurigai selama tujuannya tidak menyimpang dari ajaran Islam dan tidak membuat resah masyarakat sekitarnya. Usrah dalam bentuk pengajian kelompok yang bertujuan untuk mendalam dan meningkatkan pengamalan Islam tidak perlu dicurigai bahkan perlu didukung.<span style=""> </span><i><span style=""> </span></i><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top: 8pt; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Kekuatan ulama lainnya yang mendapat perhatian serius dari pemerintah adalah Korp Mubaligh Indonesia (KMI). Lembaga ini didirikan untuk mengkonsolidasikan<span style=""> </span>kegiatan para mubaligh yang jumlahnya semakin bertambah. KMI berfungsi mengajak masyarakat kembali kepada agama dan berpegang teguh kepada garis Alquran<span style=""> </span>dan sunnah nabi. Anggota KMI terkenal pandai bicara. Mereka acapkali berbicara sangat kritis terhadap kebijakan pemerintah. Sikap kritis dari KMI yang diketuai Syafrudin Prawiranegara, seorang tokoh nasional yang memainkan peranan politik beberapa tahun lamanya setelah proklamasi kemerdekaan, mempunyai dampak dicurigainya lembaga ini sebagai pemicu isu yang memanas-manasi masyarakat. Sikap KMI yang disoroti oleh pemerintah adalah sikapnya terhadap asas tunggal. </span><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Para</span></st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"> mubaligh menilai telah terjadi kedzaliman terhadap kaum muslimin </span><st1:country-region><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Indonesia</span></st1:place></st1:country-region><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">. Menurut mereka tidak mungkin umat Islam dalam memegang prinsip hidup menggunakan dua konstitusi buatan manusia dan buatan <i>ilahiyah</i>. Terhadap Pancasila itu sendiri, para ulama itu mengatakan, “Kami kaum muslimin menerima Pancasila sebagai dasar negara, tetapi kami sebagai kaum muslimin mustahil menerima Pancasila sebagai dasar hidup” . Konsekuensi dari sikap KMI<span style=""> </span>seperti itu<span style=""> </span>mengakibatkan banyak para anggotanya ditangkap dan diinterograsi, seperti Mahmudi Noer, Abdul Qadir Zaelani,<span style=""> </span>termasuk Syafrudin Prawiranegara.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Kekhawatiran umat Islam terhadap pengikisan aqidah bisa terwujud<span style=""> </span>bila<span style=""> </span>Pancasila diterima<span style=""> </span>sebagai asas tunggal. Peristiwa ke khawatiran umat akan asas ini bisa di rekonstruksi dari<span style=""> </span>Kasus<span style=""> </span>Tanjung Priuk. Kasus ini berawal dari pengajian yang membahas topik asas tunggal yang di dalam pandangan umat Islam akan menyamakan kedudukan Pancasila dengan agama. Pengajian demi pengajian yang membahas topik ini semakin menghangat dengan beredarnya berbagai pamflet yang berisikan tulisan mengenai problem yang dihadapi oleh umat Islam. Pamflet itu berisi pula jadwal pengajian. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Pemicu awal kasus ini akibat tindakan seorang Babinsa yang<span style=""> </span>memerintahkan untuk menyobek pamflet di Mushola “As-Sa’adah” pada tanggal </span><st1:date year="1984" day="7" month="9"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">7 September 1984</span></st1:date><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">. Babinsa ini mengecek kembali perintahnya pada keesokan harinya bersama seorang temannya.<span style=""> </span>Setelah kedatangan kedua perwira ini timbulah suatu isu bahwa militer telah menginjak-injak tempat suci tanpa membuka alas kaki. Tentu saja hal ini membuat marah masyarakat sehingga terjadi pertentangan dengan pihak koramil. Pada tanggal </span><st1:date year="1984" day="10" month="9"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">10 September 1984</span></st1:date><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">, Syarifudin Rambe dan Sofyan Sulaeman, Takmir Masjid Baitul Makmur yang berdampingan dengan Mushola As-Sa’adah berusaha menenangkan suasana. Upaya ini tidak berhasil sehingga<span style=""> </span>kedua orang ini diamankan petugas. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Pada tanggal 12 September 1984 seorang mubaligh, Amir Biki mengadakan ceramah di kawasan tersebut. Intisari isi<span style=""> </span>ceramah<span style=""> </span>mengecam tindakan deskriminasi pemerintah. Ceramah Amir Biki menyerang pemerintah dengan keras sehubungan dengan akan diterapkannya asas tunggal Pancasila dan pengekangan kegiatan dakwah selama itu. Amir menceritakan kasus di tangkapnya dua orang takmir masjid di daerahnya oleh aparat Koramil sebagai bukti “<i>Islam phobi”</i> pemerintah.<span style=""> </span>Pada akhir ceramah ia menghimbau Koramil untuk membebaskan kedua takmir yang di tangkap pada malam itu juga. Namun, permintaan itu tidak digubrisnya sehingga terjadi bentrokan </span><st1:city><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">massa</span></st1:place></st1:city><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"> yang menewaskan ratusan orang.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span></span></b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Terjadinya<span style=""> </span>ragam peristiwa yang mendiskreditkan umat Islam tersebut, tampaknya tidak bisa dipisahkan dari komitmen sejarah pemerintah Orde Baru terhadap Pancasila dan UUD 1945. Untuk menciptakan komitmen sejarah tersebut, agaknya<span style=""> </span>cara yang digunakan cenderung berlebihan. Peristiwa-peristiwa itu boleh jadi merupakan bagian manajemen konflik pemerintah Orde Baru untuk menciptakan penampilan kerusuhan Islam. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Nuansa seperti itu tidak bisa dipisahkan dari <span style=""> </span><b><i>dapur politik </i></b><span style=""> </span>lembaga kepresidenan. Dalam menjalankan pemerintahannya, Soeharto mengangkat orang-orang kepercayaan ke dalam Spri (staf pribadi). Terdapat dua belas perwira ABRI yang masuk ke dalam Spri. Tiga diantaranya yang menonjol adalah Ali Moertopo, Sudjono Humardani dan Alamsyah Ratu Perwiranegara. Kemudian hari Spri berganti<span style=""> </span>nama menjadi Aspri dan semakin mengokohkan kedudukan Ali Moertopo dan Humardani. Mereka dikenal sebagai dukun politiknya Soeharto. Menguatnya posisi mereka tidak terlepas dari upaya konsolidasi Sekber Golkar yang terdiri dari berbagai kino dan juga didubeskannya Alamsyah ke </span><st1:city><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Nederland</span></st1:place></st1:city><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">. Alamsyah memegang peranan penting di dalam Kino Karya Pembangunan. Kino ini diisi oleh para intelektual dan praktisi berlatar belakang kultural Jawa abangan, Katolik, dan sosialis.<span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Tentang keterlibatan<span style=""> </span>Letjen Ali Murtopo dan kelompoknya dalam beberapa<span style=""> </span>peristiwa yang mendeskreditkan umat Islam, khususnya kasus Komando Jihad, Sutopo Juwono, mantan Kepala Badan Koordinasi Intelejen Negara (Bakin),<span style=""> </span>menjelaskan:<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Ali Murtopo termasuk dalam kelompok ini. Jadi, misalnya anda berbicara masalah komando Jihad, hal itu bukan isu baru. Dari awal dia mempunyai pandangan demikian. Ketika itu saya mencoba menghentikannya. Menurutnya, kita harus menciptakan berbagai isu. Dia mengatakan, “suatu saat kita akan menggunakan ini” dan seterusnya. Saya bisa mengatakan bahwa hal itu selalu ada dalam pikirannya. saya mencoba membendungnya, tetapi tidak mampu, karena dia selalu mengahap presiden, dia mempunyai opsus. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Ihwal manajemen konflik yang diciptakan rezim Orde Baru terhadap umat Islam<span style=""> </span>dirasakan pula oleh Muh. Natsir seorang pemimpin muslim, mantan Perdana Menteri. Ia mengatakan: “ Masyarakat bawah yang tidak puas dengan kondisi yang ada dipengaruhi oleh agen provokator . Mereka menciptakan rumor tentang kembalinya komunis dan menjanjikan senjata pada aktivis Darul Islam untuk melawan ancaman kelompok kiri tersebut”.<span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Selain<span style=""> </span>kebijakan<span style=""> </span>menciptakan asumsi bahwa Islam politik bersifat fundamental, pemerintah melakukan juga kebijakan publik yang dipandang oleh kaum muslimin sebagai upaya merontokkan aqidah. Sebagaimana telah diuraikan di muka, bahwa berbagai rancangan undang-undang yang diusulkan pemerintah terhadap parlemen senantiasa mengandung unsur yang kontroversi dengan ajaran Islam. Di dalam RUU Perkawinan tampak jelas, bagaimana upaya penghilangan hukum Islam tata aturan dalam upacara perkawinan bagi kaum muslim. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Kebijakan lainnya adalah masalah aliran kepercayaan, P4, RUU Keormasan, Kasus Jilbab, liburan Ramadhan, Pelajaran Agama, dan Pelajaran PMP . Sejumlah kebijakan tersebut mendapat reaksi dari umat Islam.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Lahirnya kebijakan-kebijakan Orde Baru semacam itu sebagai konsekuensi pendekatan spesifik dan spasial terhadap fungsi dan interpensi agama dalam kehidupan politik Orde Baru. <i>Pertama, </i>agama didekati sebagai variabel di luar variabel sosial politik. <i>Kedua,</i> perilaku politik umat di pandang sebagai perilaku individual.<i> Ketiga </i><span style=""> </span>agama di tempatkan dalam kedudukan yang sakral dan transenden tanpa hubungan struktural<span style=""> </span>dan fungsional dengan kehidupan keimanan dan praktis. <i>Keempat,</i> dalam batas-batas tertentu secara politis agama di tempatkan sebagai legalitas konsep dan kebijaksanaan pembangunan. <i>Kelima</i>, seluruh struktur kehidupan beragama dikaitkan dengan Pancasila sebagai ideologi sosial, politik, sistem, dan misi kebangsaan. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent" style="margin-left: 48.75pt; text-indent: -48.75pt; line-height: normal;"><b><span style="font-size: 10pt;">3.2<span style=""> </span>Mencari Titik Temu Dua Kepentingan<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoBodyTextIndent" style="text-indent: 0cm; line-height: normal;"><b><span style="font-size: 10pt;">3.1 Berlarut-larutnya Masalah<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Kecurigaan awal pemerintah Orde Baru terhadap umat Islam adalah pada sidang MPRS tahun 1968, di mana para wakil partai Islam memaksakan keabsahan Piagam </span><st1:city><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Jakarta</span></st1:place></st1:city><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>sebagai Pembukaan UUD 1945. Peristiwa ini dinilai Deliar Noer sebagai awal dari tumbuhnya sikap curiga rezim Orde Baru terhadap umat Islam. Noer mengatakan:<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Gap yang melebar antara umat Islam dan pemerintah dan meningkatnya sikap saling curiga<span style=""> </span>dapat dihubungkan dengan Pancasila, prinsip yang dijadikannya sebagai dasar didirikannya Negara Kesatuan<span style=""> </span>Republik </span><st1:country-region><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Indonesia</span></st1:place></st1:country-region><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">. Sementara hampir setiap orang </span><st1:country-region><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Indonesia</span></st1:place></st1:country-region><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"> sekarang ini menyetujui Pancasila. Umat Islam merasa pemerintah menyekulerkan </span><st1:city><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">lima</span></st1:place></st1:city><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"> prinsip tersebut. Dilain pihak pemerintah merasa umat Islam ingin “mengislamisasikan”<span style=""> </span></span><st1:city><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">lima</span></st1:place></st1:city><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"> prinsip tersebut<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent" style="text-indent: 0cm; line-height: normal;"><span style="font-size: 10pt;"><span style=""> </span>Interpretasi terhadap menyekulerkan Pancasila dan mengislamkan Pancasila<span style=""> </span>menyebabkan pemerintah khawatir kelompok-kelompok Muslim akan menggunakan aqidah mereka untuk menghancurkan negara. Sedangkan kelompok muslim takut negara akan merusak mereka.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Pengalaman sejarah Orde Lama telah memberikan gambaran jelas bagaimana sikap pengedepanan ideologi khususnya yang dilakukan oleh partai politik telah menyebabkan hancurnya sendi-sendi kehidupan bangsa. Pada golongan Islam telah merasakan pula bagaimana marginalisasi peran keagamaan selama kurun waktu Orde Lama. Keinginanan menerapkan nilai-nilai<span style=""> </span>keislaman senantiasa dijegal oleh kelompok nasionalis sekuler.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Kondisi yang demikian dipacu pula oleh adanya realitas politik otoritarian, dimana refresivitas negara terhadap masyarakat cukup tinggi. Pada sisi birokrasi, meski telah mengaca pada kegagalan Orde Lama, birokrasi Orde Baru masih menunjukkan tingginya budaya patrimonial sebagai warisan tradisi dan budaya politik masa lampau. Kepolitikan birokratik yang mengedepankan hubungan personal dan hegemoni budaya Jawa sangat sulit ditembus oleh kekuatan-kekuatan di dalam masyarakat. Pada kondisi semacam ini rasa kecurigaan pemerintah terhadap kekuatan khususnya kelompok Islam sangat transparan. Faktor penyebabnya adalah pemaksaan kebijakan yang mau tidak mau harus dapat diterima oleh segenap lapisan masyarakat termasuk didalamnya dalam sub sektor masalah keagamaan. Untuk itu penguasa sangat antusias mempengaruhi sistem budaya politik melalui tindakan refresif ataupun pembungkaman kritik-kritik dari<span style=""> </span>lembaga kemasyarakata ataupun institusi pers. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Selama dua dasa warsa pertama pemerintahan Orde Baru, ulama/umat Islam sering di tempatkan pada ‘<i>an ideological scapegoat</i>” dikambinghitamkan dalam pergumulan ideologi politik negara. Secara sepihak pemerintah memandang adanya pengkambinghitaman<span style=""> </span>antara Islam vs negara karena di dalam tubuh umat Islam itu sendiri ada beberapa faktor yang menyebabkannya. <i>Pertama, </i>Umat Islam tidak pernah mempunyai pemimpin dalam arti yang diakui oleh seluruh umat, yang ada baru pemimpin Masyumi, NU, PSII, Perti, Muhamadiyah dan parpol/ormas Islam lainnya.<i> Kedua</i>, Organisasi Islam yang ada belum mempunyai program menyeluruh yang ada adalah sporadis insidentil. <i>Ketiga, </i><span style=""> </span>Tidak adanya dana untuk membangun dirinya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Kelemahan umat Islam tersebut belum disadari sepenuhnya sebagai bagian dari aspek marginalisasi umat. Pandangan umat Islam senantiasa terjebak ke dalam historisme romantis dari Islam politis yang menguras dari atas. Historisme romantis yang muncul dari kalangan umat Islam tidak terlepas dari perjalanan bangsa </span><st1:country-region><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Indonesia</span></st1:place></st1:country-region><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"> yang senantiasa mengedapankan peran strategis umat Islam, seperti halnya dalam peradilan Orde Lama. Akan tetapi dalam perjalanannya umat senantiasa terposisikan dalam sub ordinat baik dalam sektor ekonomi maupun politik. Padahal komunitas Islam<span style=""> </span>Orde Baru mempunyai kontribusi dalam hal intensitas dan komitmen terhadap hukum dan peraturan dalam memperkokoh nila-nilai, mempertajam fokus,<span style=""> </span>dan memberi dimensi persatuan kebangsaan ke dalam praktek politik <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""> </span>Pada satu sisi meski pemerintah menempatkan Islam sebagai sub ordinat, tetapi tetap memerlukan legitimasi dari para pemimpinnya/ulama guna mendukung strategi pemerintahan Orde Baru yang mengarah kepada stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.<span style=""> </span>Pemerintah menyadari bahwa agama dan masyarakat akan membawa nuansa sosial karikatif yang turut menentukan perubahan dan perkembangan masyarakat secara<span style=""> </span>konstruktif. Agama akan mampu menjadi katalisator pencegah disintegrasi dalam masyarakat dan mampu membangun spriritualitas yang memberi kekuatan dan pengarahan dalam memecahkan problem sosial, penindasan, dan kemiskinan .<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent" style="text-indent: 0cm; line-height: normal;"><span style="font-size: 10pt;"><span style=""> </span>Hubungan pemerintah dengan umat Islam dalam dua dasa warsa pertama Orde Baru adalah suatu hal yang fenomenal. Bagaimanapun juga pemerintah yang berkuasa adalah mayoritas umat Islam, kebijkannyapun untuk ummat Islam. Keberhasilan ataupun kegagalan dari pemerintah adalah keberhasilan/kegagalan dari umat Islam.<span style=""> </span>Namun sejak awal<span style=""> </span>kebijakan pemerintah Orde Baru<span style=""> </span>ada kecenderungan lebih simpati kepada kelompok nasionalis nasrani dan sekuler dengan diangkatnya mereka pada jabatan penting. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Kecenderungan sikap pemerintah tersebut menyebabkan pula hubungan umat Islam dan Kristen pada masa itu berada pada kondisi kurang<span style=""> </span>begitu harmonis. Sebuah dialog keagamaan antara umat Islam - Kristen yang dimaksudkan untuk menyelaraskan hubungan kedua belah pihak pasca pemberontakan PKI gagal dilaksanakan. </span><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Para</span></st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"> pemimpin Kristen menolak<span style=""> </span>piagam yang telah disiapkan presiden. Mereka beralasan kelompok Islam menghambat modernisasi, fundamentalis, para pengikut DI dan anti Pancasila. Faktor<span style=""> </span>inilah yang tampaknya sebagai alasan<span style=""> </span>pemerintah Orde Baru lebih dekat dengan kelompok tertentu<span style=""> </span>yang<span style=""> </span>dianggapnya lebih loyal pada Pancasila.<span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">3.2 Gagasan Pendekatan Keagamaan<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Berlarut-larutnya ketegangan antara pemerintah dengan umat Islam sepanjang dua dasa warsa pertama pemerintahan Orde Baru mengindentifikasikan adanya proses pencarian<span style=""> </span>komitmen kebersamaan yang tepat antarberbagai elemen yang ada pada elit pemerintahan Orde Baru. Kebijakan politik yang diterapkan oleh pemerintah telah mengakibatkan adanya arah perubahan sosial yang bersumber pada ide-ide dan dasar-dasar teoritis penciptaan kehidupan masa depan </span><st1:country-region><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Indonesia</span></st1:place></st1:country-region><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">.<span style=""> </span>Secara dikotomi sepanjang periode ketegangan Islam dan negara, perbedaan ide dan perlawanan arah tersebut dapat disebutkan sebagai perwujudan dari konsepsi <b><i>negara Islam</i></b> dan <b><i>negara sekuler</i></b> dan golongan <b><i>nasionalis Islami</i></b> dan <b><i>nasionalis sekuler</i></b>. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Latar belakang pengalaman sejarah dan kenyataan teoritis mayoritas umat Islam serta perbedaan ide-ide atas persepsi masa depan </span><st1:country-region><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Indonesia</span></st1:place></st1:country-region><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"> tersebut, telah mendorong pemerintah menetapkan kebijaksanaan politiknya sesuai kehendak dan pandangan pemerintah. Konsepsi operasional pengarahan tersebut bersumber pada penempatan agama sebagai variabel individual dan tidak berhubungan dengan permasalahan politik kenegaraan. Oleh karena itu kemudian agama difungsikan sebagai modal dasar pembangunan dan arah perubahan sosial. Agama bersama kebudayaan dalam kedudukan fungsionalnya dipandang tidak memiliki variabel ekonomi, politik, dan kenegaraan. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Dalam kehidupan keagamaan umat Islam, ada dua strategi yang dijalankan Orde Baru terhadap kekuatan Islam, yaitu memajukan kekuatan agama secara personal dan menentang politisasi agama. Ketaatan agama seorang muslim sangat digalakan, sebagian besar sebagai senjata anti komunis -ateisme, Departemen Agama diperkuat dan diberi kepemimpinan non partisan baru, sistem Sekolah Guru Agama Islam Negeri yang sudah ada diperluas dan diberikan pembiayaan tambahan. Presiden Soeharto kemudian berinisiatif mendirikan yayasan dengan program subsidi pembangunan masjid secara besar-besaran.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Konsepsi pemerintah tersebut<span style=""> </span>telah<span style=""> </span>menyebabkan pergeseran fungsi ulama. Dikotomi<span style=""> </span>pandangan tentang <b><i>ulama dan umaro</i></b><span style=""> </span>menjadi sesuatu yang efektif bagi<span style=""> </span>hilangnya peran strategis para ulama dalam memecahkan masalah kemasyarakatan<span style=""> </span>dalam dimensi politis secara dini.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Kelahiran MUI sebagaimana telah diuraikan pada bab 2 merupakan konsekuensi dari sebuah keharusan peran yang bisa dimainkan oleh kelompok ulama dalam realitas kepolitikan Orde Baru. Oleh karena itu menurut<span style=""> </span>Ali Yafi adalah tugas berat bagi para ulama saat itu dan sampai kapanpun untuk mampu memberikan sumbangsih peran kemasyarakatan. Ia<span style=""> </span>mengatakan:<span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Peran yang diharapkan dari MUI adalah peran-peran ideal yang semestinya melekat dalam diri ulama. Peran sebagai pengayom umat, penasehat umat, teladan umat, pemimpin umat dan tempat bertanya semua masalah …pelopor dalam berperang melawan kedzaliman dan kemungkaran. Harus berani, tangguh, tabah, dan pantang menyerah …. <b><span style=""> </span><o:p></o:p></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify;"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Pentingnya peran lembaga MUI tersebut mengaharuskan pemerintah mengakui kesalahan persepsi terhadap umat Islam sepanjang dekade tahun 1970-an dan awal tahun 1980-an. Berlarut-larutnya ketegangan umat Islam dan negara diakui secara transparan oleh Menteri Agama Alamsyah Ratu Perwiranegara dalam sambutannya pada Rapat Kerja Nasional Majelis Ulama Indonesia<span style=""> </span>pada tanggal 8 Maret 1982. Alamsyah mengatakan:<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Berlarut-larutnya ketegangan umat Islam dan negara sebagai konsekuensi kurang difahaminya latar belakang negara Pancasila. Aspek politik telah mengalahkan aspek ajaran luhur budi pekerti, rohaniah, mental spiritual. Umat Islam masih mempersepsikan pemerintah sebagaimana halnya pemerintah kolonial. Begitu juga sebaliknya. ...<span style=""> </span>konfrontasi, rasa saling curiga, dan isolasi adalah sebagai akibat belum difahaminya latar belakang terbentuknya negara Pancasila secara utuh. Sehingga masyarakat di kampung tahunya hanya soal agama saja … Cap anti Pancasila terhadap PPP yang melakukan <i>walk out</i> pada Sidang Umum MPR tahun 1978, setelah kita teliti sebetulnya tidak ada kaitan anti Pancasila, dan tidak ada kaitannya dengan ingin memberontak, … soalnya hanya sederhana, tidak mengerti Demokrasi Pancasila. Hal ini disebabkan karena pemimpin kita maupun para cendekiawan 90% adalah pendidikan<span style=""> </span>Barat yang menganut sistem demokrasi asas </span><st1:city><st1:place><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">lima</span></st1:place></st1:city><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"> puluh ditambah satu .<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0cm 0.0001pt 1.4pt; text-align: justify; text-indent: 32.9pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Proses peminggiran Islam politik<span style=""> </span>yang dibahasakan oleh Alamsyah sebagai suatu kesalahan persepsi, pada dasarnya juga merupakan komitmen keumatan yang harus dimiliki oleh MUI. Komitmen MUI dalam berbagai masalah ternyata tidak lepas dari kebijakan keagamaan secara makro yang diterapkan oleh Departemen Agama. Gagasan awal berdirinya MUI baru terealisasi pada saat Menteri Agama dipegang oleh<span style=""> </span>Mukti Ali. Program yang menonjol saat Mukti menjabat adalah <i>pertama,</i> masalah kerukunan umat beragama dengan menggagas perlunya tradisi dialog antaragama.<span style=""> </span><i>Kedua,</i> menjadikan agama sebagai landasan pembangunan nasional, dan <i>ketiga </i>pemberdayaan kepemimpinan umat. Oleh karena itu pada awal kelahiran MUI pemerintah mengorientasikan MUI pada garis kebijakan keagamaan rezim Orde Baru.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 35.45pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Setelah Mukti Ali, jabatan Menteri Agama<span style=""> </span>dipercayakan Soeharto kepada Alamsyah Ratu Perwiranegara. Pada zaman Alamsyah, orientasi programnya mengacu kepada memantapkan ideologi dan falsafah Pancasila dalam kehidupan beragama, memantapkan stabilitas ketahanan nasional, dan meningkatkan partisipasi umat beragama dalam menyukseskan pembangunan nasional<a style="" href="#_ftn20" name="_ftnref20" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">[20]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>.<span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 35.45pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Pengganti Alamsyah adalah Munawir Sadzali. Saat ia menjabat sebagai Menag tugas terberat yang diembannya adalah mencairkan ketegangan ideologis antara umat Islam dan pemerintah. Munawir<span style=""> </span>dalam menanggapi ketidakpuasan umat Islam terhadap negara mengedepankan prinsip pengembangan kehidupan keagamaan<span style=""> </span>dan menjaga harmonisasi hubungan antar umat beragama.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent2" style="line-height: normal;"><span style="font-size: 10pt;">Suatu hal menarik dari pendekatan pemerintah untuk membuat loyalitas umat Islam dan mengikis ketegangan antara umat Islam dan<span style=""> </span>negara ditandai dengan beberapa kebijakan rezim Orde Baru<span style=""> </span>yang justru menyinggung rasa keberagamaan para ulama. Kerapkali dikemukakan bahwa kebijakan rezim Orde Baru<span style=""> </span>justru semakin menguatkan persepsi, bahwa pemerintah tetap phobi terhadap umat Islam. Beberapa kebijakan yang dilahirkan secara transparan menunjukkan ketidak hati-hatiannya. Seperti aliran kepercayaan, P4, asas tunggal, masalah dakwah, kependudukan, pendidikan nasional , jilbab, perjudian, Pendidikan Moral Pancasila, dan<span style=""> </span>pemilihan mata pelajaran agama. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 35.45pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Untuk mencari titik temu antara keinginan pemerintah dan umat Islam, maka secara formal pemerintah mengharapkan peran lembaga ulama MUI untuk dapat menterjemahkan keinginan pemerintah tersebut. Pada sisi lain para ulama MUI yang memegang komitmen independensi keulamaan memandang terhadap berbagai kebijakan pemerintah Orde Baru sebagai dimensi lain dari perjuangan ulama pada masa itu. Tidak heran kalau upaya yang dilakukan MUI<span style=""> </span>juga terkadang identik dengan keinginan<span style=""> </span>pemerintah dalam melegetimasi<span style=""> </span>kebijakannya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent" style="line-height: normal;"><span style="font-size: 10pt;">Bagaimana respons MUI terhadap beberapa kebijakan kontroversi pemerintah<span style=""> </span>yang berhubungan dengan sendi keagamaan?. Terhadap masalah ini akan dibahas pada Bab IV. Pada bab ini penulis ingin menegaskan bahwa, hubungan ulama dan pemerintah dianggap penting oleh pemerintah Orde Baru sebagai alternatif strategi meyakinkan umat Islam akan keharusan loyal terhadap Pancasila.<span style=""> </span>Oleh karenanya kebijakan sosio keagamaan Orde Baru adalah suatu faktor penting yang mampu mencairkan ketegangan umat Islam dan negara. Pemerintah<span style=""> </span>mengedepankan kebijakan pembangunan keaagamaan dengan menempatkannya dalam GBHN. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 35.45pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";">Apabila dicermati, konsepsi GBHN tentang pembangunan keagamaan dapat dilihat bahwa agama dipandang sebagai salah satu unsur dari sistem dan konsepsi<span style=""> </span>pembangunan.<span style=""> </span>Oleh karena itu, pembangunan agama di tempatkan dalam keserasiannya dan dukungannya terhadap pembagunan ekonomi politik<a style="" href="#_ftn21" name="_ftnref21" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Bookman Old Style";"></span></span></span></span></a></span></p><div style=""><div style=""><div id="_com_1" class="msocomtxt" language="JavaScript" onmouseover="msoCommentShow('_anchor_1','_com_1')" onmouseout="msoCommentHide('_com_1')"><br /><!--[if !supportAnnotations]--></div> <!--[endif]--></div> </div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2937330776437861357.post-67688028718884832422007-12-02T18:39:00.000-08:002007-12-02T18:51:13.252-08:00<span style="font-size:180%;"><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">KERAJAAN ACEH</span></span><br /><br />Kerajaan Aceh berkembang sebagai kerajaan Islam dan mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Secara geografis letak kerajaan Aceh sangat strategis yaitu di Pulau Sumatera bagian utara dan dekat dengan jalur pelayaran perdagangan internasional pada masa itu, yaitu di sekitar Selat Malaka.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">1. Kehidupan Politik</span><br />Berdasarkan kitab Bustanul'ssalatin yang berisi tentang silsilah sultan-sultan Aceh, yang dikarang oleh Nuruddin ar Raniri tahun 1637 M dan juga berdasarkan berita-berita orang Eropa diketahui bahwa Kerajaan Aceh telah berhasil membebaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Pedir.<br /><br />Sultan Iskandar Muda memerintah Aceh dari tahun 1607-1636 M. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Aceh mengalami masa kejayaannya. Kerajaan Aceh tumbuh menjadi kerajaan besar dan berkuasa atas perdagangan Islam, bahkan menjadi bandar transisto yang dapat menghubungkan dengan pedagang Islam di dunia barat.<br /> Untuk mencapai kebesaran kerajaan Aceh, Sultan Iskandar Muda meneruskan perjuangan Aceh dengan menyerang Potugis dan Kerajaan Johor di Semenanjung Malaya. Tujuannya adalah menguasai jalur perdagangan di Selat Malaka dan menguasai daerah-daerah penghasil lada. Sultan Iskandar Muda juga menolak permintaan Inggris dan Belanda untuk membeli lada di pesisir Sumatera bagian Barat. Di samping itu, Kerajaan Aceh melakukan pendudukan terhadap daerah-daerah seperti Aru, Pahang, Kedah, Perak dan Indragiri, sehingga di bawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda, Kerajaan Aceh memiliki kekuasaan yang sangat luas.<br /><br />Pada masa kekuasaannya terdapat dua orang ahli tasawwuf yang terkenal di Aceh, yaitu Syech Syamsu'ddin bin Abdu'llah a-Samatrani dan Syech Ibrahim as-Syamsi. Setelah Sultan Iskandar Muda wafat tahta Kerajaan Aceh digantikan oleh menantunya yang bergelar Sultan Iskandar Thani.<br /><br /><span style="color: rgb(51, 102, 255); font-weight: bold;">Penyebab kemunduran Kerajaan Aceh</span><br /><br /><ul><li>Setelah Sultan Iskandar Muda wafat tahun 1636 tidak ada raja-raja besar yang mampu mengendalikan daerah Aceh yang demikian luas. Di bawah Sultan Iskandar Thani (1637-1641 M), kemunduran itu mulai terasa dan terlebih lagi setelah meninggalnya Sultan Iskandar Thani.</li><li>Timbulnya pertikaian yang terus-menerus di Aceh antara golongan bangsawan (teuku) dengan golongan ulama (teungku) yang mengakibatkan melemahnya Kerajaan Aceh. </li><li>Daerah-daerah kekuasaannya banyak yang melepaskan diri seperti Johor, Pahang, Perak, Minangkabau dan Siak. </li></ul><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">2. Kehidupan Ekonomi</span><br /> Dalam masa kejayaannya, perekonomian Aceh berkembang pesat. Daerahnya yang subur banyak menghasilkan lada. Kekuasaan Aceh atas daerah-daerah pantai Timur dan Barat Sumatera menambah jumlah ekspor ladanya. Penguasaan Aceh atas beberapa daerah di Semenanjung Malaka menyebabkan bertambahnya bahan ekspor penting seperti timah dan lada yang dihasilkan di daerah itu.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2937330776437861357.post-55919700761036328192007-12-02T18:34:00.000-08:002007-12-02T18:36:02.141-08:00<span style="color: rgb(255, 0, 0);font-size:180%;" ><span style="font-weight: bold;">KERAJAAN MEDANG KAMULAN</span></span><br /><br />Berdasarkan penemuan beberapa prasasti, dapat diketahui bahwa Kerajaan Medang Kamulan terletak di Jawa Timur, yaitu di muara sungai Brantas.ibu kotanya bernama Watan Mas. Kerajaan ini didirikan oleh Mpu Sindok, setelah ia memindahkan pusat pemerintahannya dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Namun, wilayah kekuasaan Kerajaan Medang Kamulan pada masa pemerintahan Mpu Sindok mencakup daerah Nganjuk disebelah barat, daerah Pasuruan di sebelah timur, daerah Surabaya di sebelah utara, dan daerah Malang di sebelah selatan. Dalam perkembangan selanjutnya, wilayah kekuasaan Kerajaan Medang Kamulan mencakup hampir seluruh wilayah Jawa Timur.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">1. Sumber Sejarah</span><br />Berita India mengatakan bahwa Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan persahabatan dengan Kerajaan Chola. Hubungan ini bertujuan untuk membendung dan menghalangi kemajuan Kerajaan Medang Kamulan pada masa pemerintahan Raja Dharmawangsa.<br /> Berita Cina berasal dari catatan-catatan yang ditulis pada zaman Dinasti Sung. Catatan-catatan Kerajaan Sung itu menyatakan bahwa antara kerajaan yang berada di Jawa dan Kerajaan Sriwijaya sedang terjadi permusuhan dan pertikaian, sehingga ketika Duta Sriwijaya pulang dari Negeri Cina (tahun 990 M), terpaksa harus tinggal dulu di Campa sampai peperangan itu reda. Pada tahun 992 M, pasukan dari Jawa telah meninggalkan Sriwijaya dan pada saat itu Kerajaan Medang Kamulan+ dapat memajukan pelayaran dan perdagangan.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">2. Kehidupan Politik</span><br /> Sejak berdiri dan berkembangnya Kerajaan Medang Kamulan, terdapat beberapa raja yang diketahui memerintah kerajaan ini. Raja-raja tersebut adalah sebagai berikut.<br />Raja Mpu Sindok<br /> Raja Mpu Sindok memerintah Kerajaan Medang Kamulan dengan gelar Mpu Sindok Isyanatunggadewa. Dari gelar Mpu Sindok itulah diambil nama Dinasti Isyana. Raja Mpu Sindok masih termasuk keturunan dari raja Dinasti Sabjaya (Mataram) di Jawa Tengah. Karena kondisi di Jawa Tengah tidak memungkinkan bertahtanya Dinasti Sanjaya akibat desakan Kerajaan Sriwijaya, maka Mpu Sindok memindahkan pusat pemerintahannya ke Jawa Timur. Bahkan dalam prasasti terakhir Mpu Sindok (947 M) menyatakan bahwa Raja Mpu sindok adalah peletak dasar dari Kerajaan Medang Kamulan di Jawa Timur.<br /><br />Dharmawangsa<br /> Raja Dharmawangsa dikenal sebagai salah seorang raja yang memiliki pandangan politik yang tajam. Semua politiknya ditujukan untuk mengangkat derajat kerajaan. Kebesaran Raja Dharmawangsa tampak jelas pada politik luar negerinya.<br />Airlangga<br /> Dalam Prasasti Calcuta disebutkan bahwa Raja Airlangga (Erlangga) masih termasuk keturunan dari Raja Mpu Sindok dari pihak ibunya. Ibunya bernama Mahendradata (Gunapria Dharmapatni) yang kawin dengan Raja Udayana dari Bali.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">3. Kehidupan Ekonomi</span><br /> Raja Mpu Sindok mendirikan ibu kota kerajaannya di tepi Sungai Brantas, dengan tujuan menjadi pusat pelayaran dan perdagangan di daerah Jawa Timur. Bahkan pada masa pemerintahan Dharmawangsa, aktifitas perdagangan bukan saja di Jawa Timur, tetapi berkembang ke luar wilayah jawa Timur.<br /> Di bawah pemerintahan Raja Dharmawangsa, Kerajaan Medang Kamulan menjadi pusat aktifitas pelayaran perdagangan di indonesia Timur. Namun akibat serangan dari Kerajaan Wurawari, segala perekonomian Kerajaan Medang Kamulan mengalami kehancuran.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2937330776437861357.post-38382591295850421212007-12-02T18:32:00.000-08:002007-12-02T18:34:02.301-08:00<span style="font-size:180%;"><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">KERAJAAN SINGASARI</span></span><br /><br />Kerajaan Singasari<br /><br />Sejarah Kerajaan Singasari berawal dari daerah Tumapel, yang dikuasai oleh seorang akuwu (bupati). Letaknya di daerah pegunungan yang subur di wilayah Malang, dengan pelabuhannya bernama Pasuruan.<br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">1. Sumber Sejarah</span><br /> Sumber-sumber sejarah Kerajaan Singasari berasal dari:<br /><ul><li>Kitab Pararaton, menceritakan tentang raja-raja Singasari. </li><li>Kitab Negara Kertagama, berisi silsilah raja-raja Majapahit yang memiliki hubungan erat dengan raja-raja Singasari. </li><li>Prasasti-prasasti sesudah tahun 1248 M.</li><li>Berita-berita asing (berita Cina), menyatakan bahwa Kaisar Khubilai Khan mengirim pasukkannya untuk menyerang Kerajaan Singasari.</li><li>Peninggalan-peninggalan purbakala berupa banguna-bangunan Candi yang menjadi makam dari raja-raja Singasari seperti Candi Kidal, Candi Jago, Candi Singasari dan lain-lain.</li></ul><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">2. Kehidupan Politik</span><br /> Kerajaan Singasari yang pernah mengalami kejayaan dalam perkembangan sejarah Hindu di Indonesia dan bahkan menjadi cikal bakal Kerajaan Majapahit, pernah diperintah oleh raja-raja sebagai berikut:<br /><br /><span style="color: rgb(102, 102, 204); font-weight: bold; font-style: italic;">Ken Arok</span><br /> Ken Arok sebagai raja Singasari pertama bergelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabhumi dan dinastinya bernama Dinasti Girindrawangsa (Dinasti Keturunan Siwa). Raja Ken Arok memerintah antara tahun 1222-1227 M. Masa pemerintahan Ken Arok diakhiri secara tragis pada tahun 1227. Ia mati terbunuh oleh kaki tangan Anusapati, yang merupakan anak tirinya (anak Ken Dedes dari suami pertamanya Tunggul Ametung).<br /><br /><span style="font-style: italic; font-weight: bold; color: rgb(102, 102, 204);">Raja Kertanegara</span><br /> Raja Kertanegara (1268-1292 M) merupakan raja terkemuka dan raja terakhir dari Kerajaan Singasasri. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Singasari mencapai masa kejayaannya. Upaya yang ditempuh Raja Kertanegara dapat dilihat dari pelaksanaan politik dalam negeri dan luar negeri.<br />a. Politik Dalam Negeri<br /> Dalam rangka mewujudkan stabilisasi politik dalam negeri, Raja Kertanegara menempuh jalan sebagai berikut:<br /><ul><li>Mengadakan pergeseran pembantu-pembantunya.</li><li>Berbuat baik terhadap lawan-lawan politiknya.</li><li>Memperkuat angkatan perang.</li></ul><br />b. Politik Luar Negeri<br /><br />Untuk mencapai cita-cita politiknya itu, Raja Kertanegara menempuh cara-cara sebagai berikut.<br /><br />· Melaksanakan Ekspedisi Pamalayu (1275 dan 1286 M) untuk menguasai Kerajaan Melayu serta melemahkan posisi Kerajaan Sriwijaya di Selat Malaka.<br />· Menguasai Bali (1284 M).<br />· Menguasai Jawa Barat (1289 M).<br />· Menguasai Pahang (Malaya) dan Tanjung Pura (Kalimantan).<br /><br />· Kertanegara membendung ekspansi Khu Bilai Khan dengan cara :<br />1) Menjalin kerja sama dengan negeri Champa<br />2) Memberantas setiap usaha pemberontakan<br />3) Mengganti pejabat yang tidak mendukung gagasannya<br />4) Berusaha menyatukan Nusantara di bawah Singosari.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2937330776437861357.post-83745010809723809192007-12-02T18:28:00.000-08:002007-12-02T18:31:35.938-08:00<span style="color: rgb(255, 0, 0);font-size:180%;" ><span style="font-weight: bold;">KERAJAAN SRIWIJAYA</span></span><br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">1. Lokasi Kerajaan</span><br />Berdasarkan penemuan-penemuan prasasti disimpulkan bahwa Kerajaan Sriwijaya terletak di Sumatera Selatan, yaitu tepatnya di tepi Sungai Musi atau sekitar kota Palembang sekarang.<br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">2. Sumber Sejarah</span><br /> Sumber-sumber sejarah yang mendukung tentang keberadaan Kerajaan Sriwijaya berasal dari berita asing dan prasasti-prasasti.<br /><span style="font-style: italic; color: rgb(102, 51, 255); font-weight: bold;">a. Berita Asing</span><br /> Dari <span style="font-style: italic;">Berita Arab</span>, dapat diketahui bahwa telah banyak pedagang Arab yang melakukan kegiatan perdagangannya di Kerajaan Sriwijaya. Bahkan di pusat Kerajaan Sriwijaya ditemukan perkampungan-perkampungan orang-orang Arab sebagai tempat tingga sementara. Di samping itu, keberadaan Sriwijaya diketahui dari sebutan orang-orang Arab terhadap Kerajaan Sriwijaya seperti Zabaq, Sabay, atau Sribusa.<br /><br />Dari <span style="font-style: italic;">Berita India</span>, dapat diketahui bahwa raja dari Kerajaan Sriwijaya pernah menjalin hubungan dengan raja-raja dari kerajaan yang ada di India seperti dengan Kerajaan Nalanda, dan Kerajaan Chola. Dengan Kerajaan Nalanda disebutkan bahwa Raja Sriwijaya mendirikan sebuah prasasti yang dikenal dengan nama Prasasti Nalanda. Namun hubungan dengan Kerajaan Chola (Cholamandala) menjadi retak setelah raja Chola, yaitu Raja Rajendra Chola, ingin menguasai Selat Malaka.<br /> Dari<span style="font-style: italic;"> Berita Cina, </span>dapat diketahui bahwa pedagang-pedagang Kerajaan Sriwijaya telah menjalin hubungan perdagangan dengan pedagang-pedagang Cina. Para pedagang Cina sering singgah di Kerajaan Sriwijaya untuk selanjutnya meneruskan perjalanannya ke India maupun Romawi.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 51, 255); font-style: italic;">b. Berita dalam Negeri</span><br /> Berita-berita dalam negeri berasal dari prasasti-prasasti yang dibuat oleh raja-raja dari Kerajaan Sriwijaya. Prasasti itu antara lain sebagai berikut.<br />Prasasti Kedukan Bukit<br /> Prasasti berangka tahun 684 M itu menyebutkan bahwa raja Sriwijaya bernama Dapunta Hyang yang membawa tentara sebanyak 20.000 orang berhasil menundukan Minangatamwan. Dengan kemenangan itu, Kerajaan Sriwijaya menjadi makmur. Daerah yang dimaksud Minangatamwan itu kemungkinan adalah daerah Binaga yang terletak di Jambi. Daerah itu sangat strategis untuk perdagangan. <br /><br /><span style="font-style: italic;">Prasasti Talang Tuwo</span><br /> Prasasti berangka tahun 684 M itu menyebutkan tentang pembuatan Taman Srikesetra atas perintah Raja Dapunta Hyang.<br /><span style="font-style: italic;">Prasasti Telaga Batu</span><br /> Prasasti itu menyebutkan tentang kutukan raja terhadap siapa saja yang tidak taat terhadap Raja Sriwijaya dan juga melakukan tindakan kejahatan.<br /><span style="font-style: italic;">Prasasti Kota Kapur</span><br /> Prasasti berangka tahun 686 M itu menyebutkan bahwa Kerajaan Sriwijaya berusaha untuk menaklukan Bumi Jawa yang tidak setia kepada Kerajaan Sriwijaya. Prasasti tersebut ditemukan di Pulau Bangka.<br /><br /><span style="font-style: italic;">Prasasti Karang Berahi</span><br /> Prasasti berangka tahun 686 M itu ditemukan di daerah pedalaman Jambi, yang menunjukan penguasaan Sriwijaya atas daerah itu.<br /><span style="font-style: italic;">Prasasti Ligor</span><br /> Prasasti berangka tahun 775 M itu menyebutkan tentang ibu kota Ligor dengan tujuan untuk mengawasi pelayaran perdagangan di Selat Malaka.<br /><span style="font-style: italic;">Prasasti Nalanda</span><br /> Prasasti itu menyebutkan Raja Balaputra Dewa sebagai Raja terakhir dari Dinasti Syailendra yang terusir dari Jawa Tengah akibat kekalahannya melawan Kerajaan Mataram dari Dinasti Sanjaya. Dalam prasasti itu, Balaputra Dewa meminta kepada Raja Nalanda agar mengakui haknya atas Kerajaan Syailendra. Di samping itu, prasasti ini juga menyebutkan bahwa Raja Dewa Paladewa berkenan membebaskan 5 buah desa dari pajak untuk membiayai para mahasiswa Sriwijaya yang belajar di Nalanda.<br /><br />Prasasti-prasasti dari Kerajaan Sriwijaya itu sebagian besar menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">3. Kehidupan Politik</span><br /><br />Raja-raja yang berhasil diketahui pernah memerintah Kerajaan Sriwijaya diantaranya sebagai berikut.<br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(102, 51, 255); font-weight: bold;">Raja Dapunta Hyang</span><br /> Berita mengenai raja ini diketahui melalui Prasasti Kedukan Bukit (683 M). Pada masa pemerintahannya, Raja Dapunta Hyang telah berhasil memeperluas wilayak kekuasaannya sampai ke wilayah Jambi, yaitu dengan menduduki daerah Minangatamwan.<br /> Daerah ini memiliki arti yang sangat strategis dalam bidang perekonomian, karena daerah ini dekat dengan jalur perhubungan pelayaran perdagangan di Selat Malaka. Sejak awal pemerintahannya, Raja Dapunta Hyang telah mencita-citakan agar Kerajaan Sriwijaya menjadi Kerajaan Maritim.<br /><br /><span style="color: rgb(102, 102, 204); font-weight: bold; font-style: italic;">Raja Balaputra Dewa</span><br /> Pada awalnya, Raja Balaputra Dewa adalah raja dari kerajaan Syailendra (di Jawa Tengah). Ketika terjadi perang saudara di Kerajaan Syailendra antara Balaputra Dewa dan Pramodhawardani (kakaknya) yang dibantu oleh Rakai Pikatan (Dinasti Sanjaya), Balaputra Dewa mengalami kekalahan. Akibat kekalahan itu, Raja Balaputra Dewa lari ke Sriwijaya. Di Kerajaan Sriwijaya berkuasa Raja Dharma Setru (kakek dari Raja Balaputra Dewa) yang tidak memiliki keturunan, sehingga kedatangan Raja Balaputra Dewa di Kerajaan Sriwijaya disambut baik. Kemudian, ia diangkat menjadi raja.<br /><br />Pada masa pemerintahan Raja Balaputra Dewa, Kerajaan Sriwijaya berkembang semakin pesat. Raja Balaputra Dewa meningkatkan kegiatan pelayaran dan perdagangan rakyat Sriwijaya. Di samping itu, Raja Balaputra Dewa menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan yang berada di luar wilayah Indonesia, terutama dengan kerajaan-kerajaan yang berada di India, seperti Kerajaan Benggala (Nalanda) maupun Kerajaan Chola. Bahkan pada masa pemerintahannya, kerajaan Sriwijaya menjadi pusat perdagangan dan penyebaran agama Budha di Asia Tenggara.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 51, 255); font-style: italic;">Raja Sanggrama Wijayattunggawarman</span><br /> Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Sriwijaya mendapat ancaman dari Kerajaan Chola. Di bawah pemerintahan Raja Rajendra Chola, Kerajaan Chola melakukan serangan dan berhasil merebut Kerajaan Sriwijaya. Raja Sriwijaya yang bernama Sanggrama Wijayattunggawarman berhasil ditawan. Namun pada masa pemerintahan Raja Kulotungga I di Kerajaan Cho, Raja Sanggrama Wijayattunggawarman dibebaskan kembali.<br /><br />a. Wilayah Kekuasaan Kerajaan Sriwijaya<br /> Setelah berhasil menguasai Palembang, ibu kota Kerajaan Sriwijaya dipindahakan dari Muara Takus ke Palembang. Dari Palembang, Kerajaan Sriwijaya dengan mudah dapat menguasai daerah-daerah di sekitarnya seperti Bangka, Jambi Hulu dan mungkin juga Jawa Barat (Tarumanegara). Maka dalam abad ke-7 M, Kerajaan Sriwijaya telah berhasil menguasai kunci-kunci jalan perdagangan yang penting seperti Selat Sunda, Selat Bangka, Selat Malaka, dan Laut Jawa bagian barat.<br /><br />Pada abad ke-8 M, perluasan Kerajaan Sriwijaya ditujukan ke arah utara, yaitu menduduki Semenanjung Malaya dan Tanah Genting Kra. Pendudukan terhadap daerah Semenanjung Malaya bertujuan untuk menguasai daerah penghasil lada dan timah. Sedangkan pendudukan terhadap daerah Tanah Genting Kra bertujuan untuk menguasai lintas jalur perdagangan antara Cina dan India. Tanah Genting Kra sering dipergunakan oleh para pedagang untuk menyeberang dari perairan Lautan Hindia ke Laut Cina Selatan, untuk menghindari persinggahan di pusat Kerajaan Sriwijaya.<br /><br />Pada akhir abad ke-8 M, Kerajaan Sriwijaya telah berhasil menguasai seluruh jalur perdagangan di Asia Tenggara, baik yang melalui Selat Malaka, Selat Karimata, dan Tanah Genting Kra.<br /> Dengan kekuasaan wilayah itu, Kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan laut terbesar di seluruh Asia Tenggara.<br /><br />b. Sriwijaya sebagai Negara Maritim<br /> Prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan di Bukit Siguntang (dekat Palembang), menyebutkan bahwa seorang raja yang bijaksana berlayar ke luar negeri untuk mencari kekuatan gaib. Usahanya berhasil dengan baik. Usaha besar yang dimaksudkan itu adalah perjalanan ekspedisi Raja Sriwijaya yang berhasil dengan gemilang dalam menaklukan Bangka dan Melayu (di Jambi).<br /><br />Menurut Prasasti Kota Kapur (686 M) yang ditemukan di Pulau Bangka, penduduk pulau Bangka tunduk kepada Kerajaan Sriwijaya. Di samping itu, juga diberitakan bahwa Kerajaan Sriwijaya telah melakukan ekspedisi ke Pulau Jawa. Perluasan yang dilakukan Kerajaan Sriwijaya bertujuan untuk menguasai jalur perdagangan di Selat Malaka dan Selat Sunda.<br /> Semakin ramainya aktifitas pelayaran perdagangan di Kerajaan Sriwijaya mengakibatkan Kerajaan Sriwijaya menjadi tempat pertemuan para pedagang atau pusat perdagangan di Asia Tenggara. Bahkan para pedagang dari Kerajaan Sriwijaya juga melakukan hubungan sampai di luar wilayah Indonesia, seperti ke Cina di sebelah utara, atau Laut Merah dan Teluk Persia di sebelah barat. Itulah sebabnya, Kerajaan Sriwijaya lebih dikenal sebagai kerajaan maritim.<br /><br />c. Hubungan dengan Luar Negeri<br /> Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan di luar wilayah Indonesia, terutama dengan kerajaan-kerajaan yang berada di India, seperti Kerajaan Pala/Nalanda di Benggala dan Kerajaan Cholamandala di Pantai Timur India Selatan.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">4. Kehidupan Ekonomi</span><br /> Dilihat dari letak geografis, daerah Kerajaan Sriwijaya mempunyai letak yang sangat strategis, yaitu di tengah-tengah jalur pelayaran perdagangan antara India dan Cina. Di samping itu, letak Kerajaan Sriwijaya dekat dengan Selat Malak yang merupakan urat nadi perhubungan bagi daerah-daerah di Asia Tenggara.<br /><br />Hasil bumi Kerajaan Sriwijaya merupakan modal utama bagi masyarakatnya untuk terjun dalam aktifitas pelayaran dan perdagangan.<br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">5. Kehidupan Budaya</span><br /> Menurut berita dari Tibet, seorang pendeta bernama Atica datang dan tinggal di Sriwijaya (1011-1023 M) dalam rangka belajar agama Budha dari seorang guru besar yang bernama Dharmapala. Menurutnya, Sriwijaya merupakan pusat agama Budha di luar India. Tetapi walaupun Kerajaan Sriwijaya dikenal sebagai pusat agama Budha, tidak banyak peninggalan purbakala seperti candi-candi atau arca-arca sebaga tanda kebesaran Kerajaan Sriwijaya dalam bidang kebudayaan.<br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">6. Kehidupan Agama</span><br /> Kerajaan Sriwijaya merupakan pusat pertemuan antara para jemaah agama Budha dari Cina ke India dan dari India ke Cina. Melalui pertemuan itu, di Kerajaan Sriwijaya berkembang ajaran Budha Mahayana. Bahkan perkembangan ajaran agama Budha di Kerajaan Sriwijaya tidak terlepas dari pujangga yang berasal dari Kerajaan Sriwijaya diantaranya Dharmapala dan Sakyakirti. Dharmapala adalah seorang guru besar agama Budha dari Kerajaan Sriwijaya. Ia pernah mengajar agama Budha di Perguruan Tinggi Nalanda (Benggala).<br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">8. Mundurnya Kerajaan Sriwijaya</span><br /> Pada akhir abad ke-13 M, Kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran. Hal ini disebabkan oleh faktor politik dan ekonomi.<br />Faktor Politis<br /> Kedudukan Kerajaan Sriwijaya semakin terdesak, karena munculnya kerajaan-kerajaan besar yang juga memiliki kepentingan dalam dunia perdagangan, seperti Kerajaan Siam di sebelah utara. Kerajaan Siam memperluas wilayah kekuasaannya ke arah selatan dengan menguasai daerah-daerah di Semenanjung Malaya termasuk Tanah Genting Kra. Jatuhnya Tanah Genting Kra ke dalam kekuasaan Kerajaan Siam mengakibatkan kegiatan pelayaran perdagangan di Kerajaan Sriwijaya semakin berkurang.<br /><br />Dari arah timur, Kerajaan Sriwijaya terdesak oleh perkembangan Kerajaan Singasari, yang pada waktu itu diperintah oleh Raja Kertanegara. Kerajaan Singasari yang bercita-cita menguasai seluruh wilayah nusantara mulai mengirim ekspedisi ke arah barat yang dikenal dengan istilah Ekspedisi Pamalayu. Dalam ekspedisi ini, Kerajaan Singasari mengadakan pendudukan terhadap Kerajaan Melayu, Pahang, dan Kalimantan, sehingga mengakibatkan kedudukan Kerajaan Sriwijaya semakin terdesak.<br />Faktor Ekonomi<br /><br />Para pedagang yang melakukan aktifitas perdagangan di Kerajaan Sriwijaya semakin berkurang, karena daerah-daerah strategis yang pernah dikuasai oleh Kerajaan Sriwijaya telah jatuh ke dalam kekuasaan dari raja-raja sekitarnya. Akibatnya, para pedagang yang melakukan penyeberangan ke Tanah Genting Kra atau yang melakukan kegiatan sampai ke daerah Melayu (sudah dikuasai Kerajaan Singasari) tidak lagi melewati wilayah kekuasaan Sriwijaya. Keadaan seperti ini tentu mengurangi sumber pendapatan kerajaan.<br /><br />Dengan faktor politis dan ekonomi itu, maka sejak akhir abad ke-13 M kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan kecil dan wilayahnya terbatas pada daerah Palembang. Kerajaan Sriwijaya yang kecil dan lemah akhirnya dihancurkan oleh Kerajaan Majapahit tahun 1377 M.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2937330776437861357.post-50353882220397556402007-12-02T18:22:00.000-08:002007-12-02T18:28:00.703-08:00<span style="color: rgb(255, 0, 0);font-size:180%;" ><span style="font-weight: bold;">KERAJAAN MAJAPAHIT</span></span><br /><br />Kerajaan Majapahit merupakan suatu kerajaan besar yang disegani oleh banyak negara asing dan membawa keharuman nama Indonesia sampai jauh ke luar wilayah Indonesia.<br /><span style="font-size:130%;"><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">1. Sumber Sejarah</span></span><br /> Sumber informasi mengenai berdiri dan berkembangnya Kerajaan Majapahit berasal dari berbagai sumber yakni:<br /><ul><li><span style="font-style: italic;"><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">Prasasti Butak (1294 M)</span>.</span> Prasasti ini dikeluarkan oleh Raden Wijaya setelah ia berhasil naik tahta kerajaan. Prasasti ini memuat peristiwa keruntuhan Kerajaan Singasari dan perjuangan Raden Wijaya untuk mendirikan Kerajaan.</li><li><span style="font-weight: bold; font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">Kidung Harsawijaya dan Kidung Panji Wijayakrama.</span> Kedua kidung ini menceritakan Raden Wijaya ketika menghadapi musuh dari Kediri dan tahun-tahun awal perkembangan Majapahit.</li><li><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">Kitab Pararaton</span><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">,</span> menceritakan tentang pemerintahan raja-raja Singasari dan Majapahit.</li><li><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-style: italic; font-weight: bold;">Kitab Negarakertagama</span>, menceritakan tentang perjalanan Raja Hayam Wuruk ke Jawa Timur.</li></ul><span style="color: rgb(255, 0, 0);font-size:130%;" ><span style="font-weight: bold;">2. Aspek Kehidupan Politik</span></span><br /><span style="font-style: italic;">Raja Kertarajasa Jayawardhana</span><br /> Raja Kertanegara wafat pada tahun 1291 M, ketika Keraton Singasari saat itu diserbu secara mendadak oleh Jayakatwang (keturunan Raja Kediri). Dalam serangan itu Raden Wijaya, menantu Kertanegara, berhasil meloloskan diri dan lari ke Madura untuk meminta perlindungan dari Bupati Arya Wiraraja. Atas bantuan dari Arya Wiraraja ini, Raden Wijaya diterima dan diampuni oleh Jayakatwang dan diberikan sebidang tanah di Tarik. Daerah itu kemudian dibangun kembali menjadi sebuah perkampungan dan digunakan oleh Raden Wijaya untuk mempersiapkan diri dan menyusun kekuatan untuk sewaktu-waktu mengadakan serangan balasan terhadap Kediri.<br /><br />Kedatangan serangan Cina-Mongol yang ingin menaklukan Kertanegara, tidak disia-siakan oleh Raden Wijaya untuk menyerang Raja Jayakatwang (Raja Kediri).<br /> <span style="font-style: italic;">Raden Wijaya </span>berhasil menipu pasukan-pasukan Cina, sehingga tentara Cina rela bergabung dengan pasukan Raden Wijaya dan menyerang Raja Jayakatwang. Raja Jayakatwang dapat dikalahkan dan Kerajaan Kediri dapat dihancurkan.<br /> Kemenangan dari serangan ini membuat tentara Cina-Mongol bergembira dan merayakan pesta kemenangannya. Namun, bagi Raden Wijaya kemenangan ini harus berada di pihaknya. Raden Wijaya kemudian memutuskan untuk menyerang balik tentara-tentara Cina-Mongol yang sedang pesta pora. Serangan yang tiba-tiba dan tak diduga yang dilakukan oleh pasukan Raden Wijaya ini membuat tentara Cina-Mongol menjadi kalang kabut. Banyak yang terbunuh. Yang selamat melarikan diri dan kembali ke daratan Cina. Akhirnya, di Jawa hanya tinggal satu kekuatan, yaitu kekuatan dari pasukan Raden Wijaya.<br /><br />Dengan lenyapnya pasukan Cina-Mongol, pada tahun 1292 M Kerajaan Majapahit sudah dapat dianggap berdiri, walaupun secara resmi sistem pemerintahan Kerajaan majapahit baru berjalan setahun kemudian, yaitu ketika Raden Wijaya menjadi Raja Majapahit yang pertama dengan gelar Sri Kertajasa Jayawardhana.<br /> <span style="font-style: italic;">Raden Wijaya</span> memerintah Kerajaan Majapahit dari tahun 1293-1309 M. raden Wijaya sempat memperistri keempat putri Kertanegara, yaitu Tribhuwana, Narendraduhita, Prajnaparamita, dan Gayatri. Pada awal pemerintahannya pernah terjadi pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh teman-teman seperjuangan Raden Wijaya seperti Sora, Ranggalawe, dan Nambi. Pemberontakan-pemberontakan itu diakibatkan karena rasa tidak puas atas jabatan-jabatan yang diberikan oleh raja. Akan tetapi, pemberontakan-pemberontakan itu akhirnya dapat dipadamkan.<br /><br />Raden Wijaya wafat tahun 1309 M dan dimakamkan dalam dua tempat, yaitu dalam bentuk Jina (Budha) di Antapura dan dalam bentuk Wisnu dan Siwa di Candi Simping (dekat Blitar).<br /><br /><span style="font-style: italic;">Raja Jayanegara</span><br /> Raja Raden Wijaya wafat meninggalkan seorang putra yang bernama Kala Gemet. Putra ini diangkat menjadi Raja Majapahit dengan gelar Sri Jayanegara pada tahun 1309 M.<br /> Jayanegara memerintah Majapahit dari tahun 1309-1328 M. Masa pemerintahan Jayanegara penuh dengan pemberontakan dan juga dikenal sebagai suatumasa yang suram di dalam sejarah Kerajaan Majapahit. Pemberontakan-pemberontakan itu datang dari Juru Demung (1313 M), Gajah Biru (1314 M), Nambi (1316 M), dan Kuti (1319 M).<br /><br />Pemberontakan Kuti merupakan pemberontakan yang paling berbahaya dan hampir meruntuhkan Kerajaan Majapahit. Raja Jayanegara terpaksa mengungsi ke desa Bedander yang diikuti oleh sejumlah pasukan bayangkara (pengawal pribadi raja) di bawah pimpinan Gajah Mada. Setelah beberapa hari menetap di desa Bedander maka Gajah Mada kembali ke Majapahit untuk meninjau suasana.<br /> Setelah diketahui keadaan rakyat dan para bangsawan istana tidak setuju dan bahkan sangat benci kepada Kuti, Gajah Mada akhirnya merencanakan suatu siasat untuk melakukan serangan terhadap Kuti. Berkat ketangkasan dan siasat yang jitu dari Gajah Mada, Kuti dan kawan-kawannya dapat dilenyapkan.<br /><br />Raja Jayanegara dapat kembali lagi ke Istana dan menduduki tahta Kerajaan Majapahit. Sebagai penghargaan atas jasa Gajah Mada, maka ia langsung diangkat menjadi patih di kahuripan (1319-1321), tidak lama kemudian diangkat menjadi patih di Kediri (1322-1330).<br /><br /><span style="font-style: italic;">Ratu Tribhuwanatunggadewi</span><br /> Raja Jayanegara meninggal dengan tidak meninggalkan seorang putra mahkota. Tahta Kerajaan Majapahit jatuh ke tangan Gayatri, putri Raja Kertanegara yang masih hidup. Namun, karena ia sudah menjadi seorang pertapa, tahta kerajaan diserahkan kepada putrinya yang bernama Tribhuwanatunggadewi. ia menjadi ratu atas nama atau mewakili ibunya, Gayatri.<br /><br />Tribhuwanatunggadewi memerintah Kerajaan Majapahit dari tahun 1328-1350 M. pada masa pemerintahannya, meletus pemberontakan Sadeng (1331 M). pimpinan pemberontak tidak diketahui. Nama Sadeng sendiri adalah nama sebuah daerah yang terletak di Jawa Timur. Pemberontakan Sadeng dapat dipadamkan oleh Gajah Mada dan Adityawarman.<br /> Karena jasa dan kecakapannya, Gajah Mada diangkat menjadi Patih Mangkubhumi Majapahit menggantikan Arya Tadah. Sejak saat itu, Gajah Mada menjadi pejabat pemerintahan tertinggi sesudah raja. Ia mempunyai wewenang untuk menetapkan politik pemerintahan Majapahit.<br /><br /><span style="font-style: italic;">Raja Hayam Wuruk</span><br /> Raja Hayam Wuruk yang terlahir dari perkawinan Tribhuwanatunggadewi dengan Cakradara (Kertawardhana) adalah seorang raja yang mempunyai pandangan luas. Kebijakan politik Hayam Wuruk banyak mengalami kesamaan dengan politik Gajah Mada, yaitu mencita-citakan persatuan Nusantara berada di bawah panji Kerajaan Majapahit.<br /> Hayam Wuruk memerintah Kerajaan Majapahit dari tahun 1350-1389 M. Pada masa pemerintahannya, Gajah Mada tetap merupakan salah satu tiang utama Kerajaan majapahit dalam mencapai kejayaannya. Bahkan Kerajaan Majapahit dapat disebut sebagai kerajaan nasional setelah Kerajaan Sriwijaya.<br /><br />Selama hidupnya, patih Gajah Mada menjalankan Politik Persatuan Nusantara. Cita-citanya dijalankan dengan begitu tegas, sehingga menimbulkan peristiwa pahit yang dikenal dengan Peristiwa Sunda (Peristiwa Bubat). Peristiwa Sunda terjadi tahun 1351 M, berawal dari usaha Raja Hayam Wuruk untuk meminang putri dari Pajajaran, Dyah Pitaloka. Lamaran itu diterima oleh Sri Baduga. Raja Sri Baduga beserta putri dan pengikutnya pergi ke Majapahit, dan beristirahat di lapangan Bubat dekat pintu gerbang Majapahit.<br /><br />Selanjutnya timbul perselisihan paham antara Gajah Mada dan pimpinan Laskar Pajajaran, karena Gajah Mada ingin menggunakan kesempatan ini agar Pajajaran mau mengakui kedaulatan Majapahit, yakni dengan menjadikan putri Dyah Pitaloka sebagai selir Raja Hayam Wuruk dan bukan sebagai permaisuri. Hal ini tidak dapat diterima oleh Pajajaran karena dianggap merendahkan derajat. Akhirnya pecah pertempuran yang mengakibatkan terbunuhnya Sri baduga dengan putrinya dan seluruh pengikutnya di Lapangan Bubat.<br /><br />Akibat peristiwa itu, politik Gajah Mada mengalami kegagalan, karena dengan adanya peristiwa Bubat belum berarti Pajajaran sudah menjadi wilayah Kerajaan Majapahit. Bahkan Kerajaan Pajajaran terus berkembang secara terpisah dari Kerajaan Majapahit.<br /> Ketika Gajah Mada wafat tahun 1364 M, Raja Hayam Wuruk kehilangan pegangan dan orang yang sangat diandalkan di dalam memerintah kerajaan. Wafatnya Gajah Mada dapat dikatakan sebagai detik-detik awal dari keruntuhan Kerajaan Majapahit. Setelah Gajah Mada wafat, Raja Hayam Wuruk mengadakan sidang Dewan Sapta Prabu untuk memutuskan pengganti Patih Gajah Mada. Namun, tidak satu orang pun yang sanggup menggantikan Patih Gajah Mada. Kemudian diangkatlah empat orang menteri di bawah pimpinan Punala Tanding. Hal itu tidak berlangsung lama. Keempat orang menteri tersebut digantikan oleh dua orang menteri, yaitu Gajah Enggon dan Gajah Manguri. Akhirnya Hayam Wuruk memutuskan untuk mengangkat Gajah Enggon sebagai patih mangkubumi menggantikan posisi Gajah Mada.<br /><br />Keadaan Kerajaan Majapahit seakan-akan semakin bertambah suram, sehubungan dengan wafatnya Tribhuwanatunggadewi (ibunda Raja Hayam Wuruk) tahun 1379 M. Kerajaan Majapahit semakin kehilangan pembantu-pembantu yang cakap. Kemunduran Kerajaan Majapahit semakin jelas setelah wafatnya Raja Hayam Wuruk tahun 1389 M. Berakhirlah masa kejayaan Majapahit.<br /><br /><span style="color: rgb(102, 102, 204);">Sumpah Palapa</span><br /> Pada masa pemerintahan Ratu Tribhuwanatunggadewi terjadi pemberontakan yang dikenal dengan nama pemberontakan Sadeng. Pada waktu itu yang menjadi perdana menteri adalah Arya Tadah. Karena terganggu kesehatannya, Arya Tadah mengusulkan agar Gajah Mada diangkat menjadi Panglima Majapahit.<br /><br />Usul Arya Tadah itu diterima oleh Ratu Tribhuwanatunggadewi dan selanjutnya Gajah Mada diangkat menjadi pemimpin pasukan Kerajaan Majapahit untuk memadamkan pemberontakan Sadeng. Namun ketika Gajah Mada sedang membicarakan siasat perang ia mendapat rintangan dari seorang menteri kerajaan yang bernama Ra Kembar (pihak golongan Dharmaputra). Gajah Mada tidak menghiraukan rintangan itu dan atas bantuan dari pasukan Melayu yang dipimpin oleh Adityawarman, pemberontakan sadeng dapat dipadamkan.<br /><br />Sebagai penghargaan atas jasanya itu, pada tahun 1331 M Gajah Mada diangkat menjadi Mangkubumi Majapahit. Ia menggantikan kedudukan Arya Tadah.<br /> Saat upacara pelantikan, Gajah Mada mengucapkan sumpahnya dengan nama Sumpah Palapa (lengkapnya Tan Amukti Palapa) yang menyatakan Gajah Mada tidak akan hidup mewah sebelum Nusantara berhasil dipersatukan di bawah panji Kerajaan Majapahit.<br /> Untuk mencapai Persatuan Nusantara, berbagai macam cara dilakukan Gajah Mada. Bahkan selama hidupnya, Gajah Mada selalu mencurahkan segala kemampuan yang dimilikinya untuk mencapai tujuannya itu. Cita-cita yang dijalankannya begitu tegas itu menimbulkan peristiwa yang sangat pahit, yaitu Peristiwa Bubat atau Peristiwa Sunda.<br /><br />Gajah Mada wafat tahun 1364 M. Dengan wafatnya Gajah Mada, Kerajaan Majapahit kehilangan seorang yang sangat diandalkan dan sulit dicarikan gantinya.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">3. Kemunduran Kerajaan Majapahit</span><br /> Setelah pemerintahan Raja Hayam Wuruk, keadaan Kerajaan Majapahit mengalami masa kemunduran. Pengganti Hayam Wuruk adalah menantunya yang bernama Wikrama Wardhana (1389-1429 M) suami dari Kusumawardhani (putri yang terlahir dari permaisuri). Namun, Hayam Wuruk juga mempunyai seorang anak laki-laki yang dilahirkan dari selir, bernama Wirabhumi. Ia diberi daerah kekuasaan di ujung timur Pulau Jawa yang bernama daerah Blambangan. Pada mulanya hubungan antara Wikrama Wardhana dan Wirabhumi berjalan dengan baik. Wirabhumi tetap mengakui kekuasaan pemerintahan pusat. Sekitar tahun 1400 M hubungan itu mulai retak sehingga mengakibatkan Perang Paregreg (1401-1406 M).<br /><br />Meletusnya Perang Paregreg disebabkan Wirabhumi tidak puas dengan pengangkatan Suhita menjadi raja menggantikan Wikrama Wardhana. Dalam perang Paregreg itu, Wirabhumi berhasil dikalahkan (peristiwa ini menjadi dasar cerita Damarwulan-Minakjinggo).<br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">4. Kehidupan Ekonomi</span><br /><br />Majapahit selalu menjalankan politik bertetangga yang baik dengan kerajaan asing, seperti Kerajaan Cina, Ayodya (Siam), Champa, dan Kamboja. Hal itu terbukti sekitar tahun 1370-1381 Majapahit telah beberapa kali mengirim utusan persahabatan ke Cina. Hal itu diketahui dari berita kronik Cina dari Dinasti Ming.<br /><br />Hubungan persahabatan yang dijalin dengan negara tetangga itu sangat penting artinya bagi Kerajaan Majapahit. Khususnya dalam bidang perekonomian (pelayaran dan perdagangan) karena wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit terdiri atas pulau dan daerah kepulauan serta sebagai sumber barang dagangan yang sangat laku di pasaran pada saat itu. Barang dagangan yang dipasarkan antara lain beras, lada, gading, timah, besi, intan, ikan, cengkeh, pala, kapas dan kayu cendana.<br /><br />Dalam dunia perdagangan Kerajaan Majapahit memegang dua peranan yang sangat penting, yaitu sebagai kerajaan produsen dan sebagai kerajaan perantara.<br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">5. Kehidupan Budaya</span><br /><br />Bukti-bukti perkembangan kebudayaan di Kerajaan Majapahit dapat diketahui melalui peninggalan-peninggalan berikut.<br /><br />Candi<br /> Antara lain Candi Panataran (Blitar), Candi Tegalwangi dan Surawana (Pare, Kediri), Candi Sawentar (Blitar), Candi Sumberjati (blitar), Candi Tikus (Trowulan), dan bangunan-bangunan purba lainnya yang terdapat di daerah Trowulan.<br />Sastra<br /> Hasil sastra zaman Majapahit awal di antaranya:<br /><ol><li>Kitab Negarakertagama, karangan Mpu Prapanca (tahun 1365).</li><li>Kitab Sutasoma, karangan Mpu Tantular.</li><li>Kitab Arjunawiwaha, karangan Mpu Tantular.</li><li>Kitab Kunjarakarna, tidak diketahui pengarangnya.</li><li>Kitab Parthayajna, tidak diketahui pengarangnya.</li></ol>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2937330776437861357.post-30423800869175196592007-12-02T15:41:00.000-08:002007-12-02T15:42:23.467-08:00<span style="color: rgb(255, 0, 0);font-size:180%;" ><span style="font-weight: bold; font-family: trebuchet ms;">KERAJAAN DEMAK</span></span><br /><br />Secara geografis Kerajaan Demak terletak di daerah Jawa Tengah. Pada masa sebelumnya, daerah Demak bernama Bintaro merupakan daerah vasal atau bawahan kerajaan Majapahit. Kekuasaan pemerintahannya diberikan kepada Raden Patah, salah seorang keturunan Raja Brawijaya V yang ibunya menganut agama Islam dan berasal dari Jeumpa daerah Pasai.<br /><br /> <span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);"> Kehidupan Politik</span><br /><br />Setelah Kerajaan Majapahit runtuh, berdirilah Kerajaan Demak sebagai kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa.<br /> Menurut cerita rakyat Jawa Timur, Raden Patah termasuk keturunan raja terakhir dari Kerajaan Majapahit, yaitu Raja Brawijaya V. Setelah dewasa, Raden Patah diangkat menjadi bupati di Bintaro (Demak) dengan gelar Sultan Alam Akbar al Fatah.<br /> <br /> Raden Patah memerintah Demak dari tahun 1500-1518 M. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Demak berkembang dengan pesat, karena memiliki daerah pertanian yang luas sebagai penghasil bahan makanan, terutama beras. Oleh karena itu, Kerajaan Demak menjadi kerajaan agraris maritim. Barang dagangan yang diekspor Kerajaan Demak antara lain beras, lilin dan madu. Barang-barang itu diekspor ke Malaka, Maluku dan Samudera Pasai.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2937330776437861357.post-50564567839587698752007-12-02T15:40:00.000-08:002007-12-02T15:41:31.414-08:00<span style="font-size:180%;"><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">KERAJAAN SAMUDRA PASAI</span></span><br /><br />Kerajaan Samudera Pasai adalah Kerajaan pertama di Indonesia yang menganut agama Islam. Secara geografis, letak kerajaan Samudera Pasai di daerah pantai timur Pulau Sumatera bagian utara. Letak ini dekat dengan jalur pelayaran perdagangan internasional pada masa itu, yaitu Selat Malaka. Dengan posisi yang sangat strategis ini, Kerajaan Samudera Pasai berkembang menjadi kerajaan Islam yang cukup kuat pada masa itu.<br />Kehidupan Politik<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Pendiri Kerajaan Samudera Pasai </span>adalah Nazimuddin al-Kamil. Ia adalah seorang Laksamana Laut dari Mesir. Nazimuddin al-Kamil meletakkan dasar-dasar pemerintahan Kerajaan Samudera Pasai dengan berlandaskan kepada hukum-hukum ajaran agama Islam. Kerajaan Samudera Pasai mengalami perkembangan yang cukup pesat walaupun secara politis Kerajaan Samudera Pasai berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit.<br /> Sultan Malikul Saleh memerintah Samudera Pasai dari tahun 1285-1297 M. Perkawinan Sultan Malikul Saleh dengan Putri Ganggang Sari dapat memperkuat kedudukannya di daerah pantai timur Aceh, sehingga Kerajaan Samudera Pasai menjadi pusat perdagangan di Selat Malaka.<br /><br />Sultan Malikul Thahir (Malik at-Thahir) memerintah dari tahun 1297-1326 M. Pada masa kekuasaannya, terjadi peristiwa penting pada kerajaan Samudera Pasai, dimana putra kedua Sultan Malikul Saleh yang bernama Abdullah memisahkan diri ke daerah Aru (barumun) dan bergelar Sultan Malikul Mansur. Ia kembali kepada aliran yang semula yaitu aliran Shiah.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2937330776437861357.post-64501093178907243942007-12-02T15:36:00.000-08:002007-12-02T15:38:22.378-08:00<span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);font-size:180%;" >KERAJAAN MATARAM KUNO</span><br /><br /><span style="font-family: trebuchet ms; font-style: italic; color: rgb(102, 51, 255);font-size:130%;" ><span style="font-weight: bold;">Dinasti Sanjaya</span></span><br /><br />Kerajaan Mataram terletak di Jawa Tengah dengan daerah intinya disebut Bhumi Mataram. Daerah tersebut dikelilingi oleh pegunungan dan gunung-gunung, seperti Pegunungan Serayu, Gunung Prau, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Ungaran, Gunung Merbabu, Gunung Merapi, Pegunungan Kendang, Gunung Lawu, Gunung Sewu, Gunung Kidul. Daerah itu juga dialiri banyak sungai, diantaranya Sungai Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Elo, dan yang terbesar dalah Sungai Bengawan Solo. Mata pencaharian utama dari rakyat Mataram Kuno adalah pertanian, sementara masalah perdagangan kurang mendapat perhatian.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">1. Sumber Sejarah</span><br /> Bukti-bukti berdirinya Dinasti Sanjaya diketahui melalui Prasasti Canggal (daerah Kedu), Prasasti Belitung, Kitab Carita Parahyangan.<br /><br />· Prasasti Canggal (732 M)<br /><br />Prasasti ini dibuat pada masa pemerintahan Raja Sanjaya yang berhubungan dengan pendirian sebuah Lingga. Lingga tersebut adalah Lambang dari Dewa Siwa. Sehingga agama yang dianutnya adalah agama Hindu beraliran Siwa.<br /><br />· Prasasti Balitung (907 M)<br /><br />Prasasti ini adalah prasasti tembaga yang dikeluarkan oleh Raja Diah Balitung. Dalam prasasti itu disebutkan nama raja yang pernah memerintah pada Kerajaan Dinasti Sanjaya.<br /><br />· Kitab Carita Parahyangan<br /><br />Dalam hal ini diceritakan tentang hal ikhwal raja-raja Sanjaya.<br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">2. Kehidupan Politik</span><br /> Kerajaan Mataram diperintah oleh raja-raja keturunan dari Dinasti Sanjaya. Raja-raja yang pernah berkuasa di kerajaan Mataram diantaranya:<br />Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya<br /> Menurut Prasasti Canggal (732 M), Raja Sanjaya adalah pendiri Kerajaan Mataram dari Dinasti Sanjaya. Raja Sanjaya memerintah dengan sangat adil dan bijaksana sehingga kehidupan rakyatnya terjamin aman dan tentram.<br /> Raja Sanjaya meninggal kira-kira pertengahan abad ke-8 M. Ia digantikan oleh Rakai Panangkaran. Berturut-turut penggantian Rakai Panangkaran adalah Rakai Warak dan Rakai Garung.<br /><br />Sri Maharaja Rakai Pikatan<br /><br />Setelah Rakai Garung meninggal, Rakai Pikatan naik tahta. Untuk melaksanakan cita-citanya menguasai seluruh wilayah Jawa Tengah, Rakai Pikatan harus berhadapan dengan Kerajaan Syailendra yang pada masa itu diperintah oleh Raja Balaputra Dewa. Karena kekuatan Kerajaan Syailendra melebihi kekuatan Kerajaan Mataram, maka jalan yang ditempuh Rakai Pikatan adalah meminang Putri dari Kerajaan Syailendra yang bernama Pramodhawardani. Seharusnya Pramodhawardani berkuasa atas Kerajaan Syailendra, tetapi ia menyerahkan tahtanya kepada Balaputra Dewa.<br /><br />Rakai Pikatan mendesak Pramodhawardani agar mau menarik tahtanya kembali dari Balaputra Dewa, sehingga meletuslah perang saudara. Dalam perang itu, Raja Balaputra Dewa dapat dikalahkan dan lari ke Kerajaan Sriwijaya. Dengan demikian, cita-cita Rakai Pikatan untuk menguasai wilayah Jawa Tengah tercapai.<br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(102, 51, 255);font-size:130%;" ><span style="font-weight: bold;">Dinasti Syailendra</span></span><br /><br />Pada pertengahan abad ke-8 M di Jawa Tengah bagian selatan, yaitu di daerah Bagelan dan Yogyakarta, memerintah seorang raja dari Dinasti Syailendra. Pada masa pemerintahan Raja Balaputra Dewa, diketahui bahwa pusat kedudukan Kerajaan Syailendra terletak di daerah pegunungan di sebelah selatan berdasarkan bukti ditemukannya peninggalan istana Ratu Boko.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">1. Sumber Sejarah</span><br /> Prasasti-prasasti yang berhasil ditemukan diantaranya sebagai berikut:<br /><br />· Prasasti Kalasan (778 M)<br /><br />Prasasti ini menyebutkan tentang seorang raja dari Dinasti Syailendra yang berhasil menunjuk Rakai Panangkaran untuk mendirikan sebuah bangunan suci bagi Dewi Tara dan sebuah Bihara untuk para pendeta. Rakai Panangkaran akhirnya menghadiahkan desa Kalasan kepada Sanggha Budha.<br /><br />· Prasasti Kelurak (782 M) di daerah Prambanan<br /><br />Prasasti ini menyebutkan tentang pembuatan arca Manjusri yang merupakan perwujudan Sang Budha, Wisnu, dan Sanggha, yang dapat disamakan dengan Brahma, Wisnu, Siwa. Prasasti itu juga menyebutkan nama raja yang memerintah saat itu yang bernama Raja Indra.<br /><br />· Prasasti Ratu Boko (856 M)<br /><br />Prasasti ini menyebutkan tentang kekalahan Raja Balaputra Dewa dalam perang saudara melawan kakaknya Pramodhawardani dan selanjutnya melarikan diri ke Sriwijaya.<br /><br />· Prasasti Nalanda (860 M)<br /><br />Prasasti ini menyebutkan tentang asal-usul Raja Balaputra Dewa. Disebutkan bahwa Balaputra Dewa adalah putra dari Raja Samarottungga dan cucu dari Raja Indra (Kerajaan Syailendra di Jawa Tengah).<br /><br />Di samping prasasti-prasasti tersebut di atas, juga terdapat peninggalan-peninggalan berupa candi-candi Budha seperti Candi Borobudur, Mendut, Pawon, Kalasan, Sari, Sewu, dan candi-candi lainnya yang lebih kecil.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">2. Kehidupan Politik</span><br /> Pada akhir abad ke-8 M Dinasti Sanjaya terdesak oleh dinasti lain, yaitu Dinasti Syailendra. Peristiwa ini terjadi ketika Dinasti Sanjaya diperintah oleh Rakai Panangkaran. Hal itu dibuktikan melalui Prasasti Kalasan yang meneybutkan bahwa Rakai Panangkaran mendapat perintah dari Raja Wisnu untuk mendirikan Candi Kalasan (Candi Budha).<br /> Walaupun kedudukan raja-raja dari Dinasti Sanjaya telah terdesak oleh Dinasti Syailendra, raja-raja dari Dinasti sanjaya tetap diakui kedudukannya sebagai raja yang terhormat. Hanya harus tunduk terhadap raja-raja Syailendra sebagai penguasa tertinggi atas seluruh Mataram.<br /><br />Berdasarkan prasasti yang telah ditemukan dapat diketahui raja-raja yang pernah memerintah Dinasti Syailendra, di antaranya:<br />Raja Indra<br /> Dinasti Syailendra menjalankan politik ekspansi pada masa pemerintahan Raja Indra. Perluasan wilayah ini dtujukan untuk menguasai daerah-daerah di sekitar Selat Malaka. Selanjutnya, yang memperkokoh pengaruh kekuasaan Syailendra terhadap Sriwijaya adalah karena Raja Indra menjalankan perkawinan politik. Raja Indra mengawinkan putranya yang bernama Samarottungga dengan putri Raja Sriwijaya.<br /><br />Raja Samarottungga<br /> Pengganti Raja Indra bernama Samarottungga. Pada zaman kekuasaannya dibangun Candi Borobudur. Namun sebelum pembangunan Candi Borobudur selesai, Raja Samarottungga meninggal dan digantikan oleh putranya yang bernama Balaputra Dewa yang merupakan anak dari selir.<br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">3. Kehidupan Sosial</span><br /> Kehidupan sosial Kerajaan Syailendra, ditafsirkan sudah teratur. Hal ini dilihat melalui cara pembuatan candi yang menggunakan tenaga rakyat secara bergotong-royong. Di samping itu, pembuatan candi ini menunjukkan betapa rakyat taat dan mengkultuskan rajanya.<br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">4. Kehidupan Budaya</span><br /> Kerajaan Syailendra banyak meninggalkan bangunan-bangunan candi yang sangat megah dan besar nilainya, baik dari segi kebudayaan, kehidupan masyarakat dan perkembangan kerajaan. Candi-candi yang terkenal seperti telah disebutkan di atas adalah Candi Mendut, Pawon, Borobudur, Kalasan, Sari, dan Sewu.<br /> Nama Borobudur diperkirakan berasal dari nama Bhumi Sambharabudhara. Bhumi Sambhara berarti bukit atau gunung dan Budhara berarti raja. Jadi arti dari nama tersebut adalah Raja Gunung, yang sama artinya dengan Syailendra. Candi Borobudur memiliki suatu sistem yang terbagi dalam tiga bagian yaitu Kamadhatu, Rupadhatu, dan Arupadhatu.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2937330776437861357.post-49314828436599208562007-12-02T15:35:00.001-08:002007-12-02T15:35:58.952-08:00<span style="font-size:130%;"><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">KERAJAAN PAJAJARAN</span></span><br /><br />Sumber Sejarah<br /><br />Sumber sejarah dari Kerajaan Pajajaran dapat diketahui melalui sumber-sumber prasasti maupun kitab-kitab cerita.<br />Prasasti<br /><br />· Prasasti Rakryan Juru Pangambat (923 M).<br />· Prasasti Horren (berasal dari Kerajaan Majapahit).<br />· Prasasti Citasih (1030 M).<br />· Prasasti Astanagede (di Kawali, Ciamis).<br /><br />Kitab Carita<br /><br />· Kitab Carita Kidung Sundayana. Kitab ini menceritakan kekalahan pasukan Pajajaran dalam pertempuran di Bubat (Majapahit) dan tewasnya Raja Sri Baduga beserta putrinya.<br />· Kitab Carita Parahyangan. Kitab ini menceritakan bahwa pengganti Raja Sri Baduga setelah Perang Bubat bernama Hyang Wuni Sora.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2937330776437861357.post-38732718776889878102007-12-02T15:33:00.000-08:002007-12-02T15:35:07.461-08:00<span style="font-size:180%;"><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);"><br />KERAJAAN SRIWIJAYA</span></span><br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">1. Lokasi Kerajaan</span><br /><br />Berdasarkan penemuan-penemuan prasasti disimpulkan bahwa Kerajaan Sriwijaya terletak di Sumatera Selatan, yaitu tepatnya di tepi Sungai Musi atau sekitar kota Palembang sekarang.<br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">2. Sumber Sejarah</span><br /> Sumber-sumber sejarah yang mendukung tentang keberadaan Kerajaan Sriwijaya berasal dari berita asing dan prasasti-prasasti.<br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(102, 102, 204);">a. Berita Asing</span><br /> Dari Berita Arab, dapat diketahui bahwa telah banyak pedagang Arab yang melakukan kegiatan perdagangannya di Kerajaan Sriwijaya. Bahkan di pusat Kerajaan Sriwijaya ditemukan perkampungan-perkampungan orang-orang Arab sebagai tempat tingga sementara. Di samping itu, keberadaan Sriwijaya diketahui dari sebutan orang-orang Arab terhadap Kerajaan Sriwijaya seperti Zabaq, Sabay, atau Sribusa.<br /><br />Dari Berita India, dapat diketahui bahwa raja dari Kerajaan Sriwijaya pernah menjalin hubungan dengan raja-raja dari kerajaan yang ada di India seperti dengan Kerajaan Nalanda, dan Kerajaan Chola. Dengan Kerajaan Nalanda disebutkan bahwa Raja Sriwijaya mendirikan sebuah prasasti yang dikenal dengan nama Prasasti Nalanda. Namun hubungan dengan Kerajaan Chola (Cholamandala) menjadi retak setelah raja Chola, yaitu Raja Rajendra Chola, ingin menguasai Selat Malaka.<br /> Dari Berita Cina, dapat diketahui bahwa pedagang-pedagang Kerajaan Sriwijaya telah menjalin hubungan perdagangan dengan pedagang-pedagang Cina. Para pedagang Cina sering singgah di Kerajaan Sriwijaya untuk selanjutnya meneruskan perjalanannya ke India maupun Romawi.<br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(51, 102, 255);">b. Berita dalam Negeri</span><br /> Berita-berita dalam negeri berasal dari prasasti-prasasti yang dibuat oleh raja-raja dari Kerajaan Sriwijaya. Prasasti itu antara lain sebagai berikut.<br />Prasasti Kedukan Bukit<br /> Prasasti berangka tahun 684 M itu menyebutkan bahwa raja Sriwijaya bernama Dapunta Hyang yang membawa tentara sebanyak 20.000 orang berhasil menundukan Minangatamwan. Dengan kemenangan itu, Kerajaan Sriwijaya menjadi makmur. Daerah yang dimaksud Minangatamwan itu kemungkinan adalah daerah Binaga yang terletak di Jambi. Daerah itu sangat strategis untuk perdagangan. <br /><br />Prasasti Talang Tuwo<br /> Prasasti berangka tahun 684 M itu menyebutkan tentang pembuatan Taman Srikesetra atas perintah Raja Dapunta Hyang.<br />Prasasti Telaga Batu<br /> Prasasti itu menyebutkan tentang kutukan raja terhadap siapa saja yang tidak taat terhadap Raja Sriwijaya dan juga melakukan tindakan kejahatan.<br />Prasasti Kota Kapur<br /> Prasasti berangka tahun 686 M itu menyebutkan bahwa Kerajaan Sriwijaya berusaha untuk menaklukan Bumi Jawa yang tidak setia kepada Kerajaan Sriwijaya. Prasasti tersebut ditemukan di Pulau Bangka.<br /><br />Prasasti Karang Berahi<br /> Prasasti berangka tahun 686 M itu ditemukan di daerah pedalaman Jambi, yang menunjukan penguasaan Sriwijaya atas daerah itu.<br />Prasasti Ligor<br /> Prasasti berangka tahun 775 M itu menyebutkan tentang ibu kota Ligor dengan tujuan untuk mengawasi pelayaran perdagangan di Selat Malaka.<br />Prasasti Nalanda<br /> Prasasti itu menyebutkan Raja Balaputra Dewa sebagai Raja terakhir dari Dinasti Syailendra yang terusir dari Jawa Tengah akibat kekalahannya melawan Kerajaan Mataram dari Dinasti Sanjaya. Dalam prasasti itu, Balaputra Dewa meminta kepada Raja Nalanda agar mengakui haknya atas Kerajaan Syailendra. Di samping itu, prasasti ini juga menyebutkan bahwa Raja Dewa Paladewa berkenan membebaskan 5 buah desa dari pajak untuk membiayai para mahasiswa Sriwijaya yang belajar di Nalanda.<br /><br />Prasasti-prasasti dari Kerajaan Sriwijaya itu sebagian besar menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">3. Kehidupan Politik</span><br /><br />Raja-raja yang berhasil diketahui pernah memerintah Kerajaan Sriwijaya diantaranya sebagai berikut.<br /><br /><span style="font-style: italic;">Raja Dapunta Hyang</span><br /> Berita mengenai raja ini diketahui melalui Prasasti Kedukan Bukit (683 M). Pada masa pemerintahannya, Raja Dapunta Hyang telah berhasil memeperluas wilayak kekuasaannya sampai ke wilayah Jambi, yaitu dengan menduduki daerah Minangatamwan.<br /> Daerah ini memiliki arti yang sangat strategis dalam bidang perekonomian, karena daerah ini dekat dengan jalur perhubungan pelayaran perdagangan di Selat Malaka. Sejak awal pemerintahannya, Raja Dapunta Hyang telah mencita-citakan agar Kerajaan Sriwijaya menjadi Kerajaan Maritim.<br /><br /><span style="font-style: italic;">Raja Balaputra Dewa</span><br /> Pada awalnya, Raja Balaputra Dewa adalah raja dari kerajaan Syailendra (di Jawa Tengah). Ketika terjadi perang saudara di Kerajaan Syailendra antara Balaputra Dewa dan Pramodhawardani (kakaknya) yang dibantu oleh Rakai Pikatan (Dinasti Sanjaya), Balaputra Dewa mengalami kekalahan. Akibat kekalahan itu, Raja Balaputra Dewa lari ke Sriwijaya. Di Kerajaan Sriwijaya berkuasa Raja Dharma Setru (kakek dari Raja Balaputra Dewa) yang tidak memiliki keturunan, sehingga kedatangan Raja Balaputra Dewa di Kerajaan Sriwijaya disambut baik. Kemudian, ia diangkat menjadi raja.<br /><br />Pada masa pemerintahan Raja Balaputra Dewa, Kerajaan Sriwijaya berkembang semakin pesat. Raja Balaputra Dewa meningkatkan kegiatan pelayaran dan perdagangan rakyat Sriwijaya. Di samping itu, Raja Balaputra Dewa menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan yang berada di luar wilayah Indonesia, terutama dengan kerajaan-kerajaan yang berada di India, seperti Kerajaan Benggala (Nalanda) maupun Kerajaan Chola. Bahkan pada masa pemerintahannya, kerajaan Sriwijaya menjadi pusat perdagangan dan penyebaran agama Budha di Asia Tenggara.<br /><br /><span style="font-style: italic;">Raja Sanggrama Wijayattunggawarman</span><br /> Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Sriwijaya mendapat ancaman dari Kerajaan Chola. Di bawah pemerintahan Raja Rajendra Chola, Kerajaan Chola melakukan serangan dan berhasil merebut Kerajaan Sriwijaya. Raja Sriwijaya yang bernama Sanggrama Wijayattunggawarman berhasil ditawan. Namun pada masa pemerintahan Raja Kulotungga I di Kerajaan Cho, Raja Sanggrama Wijayattunggawarman dibebaskan kembali.<br /><br />a. Wilayah Kekuasaan Kerajaan Sriwijaya<br /> Setelah berhasil menguasai Palembang, ibu kota Kerajaan Sriwijaya dipindahakan dari Muara Takus ke Palembang. Dari Palembang, Kerajaan Sriwijaya dengan mudah dapat menguasai daerah-daerah di sekitarnya seperti Bangka, Jambi Hulu dan mungkin juga Jawa Barat (Tarumanegara). Maka dalam abad ke-7 M, Kerajaan Sriwijaya telah berhasil menguasai kunci-kunci jalan perdagangan yang penting seperti Selat Sunda, Selat Bangka, Selat Malaka, dan Laut Jawa bagian barat.<br /><br />Pada abad ke-8 M, perluasan Kerajaan Sriwijaya ditujukan ke arah utara, yaitu menduduki Semenanjung Malaya dan Tanah Genting Kra. Pendudukan terhadap daerah Semenanjung Malaya bertujuan untuk menguasai daerah penghasil lada dan timah. Sedangkan pendudukan terhadap daerah Tanah Genting Kra bertujuan untuk menguasai lintas jalur perdagangan antara Cina dan India. Tanah Genting Kra sering dipergunakan oleh para pedagang untuk menyeberang dari perairan Lautan Hindia ke Laut Cina Selatan, untuk menghindari persinggahan di pusat Kerajaan Sriwijaya.<br /><br />Pada akhir abad ke-8 M, Kerajaan Sriwijaya telah berhasil menguasai seluruh jalur perdagangan di Asia Tenggara, baik yang melalui Selat Malaka, Selat Karimata, dan Tanah Genting Kra.<br /> Dengan kekuasaan wilayah itu, Kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan laut terbesar di seluruh Asia Tenggara.<br /><br />b. Sriwijaya sebagai Negara Maritim<br /> Prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan di Bukit Siguntang (dekat Palembang), menyebutkan bahwa seorang raja yang bijaksana berlayar ke luar negeri untuk mencari kekuatan gaib. Usahanya berhasil dengan baik. Usaha besar yang dimaksudkan itu adalah perjalanan ekspedisi Raja Sriwijaya yang berhasil dengan gemilang dalam menaklukan Bangka dan Melayu (di Jambi).<br /><br />Menurut Prasasti Kota Kapur (686 M) yang ditemukan di Pulau Bangka, penduduk pulau Bangka tunduk kepada Kerajaan Sriwijaya. Di samping itu, juga diberitakan bahwa Kerajaan Sriwijaya telah melakukan ekspedisi ke Pulau Jawa. Perluasan yang dilakukan Kerajaan Sriwijaya bertujuan untuk menguasai jalur perdagangan di Selat Malaka dan Selat Sunda.<br /> Semakin ramainya aktifitas pelayaran perdagangan di Kerajaan Sriwijaya mengakibatkan Kerajaan Sriwijaya menjadi tempat pertemuan para pedagang atau pusat perdagangan di Asia Tenggara. Bahkan para pedagang dari Kerajaan Sriwijaya juga melakukan hubungan sampai di luar wilayah Indonesia, seperti ke Cina di sebelah utara, atau Laut Merah dan Teluk Persia di sebelah barat. Itulah sebabnya, Kerajaan Sriwijaya lebih dikenal sebagai kerajaan maritim.<br /><br />c. Hubungan dengan Luar Negeri<br /> Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan di luar wilayah Indonesia, terutama dengan kerajaan-kerajaan yang berada di India, seperti Kerajaan Pala/Nalanda di Benggala dan Kerajaan Cholamandala di Pantai Timur India Selatan.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">4. Kehidupan Ekonomi</span><br /> Dilihat dari letak geografis, daerah Kerajaan Sriwijaya mempunyai letak yang sangat strategis, yaitu di tengah-tengah jalur pelayaran perdagangan antara India dan Cina. Di samping itu, letak Kerajaan Sriwijaya dekat dengan Selat Malak yang merupakan urat nadi perhubungan bagi daerah-daerah di Asia Tenggara.<br /><br />Hasil bumi Kerajaan Sriwijaya merupakan modal utama bagi masyarakatnya untuk terjun dalam aktifitas pelayaran dan perdagangan.<br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">5. Kehidupan Budaya</span><br /> Menurut berita dari Tibet, seorang pendeta bernama Atica datang dan tinggal di Sriwijaya (1011-1023 M) dalam rangka belajar agama Budha dari seorang guru besar yang bernama Dharmapala. Menurutnya, Sriwijaya merupakan pusat agama Budha di luar India. Tetapi walaupun Kerajaan Sriwijaya dikenal sebagai pusat agama Budha, tidak banyak peninggalan purbakala seperti candi-candi atau arca-arca sebaga tanda kebesaran Kerajaan Sriwijaya dalam bidang kebudayaan.<br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">6. Kehidupan Agama</span><br /> Kerajaan Sriwijaya merupakan pusat pertemuan antara para jemaah agama Budha dari Cina ke India dan dari India ke Cina. Melalui pertemuan itu, di Kerajaan Sriwijaya berkembang ajaran Budha Mahayana. Bahkan perkembangan ajaran agama Budha di Kerajaan Sriwijaya tidak terlepas dari pujangga yang berasal dari Kerajaan Sriwijaya diantaranya Dharmapala dan Sakyakirti. Dharmapala adalah seorang guru besar agama Budha dari Kerajaan Sriwijaya. Ia pernah mengajar agama Budha di Perguruan Tinggi Nalanda (Benggala).<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">8. Mundurnya Kerajaan Sriwijaya</span><br /> Pada akhir abad ke-13 M, Kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran. Hal ini disebabkan oleh faktor politik dan ekonomi.<br />Faktor Politis<br /> Kedudukan Kerajaan Sriwijaya semakin terdesak, karena munculnya kerajaan-kerajaan besar yang juga memiliki kepentingan dalam dunia perdagangan, seperti Kerajaan Siam di sebelah utara. Kerajaan Siam memperluas wilayah kekuasaannya ke arah selatan dengan menguasai daerah-daerah di Semenanjung Malaya termasuk Tanah Genting Kra. Jatuhnya Tanah Genting Kra ke dalam kekuasaan Kerajaan Siam mengakibatkan kegiatan pelayaran perdagangan di Kerajaan Sriwijaya semakin berkurang.<br /><br />Dari arah timur, Kerajaan Sriwijaya terdesak oleh perkembangan Kerajaan Singasari, yang pada waktu itu diperintah oleh Raja Kertanegara. Kerajaan Singasari yang bercita-cita menguasai seluruh wilayah nusantara mulai mengirim ekspedisi ke arah barat yang dikenal dengan istilah Ekspedisi Pamalayu. Dalam ekspedisi ini, Kerajaan Singasari mengadakan pendudukan terhadap Kerajaan Melayu, Pahang, dan Kalimantan, sehingga mengakibatkan kedudukan Kerajaan Sriwijaya semakin terdesak.<br />Faktor Ekonomi<br /><br />Para pedagang yang melakukan aktifitas perdagangan di Kerajaan Sriwijaya semakin berkurang, karena daerah-daerah strategis yang pernah dikuasai oleh Kerajaan Sriwijaya telah jatuh ke dalam kekuasaan dari raja-raja sekitarnya. Akibatnya, para pedagang yang melakukan penyeberangan ke Tanah Genting Kra atau yang melakukan kegiatan sampai ke daerah Melayu (sudah dikuasai Kerajaan Singasari) tidak lagi melewati wilayah kekuasaan Sriwijaya. Keadaan seperti ini tentu mengurangi sumber pendapatan kerajaan.<br /><br />Dengan faktor politis dan ekonomi itu, maka sejak akhir abad ke-13 M kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan kecil dan wilayahnya terbatas pada daerah Palembang. Kerajaan Sriwijaya yang kecil dan lemah akhirnya dihancurkan oleh Kerajaan Majapahit tahun 1377 M.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2937330776437861357.post-46160845319521653722007-12-02T15:31:00.000-08:002007-12-02T15:32:57.337-08:00<span style="font-size:130%;"><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">KERAJAAN TARUMANEGARA</span></span><br /><br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0);">1. Lokasi Kerajaan</span><br />Berdasarkan penemuan dari beberapa prasasti tentang kerajaan Tarumanegara, maka letak kerajaan itu adalah di wilayah Jawa Barat, dengan pusat kerajaan diperkirakan terletak di sekitar daerah Bogor sekarang.<br /> Adapun wilayah kekuasaan kerajaan Tarumanegara meliputi daerah Banten, jakarta sampai ke perbatasan Cirebon, sehingga dapat ditafsirkan bahwa pada masa pemerintahan Raja Purnawarman wilayah kekuasaan kerajaan Tarumanegara hampir menguasai seluruh wilayah Jawa Barat.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">2. Sumber Sejarah</span><br /> Sumber-sumber sejarah Tarumanegara berasal dari berita asing dan prasasti-prasasti sebagai berikut.<br /><br />· <span style="font-style: italic;">Berita Cina,</span> berita dinasti T'ang menyebutkan bahwa seorang pendeta Cina yang bernama Fa-Hien terdampar di Pulau jawa (414 M) ketika ia hendak kembali dari India ke negerinya di Cina. Dalam catatan perjalanannya, ia menyebutkan bahwa di daerah pantai utara Pulau Jawa bagian barat telah ditemukan masyrakat yang mendapat pengaruh Hindu India. Masyarakat yang ditemukan itu diperkirakan menjadi bagian dari masyrakat kerajaan Tarumanegara.<br />· <span style="font-style: italic;">Prasasti-prasasti,</span> diantaranya: Prasasti Ciaruteun (Ciampea, Bogor), Prasasti Kebon Kopi (Bogor), Prasasti Jambu (Bogor), Prasasti Muara Cianten (Bogor), Prasasti Tugu (daerah Tugu, Jakarta Utara), Prasasti Awi (Leuwiliang), Prasasti Munjul (Banten).<br /><br />Setiap prasasti itu memuat tentang keberadaan kerajaan Tarumanegara dengan rajanya yang memerintah bernama Purnawarman. Misalnya, tulisan yang terdapat prasasti Ciaruteun (yang juga dikenal dengan sebutan Batutulis) itu berbunyi:<br /><br />Vikrantasya Vanipateh, Crimateh Purnawarmanah Tarumanegarandrasa, Visnor iwa padadvayam.<br /><br />Artinya:<br /><br />"Kedua buah tapak kaki yang seperti tapak kaki Dewa Wisnu adalah tapak kaki dari Raja Purnawarman, raja dari negeri Taruma, raja yang gagah berani."<br /><br />Bahasa pada prasasti itu adalah Bahasa Sansekerta dengan huruf Pallawa. Dari perbandingan melalui huruf-huruf pada prasasti yang ditemukan di India, maka parasasti-prasasti tersebut diperkirakan ditulis pada abad ke-5 M.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">3. Kehidupan Politik</span><br /> Raja Purnawarman adalah raja besar yang telah berhasil meningkatkan kehidupan rakyatnya. Hal ini dibuktikan dari prasasti tugu yang menyatakan bahwa Raja Purnawarman telah memerintahkan untuk menggali sebuah kali. Penggalian sebuah kali ini sangat besar artinya, karena pembuatan kali ini berarti pembuatan saluran irigasi untuk memperlancar pengairan sawah-sawah pertanian rakyat. Dengan upaya itu, Raja Purnawarman dipandang sebagai raja besar yang memperhatikan kehidupan rakyatnya.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">4. Kehidupan Sosial</span><br /> Pada parasasti Ciaruteun disebutkan bahwa telapak kaki Raja Purnawarman disamakan dengan telapak kaki Dewa Wisnu, di mana Dewa Wisnu dipandang sebaga dewa pelindung dunia. Jadi, Raja Purnawarman adalah seorang raja yang terus berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyatnya.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">5. Kehidupan Ekonomi</span><br /> Pada prasasti Tugu dinyatakan, bahwa Raja Purnawarman memerintahkan untuk membuat sebuah terusan sepanjang 6122 tombak. Pembangunan terusan ini mempunyai arti ekonomis yang besar bagi masyarakat, karena dapat dipergunakan sebagai sarana pencegah banjir dan sarana lalu lintas pelayaran perdagangan antar daerah di Kerajaan Tarumanegara atau dengan dunia luar.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2937330776437861357.post-57892472322751093952007-12-02T15:29:00.000-08:002007-12-02T15:31:01.661-08:00<span style="font-size:130%;"><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">KERAJAAN KUTAI</span></span><br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">1. Lokasi Kerajaan </span><br />Berdasarkan sumber-sumber berita yang berhasil ditemukan menunjukkan bahwa kerajaan Kutai terletak di Kalimantan Timur, yaitu di hulu sungai Mahakam. Nama kerajaan ini disesuaikan dengan nama daerah tempat penemuan prasati, yaitu di daerah Kutai.<br />Sumber menyatakan bahawa di Kalimantan Timur telah berdiri dan berkembang kerajaan yang mendapat pengaruh Hindu (India) adalah beberapa dari penemuan peninggalan berupa tulisan (prasasti). Tulisan itu berhasil ditemukan terdapat pada tujuh buah tiang batu yang disebut dengan nama Yupa. Tulisan yang terbuat pada Yupa itu mempergunakan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">2. Kehidupan Politik</span><br />Raja-raja yang berhasil diketahui pernah memerintah kerajaan Kutai adalah sebagai berikut.<br /><ul><li><span style="font-style: italic;">Raja Kudungga</span>, merupakan raja pertama yang berkuasa di kerajaan Kutai. Kedudukan Raja Kudungga pada awalnya adalah seorang kepala suku. Dengan masuknya pengaruh Hindu, ia mengubah struktur pemerintahannya menjadi kerajaan dan menganggap dirinya menjadi raja, sehingga pergantian raja dilakukan secara turun temurun.</li><li><span style="font-style: italic;">Raja Aswawarman</span>, prasasti Yupa menyatakan bahwa Raja Aswawarman merupakan seorang raja yang cakap dan kuat. Pada masa pemerintahannya, wilayah kekuasaan Kutai diperluas lagi. Hal ini dibuktikan dengan pelaksanaan upacara Aswamedha. Upacara-upacara ini pernah dilaksanakan di India pada masa pemerintahan Raja Samudragupta, ketika ingin memperluas wilayahnya.</li><li><span style="font-style: italic;">Raja Mulawarman,</span> adalah putra dari Raja Aswawarman. Ia adalah raja terbesar dari kerajaan Kutai. Di bawah pemerintahannya kerajaan Kutai mengalami masa yang gemilang. Rakyat hidup tentram dan sejahtera. Dengan keadaan seperti itulah akhirnya raja Mulawarman mengadakan upaca kurban emas yang amat banyak.</li></ul><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">3. Kehidupan Sosial</span><br /> Berdasarkan isi prasasti-prasasti Kutai dapat diketahui bahwa pada abad ke-4 M di daerah Kutai terdapat suatu masyarakat Indonesia yang telah banyak menerima pengaruh Hindu. Masyarakat tersebut telah dapat mendirikan suatu kerajaan yang teratur rapi menurut pola pemerintahan di India. Masyarakat Indonesia menerima unsur-unsur yang datang dari luar (India) dan mengembangkannya sesuai dengan tradisi bangsa Indonesia sendiri.<br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">4. Kehidupan Ekonomi</span><br /> Dilihat dari letaknya, Kutai sangat strategis, terletak pada jalur aktifitas pelayaran dan perdagangan antara dunia barat dan dunia timur. Secara langsung maupun tidak langsung besar pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat Kutai, terutama dalam bidang perekonomian masyarakatnya, dimana perdagangan juga dijadikan mata pencaharian utama saat itu.<br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">5. Kehidupan Budaya</span><br /> Salah satu yupa menyebutkan suatu tempat suci dengan kata Vaprakecvara, yang artinya sebuah lapangan luas tempat pemujaan. Vaprakecvara itu dihubungkan dengan Dewa Siwa. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa masyarakat Kuta memeluk agama Siwa. Hal ini didukung oleh beberapa faktor berikut.<br />· Besarnya pengaruh kerajaan Pallawa yang beragama Siwa menyebabkan agama Siwa terkenal di Kutai.<br />· Pentingnya peranan para Brahmana di Kutai menunjukkan besarnya pengaruh Brahmana dalam agama Siwa terutama mengenai upacara korban.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2937330776437861357.post-32298582379865151892007-12-02T15:25:00.000-08:002007-12-02T15:28:31.696-08:00<span style="color: rgb(255, 0, 0);font-size:130%;" ><span style="font-weight: bold;">PERWUJUDAN AKULTURASI KEBUDAYAAN INDONESIA DENGAN KEBUDAYAAN HINDU BUDHA</span></span><br /><br /><span style="color: rgb(102, 102, 204); font-weight: bold;">Pengertian Akulturasi Kebudayaan</span><br />Akuturasi adalah perpaduan antara kebudayaan yang berbeda yang berlangsung dengan damai dan serasi. Contohnya, perpaduan kebudayaan antara Hindu-Budha dengan kebudayaan Indonesia, dimana perpaduan antara dua kebudayaan itu tidak menghilangkan unsur-unsur asli dari kedua kebudayaan tersebut.<br /> Oleh karena itu, kebudayaan Hindu-Budha yang masuk ke Indonesia tidak diterima begitu saja. Hal ini disebabkan:<br /><ul><li>Masyarakat Indonesia telah memiliki dasar-dasar kebudayaan yang cukup tinggi, sehingga masuknya kebudayaan asing ke Indonesia menambah perbendaharaan kebudayaan Indonesia.</li><li>Kecakapan istimewa. Bangsa Indonesia memiliki apa yang disebut dengan istilah local genius, yaitu kecakapan suatu bangsa untuk menerima unsur-unsur kebudayaan asing dan mengolah unsur-unsur tersebut sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.</li></ul><span style="font-size:130%;"><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Perwujudan Akulturasi dalam Hindu-Budha di Indonesia dalam bentuk:</span></span><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">Seni Bangunan</span><br /> Dasar bangunan candi itu merupakan hasil pembangunan bangsa Indonesia dari zaman Megalitikum, yaitu bangunan punden berundak-undak. Punden berundak-undak ini mendapat pengaruh Hindu-Budha, sehingga menjadi wujud sebuah candi, seperti Candi Borobudur.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Seni rupa/Seni lukis</span><br /> Unsur seni rupa dan seni lukis India telah masuk ke Indonesia.hal ini terbukti dengan ditemukannya patung Budha berlanggam Gandara di kota Bangun, Kutai. Juga patung Budha berlanggam Amarawati ditemukan di Sikendeng (Sulawesi Selatan). Pada Candi Borobudur tampak adanya seni rupa India, dengan ditemukannya relief-relief ceritera Sang Budha Gautama. Relief pada Candi Borobudur pada umumnya lebih menunjukan suasana alam Indonesia, terlihat dengan adanya lukisan rumah panggung dan hiasan burung merpati. Di samping itu, juga terdapat hiasan perahu bercadik. Lukisan-lukisan tersebut merupakan lukisan asli Indonesia, karena tidak pernah ditemukan pada candi-candi yang terdapat di India. Juga relief pada Candi Prambanan yang memuat cerita Ramayana.<br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">Seni sastra</span><br /> Prasasti-prasasti awal menunjukkan pengaruh Hindu-Budha di Indonesia, seperti yang ditemukan di Kalimantan Timur, Sriwijaya, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Prasasti itu ditulis dalam bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa.<br /><br /><span style="color: rgb(255, 102, 102); font-weight: bold;">Kalender</span><br /> Diadopsinya sistem kalender atau penanggalan India di Indonesia merupakan wujud dari akulturasi, yaitu terlihat dengan adanya penggunaan tahun Saka di Indonesia. Di samping itu, juga ditemukan Candra Sangkala atau konogram dalam usaha memperingati peristiwa dengan tahun atau kalender Saka. Candra Sangkala adala angka huruf berupa susunan kalimat atau gambar kata. Contoh tahun Candra Sangkala adalah "Sirna Ilang Kertaning Bumi" sama dengan 1400 (tahun saka) dan sama dengan 1478 Masehi.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Kepercayaan dan Filsafat</span><br /> Masuk dan berkembangnya pengaruh Hindu-Budha tidak meninggalkan kepercayaan asli bangsa Indonesia, terutama terlihat dari segi pemujaan terhadap roh nenek moyang dan pemujaan terhadap dewa-dewa alam.<br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">Pemerintahan</span><br /> Setelah masuknya pengaruh Hindu-Budha, tata pemerintahan disesuaikan dengan sistem kepala pemerintahan yang berkembang di India. Seorang kepala pemerintahan bukan lagi seorang kepala suku, melainkan seorang raja, yang memerintah wilayah kerajaannya secara turun temurun.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Desakan Budaya</span><br />Desakan suatu budaya pada budaya lain disebut dominasi. Contohnya masyarakat Betawi, Aborigin dan Irian.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2937330776437861357.post-12611155239031911992007-12-02T15:21:00.000-08:002007-12-02T15:25:06.107-08:00<span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">PROSES MASUKNYA DAN BERKEMBANGNYA AGAMA DAN BUDAYA HINDU BUDHA DI INDONESIA</span><br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">Jalur Perdagangan India-Cina melalui Indonesia </span><br />Pelayaran dan perdagangan di Asia semakin ramai setelah ditemukan jalan melalui laut antara Romawi dan Cina. Rute jalur laut yang dilalui dalam hubungan dagang Cina dengan Romawi telah mendorong munculnya hubungan dagang pada daerah-daerah yang dilalui, termasuk wilayah Indonesia. Karena posisi Indonesia yang strategis di tengah-tengah jalur hubungan dagang Cina dengan Romawi, maka terjadilah hubungan dagang antara Indonesia dan Cina beserta India.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Pembawa Agama Hindu-Budha ke Indonesia</span><br />Melalui hubungan perdagangan antara Indonesia dan India, lambat laun agama Hindu dan Budha masuk dan tersebar di Indonesia, dianut oleh raja-raja dan para bangsawan. Dari lingkungan raja dan bangsawan itulah agama Hindu-Budha tersebar ke lingkungan rakyat biasa.<br /><br /><br /><span style="color: rgb(102, 51, 255); font-weight: bold;">PENYIARAN AGAMA BUDHA DI INDONESIA</span><br /><br />Penyiaran agama Budha di Indonesia lebih awal dari agama Hindu. Dalam penyebarannya agama Budha mengenal adanya misi penyiar agama yang disebur Dharmadhuta. Tersiarnya agama Budha di Indonesia, diperkirakan sejak abad ke-2 M, dibuktikan dengan penemuan patung Budha dari perunggu di Jember dan Sulawesi Selatan. Patung-patung itu berlanggam Amarawati. Juga ditemukan patung Budha dari batu di Palembang.<br /><br />Agama Budha yang terbesar di Indonesia beraliran Budha Mahayana. Perkembangannya terutama pada Kerajaan Syailendra dan Kerajaan Sriwijaya.<br /><br /><br /><span style="font-size:130%;"><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">PENGARUH HINDU BUDHA DI INDONESIA</span></span><br /><br />Pengaruh Hindu-Budha di Indonesia<br />Tersebarnya agama dan kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia berpengaruh luas dalam kehidupan masyarakat Indonesia, diantaranya dalam bidang berikut ini.<br /><br /><span style="color: rgb(102, 51, 255); font-weight: bold;">Kepercayaan </span><br />Bangsa Indonesia mulai menganut agama Hindu dan Budha walaupun tidak meninggalkan kepercayaan aslinya, seperti pemujaan terhadap roh nenek moyang.<br /><br /><span style="color: rgb(102, 51, 255); font-weight: bold;">Pemerintahan</span><br />Bangsa indonesia mulai mengenal sistem pemerintahan kerajaan dan meninggalkan sistem pemerintahan kepala suku. Dalam sistem kerajaan seorang raja memerintah secara turun temurun.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 51, 255);">Sosial </span><br />Dalam bidang sosial, terjadi bentuk perubahan dalam tata kehidupan sosial masyarakat. Misalnya dalam masyarakat Hindu diperkenalkan adanya sistem kasta.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 102, 204);">Ekonomi</span><br /> Dalam bidang ekonomi, tidak begitu besar pengaruh dan perubahannya, karena masyarakat Indonesia telah mengenal aktifitas perekonomian melalui pelayaran dan perdagangan jauh sebelum masuknya pengaruh Hindu-Budha.<br /><br /><span style="color: rgb(102, 102, 204); font-weight: bold;">Kebudayaan</span><br /> Pengaruh kebudayaan Hindu-budha terlihat dari hasil-hasil kebudayaan seperti bangunan candi, seni sastra, berupa cerita-cerita epos diantaranya Epos Mahabharata dan Epos Ramayana. Pengaruh lainnya adalah sistem tulisan. Kebudayaan Hindu-Budha amat berperan memperkenalkan sistem tulisan di masyarakat Indonesia.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2937330776437861357.post-31910132022641092982007-12-02T15:19:00.001-08:002007-12-02T19:02:52.490-08:00<span style="font-size:180%;"><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);font-family:verdana;" >Guna Mempelajari Sejarah</span><br /></span><br />Manfaat mempelajari sejarah adalah:<br /><strong>1.Kegunaan edukatif</strong><br />kegunaan sejarah yang pertama adalah sebagai edukatif atau pelajaran. banyak manusia yang belajar dari sejarah.<br />belajar dari pengalaman yang pernah dilakukan.pengalaman tidak hanya terbatas pada pengalaman yangdialaminya sendiri,<br />melainkan juga dari generasi sebelumnya.manusia melalui belajar dari sejarah dapat mengembangkan potensinya. kesalahan pada masa lampau, baik kesalahan sendiri maupun kesalahan orang lain coba dihindari.<br />smentara itu, pengalaman yangbaik justru harus ditiru dan dikembangkan. dengan demikian, manusia dalam menjalani kehidupannya tidak berdasarkan coba-coba saja (trial and error), seperti yang dilakukan oleh binatang. manusia harus berusaha menghindari kesalahan yang sama untuk kedua kalinya.<br /><strong>2.Kegunaan inspiratif</strong><br />kegunaan sejarah yang kedua adalah sebagai inspiratif. berbagai kisah sejarah dapat memberikan inspirasi pada pembaca dan pendengarnya. belajar dari kebangkitan nasional yang dipeloporii oleh bedirinya organisasi perjuangan yangmodern di awal abad ke-20, masyarakat Indonesia sekarang berusaha mengembangkan kebangkitan nasional ang ke2. Pada kebangkitan nasional yang pertama, bangsa indonesia berusaha merebut kemerdekaan yang sekarang ini sudah dirasakan hasilnya.<br />untuk mengembangkan dan mempertahankan kemerdekaan , bangsa indonesia ingin melakukan kebangkitan nasional yang ke-2 , dengan bercita-cita mengeajar ketertionggalan dari bangsa asing. bangsa indonesia tidak hanya ingin merdeka, tetapi juga ingin menjadi bangsa yang maju, bangsa yang mampu menyejahterakan rakyatnya. untuk itu, bangsa indonesia harus giat menguasai IPTEK karena melalui IPTEK yang dikuasai, bangsa indonesia berpeluang menjadi bangsa yang maju dan disegani, serta daapat ikut serta menjaga ketertiban dunia.<br /><strong>3.Kegunaan rekreatif</strong><br />kegunaan sejaraha yang ketiga adalah sebagai kegunaan rekreatif. kegunaan sejarah sebagai kisah dapat memberi suatu hiburan yang segar. melalui penulisan kisah sejarah yang menarik pembaca dapat terhibur. gaya penulisan yanghidup dan komunikatif dari beberapa sejarawan terasa mampu “menghipnotis” pembaca. pembaca akan merasa nyaman membaca tulisan dari seajarawan. konsekuensi rasa senang dan daya taraik penulisan kisah sejarah tersebut membuat pembaca menjadi senang. membaaca menjadi media hiburan dan rekreatif. membaca telah menjadi ibagian dari kesenangan. membaca tealah dirasakan sebagai suatu kebutuhan, yaitu kebutuhan yang untuk rekreatif.<br />pembaca dalam mempelajari hasil penulisan sejarah tidak hanya merasa senang layaknya membaca novel, tetapi juga dapat berimajiasi ke masa lampau. disini peran sejarawan dapat menjadi pemandu (guide). orang yang ingin melihat situasi suatu daerah di masa lampau dapat membacanya dari hasil tulisan para sejarawan.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2937330776437861357.post-50012941418627984202007-12-02T15:14:00.000-08:002007-12-02T18:55:11.504-08:00<div class="entrytext"> <div class="snap_preview"><p style="font-family: verdana; color: rgb(255, 0, 0);"><strong>SUMBER, BUKTI, FAKTA SEJARAH</strong></p> <p><strong>1.Sumber Sejarah</strong><br />Beberapa pendapat dari ahli<br /><strong>a.R. Moh Al</strong>i<br />Sumber sejarah adalah segala sesuatu yang berwujud dan tidak berwujud serta berguna bagi penelitian sejarah Indonesia sejak zaman Purba sampai sekarang.<br />b<strong>.Zidi Gozalba</strong><br />Sumber sejarah adalah warisan yang berbentuk lisan, tertulis, dan visual.<br /><strong>c.Muh yamin</strong><br />sumber sejarah adalah kumpulan benda kebudayaan untuk membuktikan sejarah.<br />Dapat disimpulkan bahwa sumber sejarah adalah segala warisan kebudayaan yang berbentuk lisan, tertulis, visual serta daapat digunakan untuk mencari kebenaaran, baik yang terdapat di Indonesia maupun di luar wilayah Indonesia sejak zaman Prasejarah sampai sekarang.<br />Sumber sejarah terbagi menjadi 3 yaitu:<br /><strong>a.Sumber tertulis</strong><br />sumber tertulis adalah segala keterangan dalam bentuk laporan tertulis yang memuat fakta-fakta sejarah secara jelas. sumber uini dapat ditemukan pada batu, kayu, kertas, dinding gua.<br /><strong>b.Sumber lisan</strong><br />sumber lisan adalah segala keterangan yang dituturkan oleh pelaku atau saksi peristiwa yangterjadi di masa lalu. sumber ini merupakan sumber pertama yang digunakan manusia dalam mewariskan suatu peristiwa sejarah namun kadar kebenaran nya sangat terbatas karena terntung pada kesan, ingatan, dan tafsiran si pencerita.<br /><strong>c.Sumber benda</strong><br />Sumber benda adalah segala keterangan yang dapat diperoleh dari benda-benda peninggalan budaya atau lazim dinamakan benda-benda purbakala atau kuno. sumber ini dapat ditemukan pada benda-benda yang terbuat dari batu, logam, kayu, tanah.<br />Sumber sejarah dapat juga dibedakan menjadi:<br /><strong>a.Sumber Primer</strong><br />sumber primer adalah kesaksian dari seorang saksi yang melihat peristiwa bersejarah dengan mata kepala sendiri atau saksi denganmenggunakan panca indera lain atau dengan alat mekanis yang hadir pada peristiwa itu (saksi pandangan mata, misalnya kamera, mesin ketik, alat tulis, kertas. sumber primer haruslah sezaman dengan peristiwa yang dikisahkan.<br /><strong>b.Sumber Sekunder</strong><br />sumber sekunder adalah kesaksian dari siapa pun yangbukan merupakan saksi pandangan mata, yaitu seseorang yang tidak hadir pada peristiwa yang dikisahkan . misalnya hasil liputan koran dapat menjadi sumber sekunder karena koran tidak hadir langsung pada suatu peristiwa. peliputnya (wartawan) yang hadir pada peristiwa itu terjadi.</p> <p><strong>2.Bukti Sejarah</strong><br />Bukti sejarah terbagi menjadi:<br /><strong>a.Bukti tertulis</strong><br />Bukti tertulis miripp dengan sumber tertulis pada sumber sejarah yang memuat fakta-fakta sejarah secara jelas. bukti tidak tertulis dapat berupa cerita atau tradisi.<br /><strong>b.Bukti tidak tertulis</strong><br />Bukti tidak tertulis sudah barang tentu tidak berwujud benda konkret, meskiopun demikian mengandung unsur-unsur sejarah. bukti tidak tertulis dapat berupa cerita atau tradisi.</p> <p><strong>3.Fakta Sejarah</strong><br />Fakta Sejarah adalah data yang terseleksi yang berasal dari berbagai sumber sejarah. dalam fakta sejarah terdapat beberapa unsur, yaitu:<br /><strong>a.Fakta Menta</strong>l<br />Fakta Mental adalahkondisi yang dapat menggambarkan kemungkinan suasaana alam, pikiran, pandangan hidup, pendidikan, status sosial, perasaan, dan sikap yang mendasari penciptaan suatu benda. misalnya pembuatan pembuatan nekara perunggu.<br /><strong>b.Fakta Sosial</strong><br />Fakta Sosial adalah kondisi yang dapat menggambarkan tentang keadaan sosial di sekitar tokoh pencipta benda, seperti suasana zaman, keadaan lingkungan, dan sistem kemasyarakatannya. berdasarkan hasil penemuan benda-benda sejarah , seorang sejarawan dapat memperkirakan fakta sosialnya.</p> <p>Bukti dan fakta sejarah merupakan kumpulan peristiwa yang dipilih berdasarkantingkat keerartian dan keterkaitannya dengan proses sejarah tertentu. berbagai macam fakta yang pada awalnya berdiri sendiri direkonstruksi kembali menjadi satukesatuan yang saling berhubungan dan bermakna. berbagai peristiwa masa lalu, bahkan ratusan tahun lalu yang dapat direkonstruksi kembali berdasarkan sumber-sumber sejarah.</p> </div></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2937330776437861357.post-14573467618245616142007-12-02T15:12:00.000-08:002007-12-02T19:03:49.001-08:00<strong><span style="font-size:130%;"><span style="color: rgb(255, 0, 0);font-family:verdana;" >Periodesasi, Kronologi. dan Kronik</span><br /></span><br />1.PERIODISASI</strong><br />Periodisasi adalah pembabakan waktu yang digunakan untuk berbagai peristiwa. Periodisasi yang dibuat para ahli tentang suatu peristiwa yang sama dapat berbeda-beda bentuknya dikarenakan alasan pribadi atau subyektif.<br /><strong>2.KRONOLOGI</strong><br />Kronologi adalah penentuan urutan waktu terjadinya suatu peristiwa sejarah. Kronologi berdasarkan hari kejadian atau tahun terjadinya peristiwa sejarah.<br />Manfaat kronologi adalah:<br />-dapat membantu menghindarkan terjadinya kerancuan dalam pembabakan waktu sejarah.<br />-dapat merekonstruksi peristiwa sejarah dimasa lalu berdasarkan urutan waktu dengan tepat.<br />-dapat menghubungkan dan membandingkan kejadian sejarah di tempat lain dalam waktu yang sama.<br /><strong>3.KRONIK</strong><br />Kronik adalah catatan tentang waktu terjadinya suatu peristiwa sejarah.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2937330776437861357.post-76799087445450566402007-12-02T15:10:00.000-08:002007-12-02T19:00:59.439-08:00<div class="entry"><span style="font-size:180%;"><span style="color: rgb(255, 0, 0);font-family:verdana;" >Tahapan Penelitian Sejarah </span></span><div class="snap_preview"><p><strong>A.TAHAPAN PENELITIAN SEJARAH</strong><br />Pertama yang harus dilakukan adalah menentukan topik penelitian dengan tujuan agar dalam melakaukan pencarian sumber-sumber sejarah dpat terarah dan tepat sasaran.Pemilihan topik penelitian dapatdidasarakan pada unsur-unsur berikut ini:<br /><strong>1.Bernilai</strong><br />Peristiwa sejarah yang diungkap tersebut harus bersifat unik, kekal, abadi.<br /><strong>2.Keaslian (Orisinalitas)</strong><br />Peristiwa sejarah yang diungkap hendaknya berupa upaya pembuktian baru atau ada pandangan baru akibat munculnya teori dan metode baru<br /><strong>3.Praktis dan Efesien</strong><br />Peristiwa sejarah yang diungkap terjangkau dalam mencari sumbernya dan mempunyai hubungan yang erat dengan peristiwa itu.<br /><strong>4.Kesatuan</strong><br />Unsur-unsur yang dijadikan bahan penelitian itu mempunyai satu kesatuan ide.</p> <p><strong>B.LANGKAH-LANGKAH DALAM PENELITIAN SEJARAH</strong><br />Setelah menentukan topik penelitian selanjutnya meliputi langkah-langkah sebagai berikut:<br /><strong>1.HEURISTIK (Pengumpulan Data)</strong><br />Heuristik merupakan langkah awal dalam penelitian sejarah untuk berburu dan mengumpulkan berbagi sumber data yang terkait dengan masalah yang sedeang diteliti.misalnya dengan melacak sumber sejarah tersebut dengan meneliti berbagai dokumen, mengunjungi situs sejarah, mewawancarai para saksi sejarah.<br /><strong>2.KRITIK (VERIFIKASI)</strong><br />Kritik merupakan kemampuan menilai sumber-sumber sejarah yang telah dicari (ditemukan). Kritik sumber sejarah meliputi kritik ekstern dan kritik intern.<br /><strong>a.Kritik Ekstern</strong><br />kritik ekstern di dalam penelitian ilmu sejarah umumnya menyangkut keaslan atau keautentikan bahan yang digunakan dalam pembuatan sumber sejarah, seperti prasasti, dokumen, dan naskah.Bentuk penelitian yang dapat dilakukan sejarawan, misalnyatentang waktu pembuatan dokumen itu (hari dan tanggal) atau penelitian tentang bahan (materi) pembuatan dokumen itu sndiri.Sejarawan dapat juga melakukan kritik ekstern dengan menyelidiki tinta untuk penulisan dokumen guna menemukan usia dokumen. Sejarawan dapat pula melakukan kritik ekstern dengan mengidentifikasikan tulisan tangan, tanda tangan, materai, atau jenis hurufnya.<br /><strong>b.Kritik Intern</strong><br />Kritik Intern merupakan penilaian keakuratan atau keautentikan terhadap materi sumber sejarah itu sendiri. Di dalam proses analisis terhadap suatu dokumen, sejarawan harus selalu memikirkan unsur-unsur yang relevan di dalam dokumen itu sendiri secara menyeluruh. Unsur dalam dokumen dianggap relevan apabila unsur tersebut paling dekat dengan apa yang telah terjadi, sejauh dapat diketahui berdasarkan suatu penyelidikan kritis terhadap sumber-sumber terbaik yang ada.<br /><strong>3.INTERPRETASI (penafsiran)</strong><br />Interfretasi adalah menafsirkan fakata sejarah dan merangkai fakta tersebut hingga menjadi satu kesatuan yang harmonis dan masuk akal. Dari berbagi fakta yang ada kemudian perlu disusun agar mempunyai bentuk dan struktur. Fakta yang ada ditafsirkan sehingga ditemukan struktur logisnya berdasarkan fakta yang ada, untuk menghindari suatu penafsiran yang semena-mena akibat pemikiran yang sempit. Bagi sejarawan akademis, interfretasi yang bersifat deskriptif sajabelum cukup. Dalam perkembangan terakhir, sejarawan masih dituntut untuk mencari landasan penafsiran yang digunkan.<br /><strong>4.HISTORIOGRAFY (Penulisan Sejarah)</strong><br />Historiogray adalah oses penyusunan fakta-fakta sejarah dan berbagai sumber yang telah diseleksi dalam sebuah bentuk penulisan sejarah. Setelah melakukan penafsiran terhadap data-data yang ada, sejarawan harus sadar bahwa tulisan itu bukan hanya sekedar untuk kepentingan dirinya, tetapi juga untuk dibavca orang lain. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan struktur dan gaya bahasa penulisan nya. Sejarawan harus menyadari dan berusaha agar orang lain dapat mengerti pokok-pokok pemikiran yang diajukan.</p> <p><strong>PRINSIP-PRINSIP DASAR DALAM PENELITIAN SEJARAH LISAN.</strong><br />Metode sejarah lisan adalah suatu metode pengumpulan data atau bahan guna penulisan sejarah yang dilakukan sejarawan melalui wawancara terhadap para pelaku sejarah yang ingin diteliti. Di Indonesia metode wawancara dalam penulisan sejarah mulai dikembangkan dengan diawali adanya proyek sejarah lisan yang ditangani oleh Badan Arsip Nasional.<br />Berkembangnya metode wawancara dalam penulisan sejarah di Indonesia dilatarbelakangi oleh sulitnya menemukan jejak masa lampau berupa dokumen yang sezaman serta makin berkembangnya perhatian studi sejarah yangmengarah ke subyek masyarakat berupa orng kecil dalam peristiwa kecil yang biasanya tidak meninggalkan jejak berupa dokumen.<br />Wawancara adalah kegiatan melakukan tanya jawab dengan narasumber untuk mendapatkan keterangan tertentu. Wawacara merupakan teknik pengumpulan data yang amat penting dalam penelitian survey selain teknik utama berupa Observasi. Oleh karena itu, dalam penelitian survei, teknik wawancara merupakan pembantu utama dari metode Observasi.</p> <p><strong>Teknik pengumpulan data dengan wawancara terbagi menjadi tiga macam:</strong><br /><strong>1.Poll Type Interview</strong><br />Wawancara dialkukan dengan cara mengajukan pertanyaan dengan jawabanyang etalah ditentukan, narasumber tinggal memilih jawaban yang ada.<br /><strong>2.Open Type Interview</strong><br />Wawancara dilakuakn dengan cara pertanyaan ditentukan terlebih dahulu, sedangkan narasumber dapat menjawab bebas.<br /><strong>3.Nonstructured Interview</strong><br />Wawancara dilakukan dengan cara pertanyaan ataupun jawaban tidak ditentukan sebelumnya.<br />Teknik wawancara merupakan teknik yang bersifat pelengkap artinya wawancara digunakan untuk melengkapi data atau informasi yang berasal dari sumber dokumen. amun apabila dumber dokumen tidak ada barulah informasi hasil wawancara dapat dianggap sebagai bahan pokok penelitian.</p> <p><strong>Beberapa persiapan sebelum melakukan wawancara antara lain:</strong><br />1.seleksi individu untuk diwawancarai<br />2.pendekatan terhadap orang yang akan diwawancarai<br />3.mengembangkan suasana lancar dalam wawancara<br />mempersiapkan pokok masalah yang akan dikemukakan (ditanyakan)</p> </div> </div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2937330776437861357.post-10987788230706334722007-12-01T04:11:00.000-08:002007-12-02T18:57:58.726-08:00<span style="font-size:130%;"><span style="font-weight: bold;">ILMU PENGETAHUAN PENDUKUNG SEJARAH</span></span><br /><ol><li><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">Paleontologi,</span> yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang sisa-sisa manusia, hewan, dan tumbuhan yang telah membatu dan tinggal bekas-bekasnya yang membuktikan tentang adanya kehidupan manusia purba. Atau Paleontologi = ilmu tentang fosil.</li><li><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">Palaeo-Antropologi</span>, yaitu ilmu antropologi yang mempelajari asal-usul terjadinya dan perkembangan makhluk manusia dengan obyek penyelidikan berupa fosil (sisa-sisa tubuh) manusia purba , yang tersimpan dalam lapisan bumi dan harus didapati oleh peneliti dengan berbagai metode penggalian</li><li><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">Antropolgi Budaya,</span> ilmu pengetahuan tentang peradaban manusia dari bentuk yang paling sederhana sampai tingkat yang lebih maju.d) Arkeologi atau ilmu kepurbakalaan, yaitu ilmu pengetAhuan yang mempelajari peninggalan-peninggalan sejarah dan purbakala untuk menyusun kembali kehidupan manusia dalam masyarakat masa lalu.e) Filologi,yaitu ilmu perbandingan bahasaf) Geologi, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang lapisan bumi serta perbatuan, sehingga kita dapat mengetahui umur dari fosil yang terdapat dalam lapisan bumi Fosil adalah benda-benda organik yang telah membatu karena proses kimiawi</li></ol>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2937330776437861357.post-68317653396012659772007-12-01T03:47:00.001-08:002007-12-01T04:03:59.062-08:00Sebutkan jenis-jenis folkor !<br />Bagaiaman folkor yang ditemukan daerah Sunda ?Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2937330776437861357.post-63568549212169767342007-12-01T02:40:00.000-08:002007-12-01T02:43:13.947-08:00<span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0); font-family: verdana;">MANUSIA PURBA DI INDONESIA</span><br /><br />Penelitian manusia purba di Indonesia dilakukan oleh :<br /><br /><span style="font-weight: bold;">1. Eugena Dobois, </span><br />Dia adalah yang pertama kali tertarik meneliti manusia purba di Indonesia setelah mendapat kiriman sebuah tengkorak dari B.D Von Reitschoten yang menemukan tengkorak di Wajak, Tulung Agung.<br /><ul><li>Fosil itu dinamai Homo Wajakensis, termasuk dalam jenis Homo Sapien (manusia yang sudah berpikir maju)</li><li>Fosil lain yang ditemukan adalah :</li><li>Pithecanthropus Erectus (phitecos = kera, Antropus Manusia, Erectus berjalan tegak) ditemukan di daerah Trinil, pinggir Bengawan Solo, dekat Ngawi, tahun 1891. Penemuan ini sangat menggemparkan dunia ilmu pengetahuan.</li><li>Pithecanthropus Majokertensis, ditemukan di daerah Mojokerto</li><li>Pithecanthropus Soloensis, ditemukan di daerah Solo</li></ul><br /><span style="font-weight: bold;">2. G.H.R Von Koeningswald</span><br /><br />Hasil penemuan beliau adalah :<br /><br />Fosil tengkorak di Ngandong, Blora<br />Tahun 1936, ditemukan tengkorak anak di Perning, Mojokerto.<br />Tahun 1937 - 1941 ditemukan tengkorak tulang dan rahang Homo Erectus dan Meganthropus Paleojavanicus di Sangiran , Solo<br /><br /><span style="font-weight: bold;">3. Penemuan lain tentang manusia Purba : </span><br />Ditemukan tengkorak, rahang, tulang pinggul dan tulang paha manusia Meganthropus, Homo Erectus dan Homo Sapien di lokasi Sangiran, Sambung Macan (Sragen),Trinil, Ngandong dan Patiayam (kudus)<br /><br /><span style="font-weight: bold;">4. Penelitian tentang manusia Purba oleh bangsa Indonesia</span> dimulai pada tahun 1952 yang dipimpin oleh Prof. DR. T. Jacob dari UGM, di daerah Sangiran dan sepanjang aliran Bengawan Solo.<br /><br />Fosil Manusia Purba yang ditemukan di Asia, Eropa, dan Australia adalah :<br /><ol><li>Semuanya jenis Homo yang sudah maju : Serawak (Malaysia Timur), Tabon (Filipina), dan Cina.</li><li>Fosil yang ditemukan di Cina oleh Dr. Davidson Black, dinamai Sinanthropus Pekinensis.</li><li>Fosil yang ditemukan di Neanderthal, dekat Duseldorf, Jerman yang dinamai Homo Neaderthalensis.</li><li>Menurut Dobois, bangsa asli Australia termasuk Homo Wajakensis, sehingga ia berkesimpulan Homo Wajakensis termasuk golongan bangsa Australoid.</li></ol><br />Jenis-jenis Manusia Purba yang ditemukan di Indonesia ada tiga jenis :<br /><br />1. Meganthropus<br />2. Pithecanthropus<br />3. Homo<br /><br />Ciri-ciri manusia purba yang ditemukan di Indonesia :<br /><br />1. Ciri Meganthropus :<br />· Hidup antara 2 s/d 1 juta tahun yang lalu<br />· Badannya tegak<br />· Hidup mengumpulkan makanan<br />· Makanannya tumnuhan<br />· Rahangnya kuat<br />2. Ciri Pithecanthropus :<br />· Hidup antara 2 s/d 1 juta tahun yang lalu<br />· Hidup berkelompok<br />· Hidungnya lebar dengan tulang pipi yang kuat dan menonjol<br />· Mengumpulkan makanan dan berburu<br />· Makanannya daging dan tumbuhan<br />3. Ciri jenis Homo :<br />· Hidup antara 25.000 s/d 40.000 tahun yang lalu<br /><br />· Muka dan hidung lebar<br />· Dahi masih menonjol<br />· Tarap kehidupannya lebih maju dibanding manusia sebelumnyaUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2937330776437861357.post-70973721811304962322007-12-01T02:25:00.000-08:002007-12-01T02:33:33.019-08:00<span style="font-size:180%;"><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);font-family:times new roman;" >Kehidupan Masyarakat Pra Sejarah Indonesia<br /><br /><span style="color: rgb(51, 0, 0);font-size:100%;" ><span style="color: rgb(102, 102, 204);">A. Zaman Food GATHERING</span><br />Ciri zaman ini adalah :<br /></span></span></span><ol style="font-family: times new roman;font-family:verdana;" ><li><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(255, 0, 0);"><span style="color: rgb(51, 0, 0);">Pencaharian berburu dan mengumpulkan makanan</span></span></span></li><li><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(255, 0, 0);"><span style="color: rgb(51, 0, 0);">Nomaden, yaitu Hidup berpindah-pindah dan belum menetap </span></span></span></li><li><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(255, 0, 0);"><span style="color: rgb(51, 0, 0);">Tempat tinggalnya : gua-gua</span></span></span></li><li><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(255, 0, 0);"><span style="color: rgb(51, 0, 0);">Alat-alat yang digunakan terbuat dari batu kali yang masih kasar, tulang dan tanduk rusa</span></span></span></li><li><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(255, 0, 0);"><span style="color: rgb(51, 0, 0);">Zaman ini hampir bersamaan dengan zaman batu tua (Palaeolithikum) dan Zaman batu tengah (Mesolithikum)</span></span></span></li></ol><span style="color: rgb(102, 102, 204); font-weight: bold;">B. Zaman FOOD PRODUCING</span><br />· Ciri zaman ini adalah :<br /><ol style="font-family: times new roman;"><li><span style="font-size:100%;">· Telah mulai menetap</span></li><li><span style="font-size:100%;">· Pandai membuat rumah sebagi tempat tinggal</span></li><li><span style="font-size:100%;">· Cara menghasilkan makanan dengan bercocok tanam atau berhuma</span></li><li><span style="font-size:100%;">· Mulai terbentuk kelompok-kelompok masyarakat</span></li><li><span style="font-size:100%;">· Alat-alat terbuat dari kayu, tanduk, tulang, bambu ,tanah liat dan batu</span></li><li><span style="font-size:100%;">· Alat-alatnya sudah diupam/diasah</span></li></ol><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: times new roman;">Zaman bercocok tanam ini bersamaan dengan zaman Neolithikum (zaman batu muda) dan Zaman Megalithikum (zaman batu besar)</span></span><br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 102, 255);">3. ZAMAN PERUNDAGIAN</span><br /><ol><li style="font-family: times new roman;"><span style="font-size:100%;">Manusia telah pandai membuat alat-alat dari logam dengan keterampilandan keahlian khusus</span></li><li style="font-family: times new roman;"><span style="font-size:100%;"> pembuatan benda dari logam disebut a cire perdue yaitu, dibuat model cetakannya dulu dari lilin yang ditutup dengan tanah liat kemudian dipanaskan sehingga lilinya mencair. Setelah itu dituangkan logamnya.</span></li><li style="font-family: times new roman;"><span style="font-size:100%;">perekonomian masyarakat telah mencapai kemakmuran</span></li><li style="font-family: times new roman;"><span style="font-size:100%;">Sudah mengenal bersawah</span></li><li style="font-family: times new roman;"><span style="font-size:100%;">Alat-alat yang dihasilkan : kapak corong, nekara,pisau, tajak dan alat pertanian dari logam</span></li><li><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: times new roman;">Telah mencapai taraf perkembangan sosial ekonomi yang mantap</span></span> </li></ol>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2937330776437861357.post-55228204604244650902007-12-01T02:23:00.001-08:002007-12-01T02:23:58.763-08:00<strong><span style="font-size: 180%; color: rgb(255, 0, 0);">Adam Manusia Purba ?</span></strong><br /><br />Asal usul manusia menjadi wilayah bahasan sejarah untuk mengungkap awal peradaban manusia dimulai. Peradaban manusia dimuka bumi dikenal dengan adanya zaman sejarah dan prasejarah. Zaman sejarah diawali ketika manusia mengenal adanya tulisan. Sedangkan zaman prasejarah sebaliknya. Lalu bagaimanamanusia pertama yang menghuni zaman pra sejarah ?<br />Untuk mengetahui asal usul manusia, para ahli Paleo Antropologi mempelajari fosil-fosil tubuh manusia yang terkandung di dalam lapisan bumi. Mereka menyatakan kehidupan yang ada saat ini berasal dari kehidupan masa silam<br /><br />Adalah Charles R Darwin (1809-1892), Jean Baptisk Lamark (1744-1829), dan Sir Charles Luell (1797-1875) yang mengadakan rekonstruksi asal muasal kehidupan bernama manusia.<br />Dari hasil kajian mereka tersimpulkan adanya suatu evolusi yang menyertai peradaban awal manusia. Lamark mengungkapkan bahwa alam sekitar atau lingkungan mempengaruhi sifat-sifat sesuatu. Sifat-sifat yang didapat akan diwariskan kepada keturunannya. Organ yang digunakan akan berkembang, sedangkan yang tidak digunakan akan menyusut. Sedangkan Lyell mengatakan bahwa batu-batuan, pulau-pulau dan benua selalu mengalami perubahan, jadi dipengaruhi juga oleh lingkungan.<br /><br />Sementara itu Darwin berdasarkan asumsi Lamark menyimpulkan hasil penelitiannya dengan mengklasifikasikan manusia satu kelas dengan binatang menyusui atau mamalia dari suku primata.<br /><br />Pandangan Darwin tersebut dengan melihat ciri hewan mamalia yang memiliki persamaan dengan manusia seperti, mempunyai rambut/bulu yang menutupi tubuhnya, membesarkan anak dengan menyusui, mempunyai kulit kelenjar keringat, dan melahirkan anak.<br />Darwin juga membandingkan manusia dengan primata dengan simpulan memiliki persamaan seperti, mata menghadap kedeapan dengan pandangan lurus, kelenjar susu terletak pada dada, bentuk rahim simpleks.<br /><br />Dari pembandingan tersebut, Darwin kemudian menyimpulkan manusia berasal dari kera yang karena beradaptasi dengan lingkungan akhirnya menjadi binatang yang sempurna bernama manusia. Menurutnya, hal itu terjadi karena individu-individu beradaptasi dengan lingkungan dengan cara terbaik, sehingga menurunkan sifat-sifat mereka pada generasi berikutnya. Sifat-sifat ini, kata Darwin, lambat laun terakumulasi dan mengubah individu menjadi spesies yang sama sekali berbeda dengan nenek moyangnya.<br /><br />Itu teori evolusi Darwin yang membikin heboh dunia abad 19 hingga kini masih banyak yang mempercayainya.<br /><br />Lalu bagaimana hubungan teori Darwin dengan keberadaan manusia purba?.<br />Mencari tahu tentang kehidupan awal manusia pada zaman dulu, secara lebih luas beserta kebudayaannya, dikenal melalui tiga cara. Yakni Tipologi, stratigrafi, dan kimiawi.<br />Dengan cara ini, akan ditemukan asal usul yang lebih luas dibanding hipotesanya teori evolusi Darwin. Dengan cara tipologi, ditentukan umur berdasarkan bentuk (tipe) benda peninggalan masa lalu. Dengan stratigrafi ditentukan suatu umur benda berdasarkan lapisan tanah, dan dengan kimiawi ditentukan umur dengan unsur carbon.<br /><br />Bagaiman hasil penelitian para ahli tentang simpulan asal-usul manusia dan peradabannya ?. Banyak tafsir yang bervariasi. Yang jelas para ilmuwan membagi berbagai karakter manusia zaman dulu, dikenal dengan manusia purba, dengan wujud yang berubah-ubah hingga akhirnya berwujud seperti sekarang.<br /><br />Pandangan tersebut didasarkan kepada sejumlah tulang belulang (fosil) yang setelah dilakukan penelitian dengan tiga cara tadi. Untuk manusia purba Indonesia misalnya, seorang ilmuwan Belanda Eugne Dubois pada 1890 menyimpulkan manusia purba Indonesia adalah berjenis phitecanthropus erectus (kera berjalan tegak), ditemukan di Trinil, Ngawi Jawa Timur. Manusia purba ini menurut Dubois memiliki volume otak 900 cc lebih banyak dari volume otak kera yang hanya 600 cc dan lebih sedikit dari manusia normal yang memiliki volume otak 1000 cc.<br />Sementara manusia purba yang dianggap tertua didunia, menurut para ahli ditemukan di Africa, diberi nama Nancy.<br /><br /><span style="color: rgb(102, 102, 204);"><strong>Menurut Islam</strong></span><br />Soal manusia pertama, Islam dengan tegas menyebutnya Adam. Di dalam QS Al Hijr (15:26), Allah berfirman; "Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering yang berasal dari lumpur hitam yang diberi bentuk,".<br /><br />Selanjutnya dalam QS al Mukminun (23:12-14), Allah berfirman: "Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati air mani (yang tersimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia mahluk yang berbentuk lain.<br /><br />So, kita yakin manusia pertama adalah Adam yang telah Alloh ciptakan darisaripati tanah.<br />Apakah Adam berkategori purba ?.<br /><br />Sejarhawan telah sepakat membagi peradaban manusia dengan dua masa, pra sejarah dan sejarah dengan benang merah dikenalnya tulisan. Soal tulisan ini, baru ditemukan bukti tulisan tua adalah sekira 3000 SM di Mesir tulisan hierogliph dan pictograf di Cina.<br /><br />Sementara zaman manusia purba hidup ketika alam masih sangat bersahaja sekali, tak ada bukti tulisan tentang itu, hanya sekumpulan benda peninggalan hidup mereka.<br /><br />Jadi simpulannya kita harus mampu membedakan cara pandang berdasarkan hasil penelitian manusia ansich dengan autensitas kebenaran Al Quran. Tak perlu ada pertentangan antara agama dan sains.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2937330776437861357.post-75423758423720368952007-12-01T02:19:00.000-08:002007-12-01T02:20:51.191-08:00Dialektika Sejarah<h2 class="title">Sejatinya Belajar Sejarah</h2> <br /><em><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Belajar sejarah ?. Ach biasa. Sejak pake baju putih merah hingga putih biru kita udah koq dapet pelajaran Sejarah. Paling ngapalin angka-angka tahun, kerajaan, atau yang berbau masa lalu, githu. Kuno kali !!!----------------------------</span></em><br /><br /><br />Ungkapan tersebut senantiasa meluncur mulus dari lubuk hati anak sekolahan ketika ditanya, ngapain juga ya kita belajar Sejarah ?. Hampir semua akan koor mengatakan seperti itu.Pelajaran sejarah memang bukan sesuatu yang baru. Sedikitnya, udah delapan tahun bagi siswa kelas 1 SMA menjumpai pelajaran sejarah sejak kelas 2 SD hingga 3 SLTP. Dan di SMA, genap tiga tahun bakal nongkrongin pelajaran Sejarah.<br />Seperti biasa, umumnya pelajaran ini selalu dianggap sebagai suplemen, alias pelajaran daripada ...... apa gitu. Sehingga banyak yang berkata kagak begitu ngeh dibuatnya.Ya, kita umumnya telah terperangkap pandangan pertama seperti itu. Pandangan pertama yang tidak membuat jatuh hati. Wajar kalo kemudian sejarah memiliki bobot biasa. Apalagi, ndak bisa nutup mata, sejumlah bahasan nantinya bakal ditemukan seakan mengulang-ulang materi yang pernah disampaikan selagi pakai baju putih biru.<br />So, kalo gitu apa pentingnya belajar sejarah ?. Apapula perbedaan belajar sejarah di SD, SLTP, dan SMA ?<br />Sejatinya, untuk tingkatan SD sejarah semata-mata ditujukan guna menanamkan rasa cinta kepada perjuangan, pahlawan, tanah air, dan bangsa.Untuk tingkat SLTP sejarah memunculkan sikap etis, yakni menanamkan pengertian bahwa kita hidup bersama orang, masyarakat, dan kebudayaan lain, baik yang dulu maupun yang sekarang.<br />Lalu, buat anak SMA?. Sesuai tingkatan usia yang lagi “mencari jejak masa depan” , bagi anak SMA sejarah itu musti digeluti secara kritis. Kita kudu faham suatu makna mengapa suatu peristiwa itu terjadi, apa sebenarnya yang telah terjadi, dan kemana arah kejadian-kejadian itu.Segala jejak peristiwa dimuka bumi sudah saatnya mulai kita cerna kausalitasnya, kita buat benang merah sabab musabab terjadinya suatu peristiwa, hingga membentuk suatu jembatan yang menghubungkan masa lalu - masa kini - masa depan.Memaknai SejarahMenurut para ahli, sejarah secara etimologis berasal dari bahasa Arab, syajarotun -- syajarah; bermakna pohon. Pohon memiliki makna pilosofis, patah tumbuh hilang berganti.<br />Coba kita bayangkan bagaimana terjadinya suatu pohon, rambutan misalnya. Berasal dari sebuah biji kemudian tumbuh tunas, menjadi tumbuhan, berdaun, membesar, tumbuh batang, ranting, daun, berbunga, kemudian berbuah.<br />Namun dalam rentang pertumbuhannya, tak semua daun merekah. Tak semua bunga menjadi buah. Tak semua buah menjadi matang. Tak semua buah matang berasa manis. Tak semua buah berasa manis tumbuh secara bersama.<br />Begitu pula dalam perjalanan hidup anak manusia. Semua akan tumbuh dan berkembang. Namun dalam alur perjalanannya, tak semua tumbuh dengan mulus. Selalu ada yang jatuh bangun. Mati satu tumbuh seribu Siapa kuat dia yang menikmati.<br />Karena itu, orang Yunani bilang history, historia, sejarah adalah catatan tentang orang pandai. Artinya, hanya orang yang pandai, mampu mengambil peran besar bagi masyarakatnya, akan dicatat tinta emas sejarah.<br />Dari makna filosofis seperti itu, sejarah itu ilmu kaya apa sich? DR. Kuntowijoyo, cendikiawan muslim sejarahwan UGM memberikan gambaran tentang sejarah. Menurutnya ada empat dimensi ilmu sejarah. (1) Sejarah ialah ilmu tentang manusia, ilmu yang mengkaji kehidupan manusia pada masa lalu. (2) Sejarah sebagai ilmu tentang waktu. Membicarakan tentang perkembangan, kesinambungan, pengulangan, dan perubahan yang dialami oleh ummat manusia. (3). Sejarah ialah ilmu tentang sesuatu yang mempunyai makna sosial. (4) Sejarah ialah ilmu tentang sesuatu yang tertentu, satu-satunya, dan terinci. Detail, unik,<br />Dengan dimensi yang luas itu, apa guna mempelajari sejarah?. Secara garis besar ada dua guna sejarah, yaitu guna intrinsik yakni bermanfaat bagi sejarah itu sendiri, dan guna ekstrinsik, yakni bermanfaat bagi penikmat/ pemakai sejarah.<br />Guna Instrinsik mencakup sejarah sebagai ilmu, sejarah sebagai cara untuk mengetahui masa lalu, sejarah sebagai pernyataan pendapat, dan sejarah sejarah sebagai profesi.Guna Ekstrinsik meliputi sejarah sebagai pendidikan moral, sejarah sebagai pendidikan penalaran, sejarah sebagai pendidikan politik, sejarah sebagai pendidikan kebijakan, sejarah sebagai pendidikan perubahan, sejarah sebagai pendidikan masa depan, sejarah sebagai pendidikan keindahan, sejarah sebagai ilmu bantu, sejarah sebagai latarbelakang, sejarah sebagai rujukan, dan sejarah sebagi bukti.<br />Gambaran pentingnya sejarah senafas dengan ajaran Islam. Bahkan 2/3 isi Alquran itu sendiri adalah sejarah. Kisah-kisah manusia masa lalu yang harus diambil ibrah-nya, dijadikan cermin sikap dan keteladanan yang harus dilakukan ataupun dilakukan untuk hidup lebih hidup dan bermanfaat masa kini dan masa datang.<br />Pentingnya mengambil kisah masa lalu, seorang ilmuwan muslim Ibn Khaldun yang banyak menulis tentang sejarah mengungkapkan, segala peristiwa dimuka bumi tunduk kepada suatu hukum perubahan, sunatullah, cakramanggiling. Artinya dari setiap peristiwa yang dialami ummat yang lalu akan terulang lagi walau tidak sama persis. Sebagai contoh dulu peradaban Islam merangkak, melangkah sampai berlari meninggalkan kemajuan IPTEKS bangsa Eropa yang sebelumnya telah maju. Saat Islam dipuncak kejayaan, masyarakat Eropa sedang mengalami “The Dark Age”. Namun kemudian peradaban Islam mundur, dan Eropa naik bahkan berlari kencang hingga sekarang.<br />Peristiwa itulah yang dikatakan Ibnu Khladun sebagai sebuah cakra manggiling. Karena itu, suatu ketika maka Islampun akan mencapai puncak kemajuan lagi.Menurut pandangan historis Ibnu Khaldun, kenyataan itu juga sebagai sebuah sunnah sebagaimana firman Allah dalam QS Ali Imran ayat 137. Allah berfirman, sesunggguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah. Karena itu berjalanlah dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat (yang ditimpakan) kepada orang-orang yang mendustakan Allah.<br />Ya, kemunduran perdaban Islam salah satunya karena memang sebagian besar ummat pada waktu itu tidak mau lagi tunduk dan taat kepada perintah Alloh melalui Alquran dan As Sunnah.Arti penting Alquran sebagai pedoman sejarah tertulis jelas didalam QS Ali Imran 138. Allah berfirman, Ini (Al Quran) merupakan penjelasan bagi manusia dan sebagai petunjuk dan nasehat bagi orang-orang yang bertaqwa.<br />Selanjutnya, didalam surat Yusuf 111 Alloh juga berfirman, Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat engajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Didalam QS Hud 120 ......dan semua kisah (rasul rasul kami) ceritakan padamu ialah kisah kisah yang dengannya kami teguhkan hatimu, dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.<br />***<br />Dari uraian di atas, jelas khan betapa penting belajar sejarah itu?. Jadi kalo mau jujur, belajar sejarah sesungguhnya adalah belajar meneladani perilaku manusia masa lalu.Setiap desah nafas kita adalah perjalanan sejarah hidup kita. Karenanya, memaknai sejarah bukan belajar kerajaan melulu. Tetapi, bagaimana akhlaq, perilaku, dan hidup kita menjadi lebih baik, itu belajar sejarah sesungguhnya.Unknownnoreply@blogger.com0